Pantau Laut RI, Menteri Susi Ajak KSAL Tindak Kapal Nakal -->

Iklan Semua Halaman

Pantau Laut RI, Menteri Susi Ajak KSAL Tindak Kapal Nakal

Ananta Gultom
31 Oktober 2014
Jakarta, eMaritim.Com,- Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio menyambangi Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melakukan koordinasi dengan Menteri KKP yang baru, Susi Pudjiastuti. Pada kesempatan tersebut, keduanya pun berbagi data VMS (Vessel Monitoring System) yang selama ini digunakan KKP.
Susi memberikan username serta kata sandi sistem tersebut kepada Laksamana TNI Marsetio. Langkah ini sebagai bagian dari kerja sama pencegahan penangkapan ikan ilegal.

"Biar sama-sama kita pantau," ujar Susi kepada jajaran stafnya di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2014).

Sementara itu, Kasubdit Pemantauan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharta menjelaskan VMS merupakan sistem monitoring terhadap sejumlah kapal di atas 30 GT yang melintas di wilayah perairan. Suharta mengungkapkan sebelum sebuah lepas jangkar diharuskan memenuhi sejumlah persyaratan.

"Sebelum kapal itu berangkat periksa dulu dokumennya, awak kapal termasuk transmitter. Kalau sudah terpenuhi nanti diterbitkan surat lisensinya," jelas Suharta.

Sistem VMS tersebut sudah digunakan KKP sejak tujuh tahun terakhir. "Nanti bisa kelihatan kapal-kapal yang melakukan pelanggaran. Sebelumnya diawasi oleh sistem ini," ungkapnya.

Suharta menambahkan, dengan VMS pihaknya mampu mengawasi seluruh wilayah perairan yang ada di dunia. Sejauh ini telah ada lima sistem induk yang dibangun di dalam negeri. Ada di lima lokasi yakni Belawan, Bitung, Batang, Benoa dan Muara Baru.

Suharta tidak menampik, banyak terjadi pelanggaran terkait izin berlayar kapal. Semisal tracking kapal harusnya izinnya di wilayah ZEE tapi mereka melakukan tangkapan di wilayah lain. Pelanggaran izin lintas wilayah itu, tambah Suharta, dilakukan demi mendapatkan hasil tangkapan yang sebesar-besarnya.

Selain itu, pelanggaran yang sering ditemui yakni adanya kapal yang menggunakan sistem pairtrol.
"Jadi seperti kapal gandeng di sampingnya ada kapal lagi. Jadi dua kapal. Seharusnya tidak boleh karena izin kapal tangkap itu hanya untuk kapal tunggal," tandas Suharta.(merdeka.com/lasman simanjuntak)