Industri Galangan Kapal di Dalam Negeri Memiliki Banyak Masalah -->

Iklan Semua Halaman

Industri Galangan Kapal di Dalam Negeri Memiliki Banyak Masalah

Pulo Lasman Simanjuntak
19 November 2014
Jakarta, e.Maritim.CoM,- Industri galangan kapal di dalam negeri memiliki banyak masalah. Salah satu yang dikeluhkan adalah masalah fiskal yang belum mendukung industri ini. Konsep maritim pemerintah diharapkan bisa direalisasikan di lapangan dengan membenahi hambatan ini sehingga kebutuhan kapal di dalam negeri bisa dipenuhi.

"Untuk mendorong perkembangan industri kapal dalam negeri tugas utama pemerintah sekarang adalah membenahi kebijakan fiskal. Jangan lihat kerugian kecil dari tidak masuknya beberapa pajak, tetapi lihatlah keuntungan besar yang akan dicapai dalam jangka panjang," kata Presiden Direktur PT.Mariana Bahagia, Johnson W Sutjipto kepada wartawan Kompas di Banyuasin, belum lama ini.

Menurutnya, kecuali di Batam yang merupakann kawasan perdagangan bebas, sejumlah pajak yang menjadi beban tersebut diantaranya pajak beas masuk untuk impor komponen dan peralatan kapal. Pajak yang dikenakan sebesar 5-10 %, padahal hampir 75 persen komponen dan peralatan untuk membangun kapal masih harus diimpor.

Sebenarnya pemerintah sudah menyediakan program bea masuk ditanggung pemerintah  (BMDTP). Akan tetapi, pengajuan yang berbelit dan memakan waktu sangat panjang membuat pengusaha galangan kapal enggan menggunakannya.

Johnson yang juga anggota dewan Penasihat Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana lepas Pantai Indonesia (Iperindo) mengatakan saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah kapal berbendera nasional terbesar di Asia tenggara yaitu mencapai 14.000 unit atau meningkat tujuh kali lipat daripada tahun 2005 dengan jumlah 2000 unit.

Akan tetapi, hanya sekitar10 persen kapal-kapal itu buatan galangan kapal dari dalam negeri. Kapal yang berasal dari dalam negeri itu pun sebagian besar hanya dibuat di galangan kapal di Batam.

Presiden Direktur Steadfast Marine, Eddy K Logam di Pontianak juga mengeluhkan komponen yang diimpor terkena pajak 10 persen. Selain itu cukai komponen yang diimpor 5-12 persen. Hal itu yang menyebabkan biaya tinggi.

"Biaya material galangan kapal Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga. Malaysia saja, contohnya, tidak memberlakukan cukai. Ini masalah yang paling mendasar," ujarnya.

Tingginya biaya untuk bahan baku berimbas tingginya harga kapal lokal. Harga kapal lokal 20-30persen lebih mahal daripada kapal asal Tiongkok. Akibatnya, kondisi laba perusahaan tidak begitu baik. Eddy menyatakan terus menjalankan galangan kapal karena harus memikirkan dampak yang akan lebih buruk jika Indonesia selalu mengimpor kapal.(pulo lasman simanjuntak)