Delapan Rekomendasi Berantas Mafia Migas -->

Iklan Semua Halaman

Delapan Rekomendasi Berantas Mafia Migas

Pulo Lasman Simanjuntak
09 Desember 2014
Yogjakarta, eMaritim.Com,-Bertepatan dengan Hari Anti Korupsi, Presiden Joko Widodo diminta memberantas tindakan korupsi pada sektor ekstraktif, salah satunya pertambangan. Tindakan korupsi itu ditengarai oleh pengusaha tambang nakal dan tentunya pejabat daerah yang memberi Izin Usaha Pertambangan dengan menabrak aturan.
Koalisi Anti Mafia Tambang (Kiamat) memiliki catatan indikasi korupsi yang dilakukan pengusaha tambang pada 13 Provinsi di Indonesia, mulai dari Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengara, dan Maluku Utara.

Ke-13 provinsi tersebut sudah dikaji sejak 2010 hingga 2013. Hasilnya, Negara dirugikan triliunan Rupiah karena 50 persen dari 7.376 Izin Usaha Pertambangan yang mengemplang pajak. Perusahaan tidak membayar pajak karena tak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

"Hanya 50 persen IUP yang memiliki NPWP, artinya separo perusahaan tambang tak membayar pajak pada negara," kata Koordinator Kiamat sekaligus juru bicara Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Budi Nugroho, Selasa (9/12/2014).

Kiamat yang berbagi dalam Regional Sumatera, Regional Jawa, Regional Kalimantan, Regional Sulawesi, Regional Bali & NTB, serta Regional Papua mendesak Presiden Jokowi menjalankan delapan rekomendasi atau tuntutan agar negara tidak dirugikan oleh mafia tambang.

Pertama, meminta aparat penegak hukum, khususnya KPK untuk menindak tegas pelanggar izin (perusahaan) dan pejabat penyelenggaraan negara yang ditengarai terlibat korupsi di sektor tambang. Kedua, pemerintah selaku pemberi izin untuk segera menghentikan operasional pertambangan di kawasan konservasi dan menindak tegas pemegang IUP yang tidak Clean and Clear.

Ketiga, mendesak pemerintah menghentikan sementara aktivitas perusahaan pemegang IUP di lapangan yang belum bayar utang. Keempat, pemerintah melaksanakan fungsi pengawasan yang ketat untuk memastikan tidak ada alih fungsi lahan atau tindak pidana lain dengan melibatkan kelompok masyarakat. Kelima, meminta pemerintah agar transparan dan akuntabel dalam mengelola penerimaan land rent (iuran tetap) dan royalti.

Keenam, mendesak pemerintah untuk mengembangkan skema pengelolaan wilayah pasca pencabutan dengan proses yang transparan dan partisipatif sertta diikuti dengan kegiatan rehabilitasi lahan.
Ketujuh, meminta pemerintah memperkuat agenda penegakan hukum di bidang kejahatan sumber daya alam, termasuk merealisasikan pembentukan satgas anti mafia sumber daya alam seperti yang tercantum dalam Nawacita. Terakhir, mendesak Jokowi untuk melakukan blusukan tambang dalam upaya penataan perizinan dan penegakan hukum di sektor minerba.
(okezone.com/lasman simanjuntak)