29 Anak Buah Kapal Ajukan Gugatan yang Mewajibkan Pelaut Miliki KTKLN -->

Iklan Semua Halaman

29 Anak Buah Kapal Ajukan Gugatan yang Mewajibkan Pelaut Miliki KTKLN

Pulo Lasman Simanjuntak
28 Januari 2015
 Jakarta,eMaritim.Com,-Sebanyak 29 Anak Buah Kapal (ABK) mengajukan gugatan terhadap ketentuan yang mewajibkan pelaut memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) dalam Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri (UU PPTKLN).

 Pada sidang perdana perkara No. 6/PUU-XIII/2015 yang digelar Kamis lalu (22/1/2015), Iskandar Zulkarnain selaku kuasa hukum para pemohon yang bekerja di berbagai negara mengatakan ketentuan Pasal 26 ayat 2 huruf f dan Pasal 28 beserta Penjelasan UU UPPTKLN telah merugikan hak konstitusional.

 Para Pemohon atas  jaminan perlindungan, kepastian hukum, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum karena ada dualisme kementerian yang bertanggung jawab. Terlebih, kepemilikan PPTKLN bagi TKI yang bekerja di sektor perikanan pada peraturan lain justru tidak diwajibkan.

Ketentuan Pasal 26 ayat (2) huruf f UU PPTKLN mengatur bahwa penempatan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri harus memenuhi persyaratan wajib memiliki KTKLN. Pasal 28 UU a quo menyatakan penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Dalam penjelasan Pasal 28 UU a quo dinyatakan bahwa pekerjaan yang dimaksud antara lain adalah pelaut.

Dengan adanya ketentuan tersebut, Pemohon mengatakan menteri yang dimaksud dalam seluruh pasal pada UU PPTKLN adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, yaitu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menteri Ketenagakerjaan). Padahal, selama ini TKI yang bekerja pada sektor Perikanan seperti ABK yang lapangan kerjanya berada di atas dan di dalam kapal laut di tengah lautan samudera yang luas terikat dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Angkutan di Perikanan dengan Kementerian Perhubungan sebagai penanggung jawabnya.

Dualisme Penanggung Jawab
Peraturan yang mengatur soal penempatan awak kapal menurut Pemohon juga sudah diterbitkan oleh dua institusi dimaksud, baik oleh Menteri Perhubungan maupun Menteri Ketenagakerjaan. Peraturan dimaksud antara lain, Peraturan Menteri PerhubunganNomor PM. 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal dan Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor Per.12/KA/IV/2013.

Adanya dua kementerian atau lebih yang mengatur penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja pada sektor Perikanan sebagai Pelaut atau Anak Buah Kapal (ABK) tersebut menurut Pemohon telah menyebabkan tiadanya jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.

 Sebab, ketika adanya perselisihan yang timbul antara ABK dengan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), kedua kementerian tersebut saling lempar tanggung jawab. Hal serupa juga terjadi ketika ABK mengurus permohonan memiliki KTKLN.

Haryanto selaku kuasa hukum Para Pemohon dari Tim Pembela Pekerja Indonesia mengatakan saling lempar tanggung jawab tersebut menyebabkan Para Pemohon tidak mengetahui pihak yang berkewajiban memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum.

 “Hal ini juga berdampak ketika terjadi perselisihan yang timbul dari akibat adanya hubungan kerja ABK dengan perusahan PPTKIS. Pihak pemerintah yang saling lempar tanggung jawab antara Kemenaker dan Kemenhub, sehingga para Pemohon tidak mengetahui siapa yang seharusnya berkewajiban memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hokum,” ungkap Haryanto.

Sementara itu Zaeli Alfan selaku kuasa hukum Pemohon lainnya mengatakan kementerian lain (Kementerian Perikanan, red) justru tidak mewajiban setiap TKI yang bekerja di sektor perikanan memiliki memiliki KTKLN. Ketidakjelasan aturan tersebut menurut Pemohon berpengaruh erat terhadap jaminan perlindungan TKI.

“Ketentuan tersebut telah menyumirkan tanggung jawab negara c.q pemerintah. Sehingga dengan sendirinya ketentuan Pasal 28 dan Pasal 26 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan patut dinyatakan tidak mengikat secara hukum sepanjang tidak dimaknai yang dimaksud dengan menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak TKI,” jelas Alfan sekaligus membacakan petitum permohonan Para Pemohon yang pada intinya meminta Kementerian Ketenagakerjaan-lah yang bertanggung jawab terhadap perlindungan TKI, termasuk ABK yang bekerja di berbagai belahan samudera. (www.mahkamahkonstitusi.go.id/pulo lasman simanjuntak)