Ahli Geologi: Eksplorasi Migas Dulu, Baru Bangun Pelabuhan Cilamaya -->

Iklan Semua Halaman

Ahli Geologi: Eksplorasi Migas Dulu, Baru Bangun Pelabuhan Cilamaya

Pulo Lasman Simanjuntak
08 Januari 2015
Jakarta,eMaritim.Com,- Pemerintah diminta memprioritaskan eksplorasi minyak dan gas di Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, sebelum membangun pelabuhan di sekitar wilayah itu.

Ketua Ikatan Umum Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari mengatakan pembangunan pelabuhan di Cimalaya baru boleh dilakukan setelah cadangan migas di wilayah itu habis.

“Untuk menghabiskan cadangan migas tersebut tidak perlu waktu lama. Setelah cadangan migasnya habis, baru dapat dibangun pelabuhan yang bisa dimanfaatkan selamanya,” kata Rovicky, seperti dikutip dari bisnis.com di Jakarta, belum lama ini.

Jika pemerintah memaksakan membangun Pelabuhan Cilamaya, tuturnya, proses eksplorasi akan membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk meningkatkan faktor keamanan dan kenyamanan. “Hal ini akan mengurangi pendapatan pemerintah dari hasil migas itu," ujarnya.

Menurut Rovicky, langkah yang paling tepat dilakukan pemerintah adalah melanjutkan eksplorasi migas di lepas pantai Karawang tanpa terganggu proyek pelabuhan karena eksplorasi itu tidak akan memakan waktu lama.
Setelah selesai eksplorasi, baru dilakukan reklamasi sehingga pembangunan pelabuhan dapat segera dilakukan. “Pemerintah harus tegas dan segera mengambil langkah yang tepat,” ujarnya. 

Menggeser lokasi pelabuhan sekitar 3 km dari lokasi semula, kata Rovicky, juga tidak ada artinya. Pasalnya, kandungan migas di utara Jawa Barat itu berada di area yang luas sehingga jaringan pipa penyaluran migas juga merata di utara Karawang. 

"Pemindahan pipa juga bukan solusi. Apalagi di area tersebut terdapat pula sumur-sumur migas yang masih berproduksi, anjungan-anjungan lepas pantai yang aktif beroperasi dan potensi migas untuk masa depan."

Hal senada juga dikatakan Vice President Indonesian Petroleum Association (IPA), Sammy Hamzah. Menurut dia, untuk melakukan eksplorasi di suatu wilayah, maka tidak boleh ada proyek lain dengan aktivitas padat di lokasi tersebut.  

Seperti kasus Cilamaya, kata dia, untuk melakukan eksplorasi di wilayah tersebut, pemerintah tidak boleh mambangun pelabuhan. Jika dipaksakan bangun pelabuhan, akan sangat berbahaya. 

“Jangankan pelabuhan,  ketika melakukan eksplorasi, satu rumah sederhanapun tidak boleh ada,” kata dia.  Sammy mengingatkan, kalau pemerintah memaksa untuk membangun pelabuhan Cilamaya, potensi kerugian yang akan dialami pemerintah relatif besar. 

Pasalnya, Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) yang berlokasi di Pelabuhan Cilamaya, Karawang Karawang, Jawa Barat, terancam ditutup. 

Jika Blok ONWJ ditutup, negara berpotensi kehilangan pendapatan Rp 20 triliun per tahun. Perhitungan itu menggunakan asumsi produksi ONWJ sekitar 40 ribu barel per hari (bph) dan harga minyak dunia USD 100 per barel. 

ONWJ merupakan tulang punggung untuk mendongkrak produksi migas Pertamina dalam 30 tahun ke depan. Selain ONWJ, lapangan yang dikelola Pertamina EP yang juga berlokasi tidak jauh dari Cilamaya juga menjadi backbone Pertamina.(pulo lasman simanjuntak)