Di Bawah Laut Kadang Berhadapan dengan Ikan Hiu , Ketakutan Melingkungi Penyelam QZ8501 -->

Iklan Semua Halaman

Di Bawah Laut Kadang Berhadapan dengan Ikan Hiu , Ketakutan Melingkungi Penyelam QZ8501

Pulo Lasman Simanjuntak
25 Januari 2015

Charles Batlajery, komandan sebuah tim penyelam Basarnas.
Pangkalanbun, eMaritim.Com,-Bagi tim sukarelawan dan penyelam Badan SAR Nasional (Basarnas), menyusuri dasar laut guna menemukan puing dan korban AirAsia QZ8501 adalah saat-saat menyedihkan sekaligus berisiko—termasuk berhadap-hadapan dengan seekor hiu.

“Saya sedikit takut. Tapi saya harus melakukan ini,” kata Priyo Prayudha Utama. Penyelam 23 tahun itu tergabung dalam Basarnas.

 “Kami harus memikirkan korban serta keluarga korban.”

Priyo merupakan bagian dari sekelompok penyelam Basarnas dan sukarelawan yang berpengalaman dalam operasi SAR. Dalam dua pekan terakhir, mereka lima kali menyelam di area sekitar 20 meter dari tempat penemuan bagian ekor serta kotak hitam QZ8501, menurut Sersan Charles Batlajery, komandan tim Basarnas Special Group (BSG).

Ombak tinggi membuat titik terjun cukup berbahaya. Arus di bawah laut juga kuat, yang dapat mengempas penyelam. Lebih dari sekali, mereka mencapai dasar laut kala arus begitu kuat. Pencarian pun dibatalkan. Dalam sekali penyelaman, hiu sebesar dua meter melintasi penyelam.

Mereka menemukan bagian pesawat QZ8501, termasuk sebuah pintu darurat dan panel kecil. Area pencarian tim ini tak mencakup temuan badan pesawat. Diperkirakan, sebagian besar penumpang yang belum ditemukan berada dalam badan pesawat.

AirAsia dengan nomor penerbangan QZ8501 jatuh 28 Desember silam, dalam perjalanan dari Surabaya menuju Singapura.

Kehadiran hiu sempat membuat penyelam berpikir adanya beberapa korban di sekitar mereka. Tapi mereka tak menemukan satu pun jasad.

Rendra Hertiadhi, penyelam sukarelawan yang selama 10 hari mendampingi operasi, mengisahkan bahwa hambatan terbesar adalah arus bawah laut, yang kuat dan tak bisa diprediksi.

Saat-saat ia menyelam, arus berkekuatan hingga lima knot. Kadang-kadang lebih kuat di dekat permukaan, kali lain lebih deras di dasar laut. Saat kondisi itu terjadi, katanya, “menyelam 20 meter di bawah laut seperti sedang lari maraton.”




Agence France-Presse/Getty Images
Penyelam Angkatan Laut Indonesia di Laut Jawa, 10 Januari 2015.
Rendra merupakan pendiri Banyu Biru Explorers, yang mempromosikan keselamatan penyelaman sekaligus melindungi habitat laut. Arus yang tak biasa ini terjadi, paparnya lagi, barangkali karena puing QZ8501 berada di titik pertemuan Laut Jawa dan Selat Karimata.

Selat Karimata lebih sempit dan dangkal ketimbang Laut Jawa. Mungkin karena itu, sahut Rendra, kumpulan air bergerak dalam kecepatan tinggi.

Badan pesawat, yang berada pada area sekitar satu kilometer persegi, terletak pada kedalaman sekitar 30 hingga 33 meter. Kedalaman Laut Jawa bisa mencapai 50 meter, terangnya kemudian.

Untuk mengatasi kondisi bawah laut yang tak menentu, penyelam pertama-tama menjatuhkan tali yang terkait dengan pelampung di atasnya, serta sebuah jangkar di dasar. Penyelam menggunakan kaitan ini sebagai “jalur turun,” agar mereka dapat mencapai dasar laut dan kembali ke permukaan.
Kala mulai terjun ke bawah permukaan laut, mereka lebih dulu mengaitkan tali keselamatan pada jalur turun.

Pada satu hari penyelaman yang sulit, seorang penyelam tak mampu mencapai jalur turun. Ia sampai-sampai terseret arus, papar Rendra.

“Ia tersapu hingga 800 meter dari pelampung hanya dalam beberapa menit,” kata Rendra. Penyelam berhasil dievakuasi tanpa cedera.

Di bawah permukaan laut, para penyelam turun satu tangan demi satu tangan. Di dasar laut, mereka tetap mengaitkan diri pada tali keselamatan jika arus sangat kuat. Kondisi seperti ini turut membatasi area pencarian.

Sesudah menemukan lokasi pintu darurat, penyelam tak langsung mengangkatnya. Sebab, potongan pintu darurat sangat berat dan prioritas mereka adalah menemukan korban, sahut Rendra.

Menurut Charles, penyelam mampu bertahan 25 hingga 30 menit di dalam air. Tetapi hanya 15 sampai 20 menit bertahan di dasar laut, tergantung kedalamannya. Penyelaman ini, kata Charles, sangat menguras fisik dan mental.

Mereka pun hanya dapat menyelam hanya sekali dalam sehari.

Rendra sendiri takjub lantaran menemukan kumpulan air di titik penyelaman berwarna biru dan dasar laut berupa pasir. Jarak pandang tercatat tiga sampai tujuh meter, lebih baik ketimbang perkiraannya. Petugas Basarnas sebelumnya mengatakan dasar laut dekat puing QZ8501 cenderung berlumpur dan jarak pandang lebih terbatas.

Sebagai pemimpin komunitas penyelaman, Rendra mengaku dirinya mengepalai 20 sukarelawan dalam operasi kali ini. Sebagian besar merupakan penyelam profesional. Rendra tak pernah meragukan pengalaman penyelaman mereka. Hanya saja, ia ingin penyelam siap secara psikologis, ketika nantinya menemukan jenazah dalam badan pesawat.

“Kondisi laut termasuk normal bagi kami,” paparnya. “Tapi ketika Anda menyelam dalam badan pesawat dan menemukan banyak jenazah, ceritanya akan berbeda.”(cupuma.com/sonny listyanto/lasman simanjuntak)