Kapal Asing Ilegal yang Tertangkap Ternyata Berusaha Kabur atau Mengelak dari Jeratan Hukum -->

Iklan Semua Halaman

Kapal Asing Ilegal yang Tertangkap Ternyata Berusaha Kabur atau Mengelak dari Jeratan Hukum

Pulo Lasman Simanjuntak
23 Januari 2015
Jakarta,eMaritim.Com,-Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, terdapat sejumlah modus operasi yang dilakukan jaringan pencurian ikan oleh kapal asing di perairan Indonesia. Kapal ilegal yang telah tertangkap bahkan berusaha kabur atau mengelak dari jeratan hukum.

Hal itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kepada pers, di Jakarta, Rabu lalu (14/1/2015), seperti dikutip dari Kompas.

 ”Kapal ikan asing ilegal memakai bendera sesuai negara yang dilewati. Itulah pencuri, perampok, atau perompak sumber daya alam laut. Saat ini, Indonesia dirompak karena kita masih lebih banyak ikannya dibandingkan negara sekitar,” kata Susi.

Proses hukum terhadap MV Hai Fa berbendera Panama dengan bobot 4.306 gros ton (GT) sejauh ini dalam tahap penelusuran keterangan saksi. Kapal pengangkut ikan itu ditangkap saat membawa 900.702 ton ikan dan udang. Sebanyak 66 ton merupakan spesies ikan yang dilindungi, yaitu hiu martil dan hiu koboi.

Kapal pengangkut ikan itu merupakan salah satu kapal ikan terbesar yang pernah ditangkap Pemerintah Indonesia. Pada 2014, kapal itu ditengarai melakukan tujuh kali pengangkutan ikan dari perairan Indonesia dengan nilai sekitar Rp 70 miliar.

MV Hai Fa tiba dan sandar di Pelabuhan Umum Wanam, Kabupaten Merauke, Papua, pada Jumat, 26 Desember 2014 (bukan Sabtu, 27 Desember). Kapal itu tidak dilengkapi surat laik operasi (SLO) kapal perikanan dan tidak mengaktifkan transmiter sistem pemantauan kapal perikanan selama pelayaran. Kapal lalu ditangkap aparat pengawasan dan dibawa ke Lantamal IX Ambon pada 1 Januari 2015.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Asep Burhanuddin menambahkan, MV Hai Fa tercatat beberapa kali berganti data administrasi kepemilikan.

Pada 2004, MV Hai Fa tercatat berbendera (dimiliki) Tiongkok, sedangkan pada 2006 berbendera Panama. Pada 2010, MV Hai Fa berbendera Panama, tetapi dengan dokumen administrasi kepemilikan Indonesia. MV Hai Fa dimiliki agen PT Anthartica Segara Lines.

Selain MV Hai Fa, aparat juga menangkap kapal pengangkut ikan Dafeng Mariner berukuran 3.170 GT. Namun, saat ditemukan sudah tidak ada ikan di dalam kapal karena sudah didaratkan ke gudang pendingin industri pengolahan.

Menurut Susi, ada indikasi kapal-kapal asing pengangkut ikan yang telah ditangkap tersebut mengelak dari jeratan hukum, bahkan melarikan diri. ”Mereka mengaku ikan (yang diangkut) itu hasil membeli dan bukan hasil mencuri atau tangkap,” katanya. Karena itu, pihaknya telah menugaskan Satuan Tugas Ilegal Fishing ke Merauke untuk memastikan kapal Dafeng Mariner tidak keluar dari Wanam.

Ada indikasi berbagai upaya dilakukan pemilik Dafeng Mariner untuk mengeluarkan kapal itu dari Indonesia. Mereka beralasan kapal itu akan membawa anak buah kapal (ABK) asal Tiongkok sejumlah 700 orang keluar dari Indonesia.

Menurut Susi, pemerintah menegaskan akan mendeportasi ABK asal Tiongkok itu dengan biaya negara. ”Mereka mencoba segala cara untuk mengakali pemerintah. Namun, kita akan menerapkan segala aturan yang ada untuk memastikan mereka tak bisa menerapkan itu (mengeluarkan kapal dari Indonesia),” katanya.

ABK Indonesia
Susi mengakui, rata-rata kapal ikan di atas 100 GT yang berbendera Indonesia merupakan kapal eks asing. Sebagian bermitra atau memiliki kapal pengangkut dengan bobot 2.000-4000 GT. Setiap kapal pengangkut rata-rata membawa 10.000 ton ikan per tahun.

Modus operasi kapal ikan asing ilegal adalah berbendera Indonesia dan memiliki beberapa ABK asal Indonesia sebagai juru mudi atau operator radio untuk kemudahan komunikasi.

Direktur Pengawasan Sumber Daya Ikan KKP Sere Alina Tambunan mengemukakan, MV Hai Fa dan Dafeng Mariner tercatat bermitra dengan perusahaan perikanan PT Dwikarya Reksa Abadi untuk mengangkut hasil tangkapan ikan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Gellwynn Jusuf, menyatakan, PT Dwikarya Reksa Abadi memiliki 67 kapal. Sebanyak 20 kapal sudah dicabut izinnya karena menggunakan alat tangkap pukat yang merusak lingkungan.(sonny listyanto/lasman simanjuntak)