Kemenko Kemaritiman Gandeng ITS Kelola Integrasi Radar Maritim -->

Iklan Semua Halaman

Kemenko Kemaritiman Gandeng ITS Kelola Integrasi Radar Maritim

Pulo Lasman Simanjuntak
08 Januari 2015
SURABAYA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengelola integrasi radar pertahanan udara, maritim, dan darat.

Tidak hanya itu, kampus teknik tertua di Indonesia ini juga ditetapkan sebagai National Ship Design and Engineering Center (NasDEC) atau tempat pengembangan pembuatan kapal laut. Hal ini ditegaskan Menko Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo saat memberikan kuliah umum di ruang rapat utama gedung Rektorat ITS, kemarin.

Pembangunan kemaritiman di Indonesia adalah materi yang disampaikan anak Menkopolhukam era Presiden Soeharto, Soesilo Soedarman itu. Menurut dia, seiring terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang Badan Keamanan Laut (Bakamla) di bawah Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenpolhukam) serta Kemenko Kemaritiman, perlu ada penggabungan radar pertahanan yang terintegrasi.

Selama ini data hasil pantauan radar dikelola sendiri-sendiri oleh banyak pihak. Ada TNI AL, TNI AU, TNI AD, dan pihak lainnya. “Radar perlu digabung sehingga data hasil pengoperasian radar bisa cepat ditindaklanjuti. Bisa dengan patroli gabungan di bawah Bakamla,” kata Indroyono seperti dikutip dari sindonews.com.

Hasil olah data terintegrasi, kata dia, bisa juga dimanfaatkan Bea Cukai, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan lainnya.


 “Selama ini data yang diperoleh dari radar disampaikan ke Armatim, Armabar, lanjut ke Mabesal, dan tidak tahu kelanjutannya. Harusnya terintegrasi dan bisa dengan cepat ditindaklanjuti,” ujar Indroyono yang sebelumnya aktif di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini.

Indonesia, kata Indroyono, sebagaimana mengutip penegasan Presiden Joko Widodo adalah harapan baru dunia. Ini karena besarnya kekayaan laut yang dimiliki Indonesia. Didukung penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) bakal membuat Indonesia terangkat dari kelompok lower middle income .

“Kuncinya iptek dan inovasi. Kalau mau maju, iptek dan wawasan budaya bahari harus yang kuat. Di Jatim ada Kerajaan Majapahit dengan Mahapatih Gajah Mada dibantu Laksamana Laut Nala. Di Kesultanan Aceh ada Laksamana Malahayati, Kerajaan Kerajaan Sriwijaya sampai Kamboja. Ini (kebesaran masa silam) yang kita kembalikan karena ini jati diri bangsa,” ujarnya.

Ini yang menjadi latar belakang pemerintah mengebut penyelesaian batas antarnegara di perairan. Karena itu, perlu biaya Rp12 triliun bagi Badan Pengelola Perbatasan menuntaskan perbatasan termasuk di darat. Untuk memantapkan Indonesia Poros Maritim Dunia, ujar Indroyono, ITS dijadikan Balai Besar NasDEC.

Pakar Teknik Informatika Bidang Software ITS, Suhadi Lili menambahkan, pihaknya sudah menjalankan tahap integrasi olah data. Bahkan sejak 1995, pihaknya menggandeng swasta dalam menerapkan tahapan, mulai dari riset hingga aplikasinya.

“Indonesia harus memiliki satu data nasional. Tidak ada ego. Secara teknis kami bisa kumpulkan data yang bisa dikoordinasikan antarinstansi. Pengumpulan dan pemanfaatan harus berjalan seiring. Selama ini pihak data terkumpul, yang (instansi) lain belum siap, bubar lagi,” kata Suhadi.

Di sisi lain disintegrasi data digital di Indonesia, kata Suhadi, luar biasa. Belum lagi keterbatasan kualitas SDM pengetik data yang tidak bisa tuntas setahun ke depan. Ketua Tim Poros Maritim ITS Prof Eko Budi Jatmiko menambahkan, kesiapan pihaknya mendukung pemerintah dalam bidang poros maritim sudah cukup, termasuk mewujudkan tol laut.(pulo lasman simanjuntak)