Jakarta,eMaritim.Com,-Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan bisa
saja menghapus atau mengurangi tagihan pajak dari wajib pajak. Artinya tagihan
pajak bumi dan bangunan (PBB) yang membelit 23 kontraktor kontrak kerja
sama (KKKS) senilai Rp 3,2 triliun pun bisa dikurangi atau dihapus.
Menurut Direktur Eksekutif Center of
Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan Ditjen Pajak
bisa menghapus taguhan pajak, dengan mempertimbangkan rasa keadilan.
Ini
sudah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP).
Dalam pasal 36 Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) disebutkan Direktur Jenderal
Pajak dapat mengurangi atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak
benar.
"Artinya Direktur Jenderal pajak diberi diskresi menghapuskan
pajak untuk penuhi rasa keadilan," kata Yustinus kepada Katadata,
Jumat (20/3/2015).
Menurut dia, pajak bumi dan bangunan
(PBB) yang dikenakan kepada perusahaan migas yang masih melakukan eksplorasi
tidaklah memenuhi rasa keadilan. Secara konsep PBB adalah pajak yang dipungut atas
tanah dan bangunan karena memperoleh manfaat dari padanya.
Selain itu jika masih dalam tahap
eksplorasi dikenakan pajak, nilainya bisa lebih tinggi dari hasil yang didapat
kontraktor. Ini bisa terjadi karena kegiatan eksplorasi masih memiliki resiko kegagalan
dalam memperoleh minyak dan gas bumi.
Prastowo menyarankan agar 23 KKKS
tersebut mengajukan permohonan untuk menghapus pajak tersebut kepada Direktur
Jenderal Pajak. Dengan begitu Direktur Pajak dapat mengambil kebijakan diskresi
untuk sengketa tersebut.
Salah satu solusi untuk masalah
tersebut menurut dia adalah menerapkan penghitungan sendiri oleh wajib pajak (self
assessment) selama masa eksplorasi. Setelah kegiatan produksi dilakukan,
pemerintah menghitung kembali pajak tersebut. Jika ada kekurangan Ditjen pajak
masih bisa menagihnya.
Berdasarkan informasi yang
diterima Katadata 23 kontraktor migas keberatan dengan
tagihan pajak tersebut, karena adanya ketidakjelasan aturan. Pada Oktober 2013,
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Minyak
dan Gas Bumi Kementerian ESDM pernah meminta KKKS mengajukan permohonan
keberatan untuk merevisi SPPT 2012 dan 2013. Namun, seluruh permohonan KKKS ini
ditolak oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus.
Upaya ini pun kemudian dilanjutkan
dengan mengajukan permohonan pembatalan terhadap pajak tersebut ke pengadilan
pajak. Permohonan ini sudah diajukan sekitar November dan Desember 2014.
Masalahnya, untuk bisa mengajukan banding, KKKS harus membayar 50 persen tagihan
pajak tersebut terlebih dahulu. Sementara KKKS tersebut mengaku tidak memiliki
dana sebesar itu.(lasman)