Chandra Motik : Gunakan Armada Berbendera Asing Ketika Kapal Merah Putih Tersedia Suatu Pengkhianatan -->

Iklan Semua Halaman

Chandra Motik : Gunakan Armada Berbendera Asing Ketika Kapal Merah Putih Tersedia Suatu Pengkhianatan

Pulo Lasman Simanjuntak
15 April 2015

Jakarta,eMaritim.Com,- Ketua Indonesian Advocation Cabotage Forum (Incafo), Chandra Motik mengingatkan pemerintah untuk tetap memegang komitmen terhadap asas cabotage, sesuai amanat pasal 8 ayat 1 UU No.17/2008 tentang pelayaran, cabotage, merupakan bentuk kedaulatan untuk melindungi potensi komoditas nasional di wilayah hukum Indonesia.

Asas itu, juga diberlakukan pada semua negara berdaulat di dunia, yang penerapannya bukan hanya sebatas di perairan tapi juga darat dan udara.

”Menggunakan armada berbendera asing ketika kapal merah putih masih tersedia, merupakan pengkhianatan terhadap kedaulatan,” kata Chandra, Selasa (14/4/2015) di Jakarta seperti dikutip dari HU.Suara Karya, Rabu (14/4/2015).

Pakar hukum kemaritiman itu mengatakan, idealisme mempertahankan cabotage bukan berarti antiasing. Tapi merupakan upaya mempertahankan kedaulatan yang telah diatur UU.

”Kita punya pasar, kita punya komoditi yang dapat diangkut, kita juga punya industri pelayaran. Kenapa kita harus pakai asing. Kecuali, bila armada yang dibutuhkan benar-benar sudah tidak tersedia,” jelasnya.

Asas cabotage mengharuskan kegiatan angkutan laut dalam negeri wajib menggunakan kapal berbendera Merah Putih dan diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia. Asas cabotage ini banyak diberlakukan di berbagai belahan dunia seperti AS, Uni Eropa, China, Brasil, Kanada dan Australia.

Menyinggung soal pelaksanaan proyek pemasangan pipa transmisi Kalija I, yang diduga menggunakan kapal asing berbendera Malaysia, Chandra Motik mengaku sudah mengetahuinya. Penggunaan kapal asing itu juga terjadi pada beberapa pekerjaan offshore atau lepas pantai.

”Saya tegaskan ini sebuah pengkhianatan,” tegasnya.

Penggunaan kapal asing untuk kegiatan lepas pantai ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48/2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing.
Permen itu, secara rinci juga mengatur tentang jangka waktu penggunaan kapal asing berdasarkan jenis kegiatan dan jenis kapal. Seperti, kegiatan survei minyak dan gas bumi dengan penggunaan kapal survei seismik, survei geofisika dan survei geoteknis diberi jangka waktu sampai akhir Desember 2014.

Kegiatan konstruksi lepas pantai ditetapkan berdasarkan jenis kapal yaitu untuk kapal derrick/ crane, pipe/cable/Subsea Umbilical Riser Flexible (SURF) laying barge/vessel diberi jangka waktu sampai akhir Desember 2013, sementara untuk jenis kapal Diving Support Vessel (DSV) diberi jangka waktu sampai akhir Desember 2012. Kegiatan pengeboran diberi jangka waktu sampai akhir Desember 2015.

Kegiatan penunjang operasi lepas pantai diberi jangka waktu sampai akhir Desember 2012. Pengerukan serta salvage dan pekerjaan bawah air diberi jangka waktu sampai akhir Desember 2013.
Pasal 2 ayat 1, mengatur prinsip penggunaan kapal asing. Disebutkan, kapal asing wajib memiliki izin dari Menteri. Izin diberikan setelah memenuhi persyaratan administratif dan telah dilakukan upaya pengadaan kapal berbendera Indonesia minimum satu kali namun ternyata memang tidak tersedia (dibuktikan dengan pengumuman lelang).

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi untuk penggunaan kapal asing yaitu kelengkapan dokumen antara lain rencana kerja yang dilengkapi jadwal dan wilayah kerja kegiatan dengan penandaan koordinat geografis, charter party antara perusahaan angkutan laut nasional dengan pemilik kapal asing dan kontrak kerja dari pemberi kerja, Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut serta sertifikat kapal dan awak yang merupakan persyaratan yang selama ini sudah berlaku. Selain itu juga diatur bahwa pengoperasian kapal asing untuk melakukan kegiataannya (shipping common practice) dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional. (lasman simanjuntak)