Izin Migas 341 Jenis Harus Ada Terobosan dalam Perizinan -->

Iklan Semua Halaman

Izin Migas 341 Jenis Harus Ada Terobosan dalam Perizinan

Pulo Lasman Simanjuntak
24 April 2015
Jakarta,eMaritim.Com,- Terobosan perbaikan perizinan sektor minyak dan gas bumi di Indonesia sangat mendesak dilakukan. Izin di sektor hulu minyak dan gas bumi yang dibutuhkan sebanyak 341 jenis izin dan perlu 10-15 tahun bagi investor untuk bisa beroperasi.

Kondisi seperti itu berdampak pada minimnya minat investor di sektor minyak dan gas bumi (migas) untuk berinvestasi di Indonesia.

Hal itu mengemuka dalam diskusi panel bertajuk “One Door One Stop Permit Policy for Indonesian’s Oil and Gas Industry” di Jakarta, Kamis (23/4/2015) seperti diberitakan HU.Kompas.

Tampil sebagai narasumber Presiden Direktur Santos Indonesia Meity, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Gde Pradnyana, dan Kepala Subdirektorat Pengawasan Eksploitasi Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Patuan Alfon Simanjuntak.

Diskusi ini diselenggarakan Kompas yang bekerja sama dengan Indonesian Petroleum Association (IPA) dan Dyandra. Diskusi diselenggarakan untuk menyambut konvensi dan pameran IPA 2015 yang dijadwalkan pada 20-22 Mei di Jakarta.

Menurut Gde Pradnyana, ada 341 izin di sektor hulu migas di Indonesia yang diterbitkan dari 17 instansi baik di pusat maupun di daerah. Situasi itu membuat iklim investasi hulu migas di Indonesia dinilai kurang kondusif.

Mengutip hasil survei Frasser Institute-Kanada (Mei, 2013), iklim investasi sektor migas di Indonesia berada di posisi 96 atau yang terendah dari seluruh negara yang disurvei.

“Untuk mempersingkat perizinan, sebaiknya BKPM memelopori koordinasi antarinstansi, seperti kementerian, pemerintah pusat dan daerah. Kemudahan perizinan akan menggairahkan kegiatan eksplorasi migas di Indonesia,” ujar Gde.

Perizinan yang rumit, lanjut Meity, menjadi salah satu penyebab krisis migas di Indonesia. Dari pengalaman, diperlukan waktu 10 tahun-15 tahun bagi investor untuk benar-benar bisa beroperasi di sektor hulu migas. Dibanding negara tetangga, iklim investasi migas di Indonesia menjadi kurang menarik.

“Harus ada terobosan dalam hal perizinan sektor hulu migas. Industri migas menyumbang sekitar 25 persen terhadap pendapatan negara. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk beroperasi membuat secara keekonomian bisnis sektor hulu migas kurang menarik bagi investor,” kata Meity.

Model Satu Pintu
Patuan sependapat perizinan di sektor hulu migas lebih baik dibuat dalam model satu pintu. Rumitnya perizinan di sektor ini membuat eksplorasi migas di Indonesia kurang masif. Pihaknya juga mengajak seluruh pemangku kepentingan di sektor hulu migas bisa meringkas perizinan.

“Perizinan di sektor hulu migas, mau enggak mau, memang harus dipindahkan ke BKPM. Hanya saja soal waktunya kapan, belum diputuskan. Sejauh ini, baru sektor ketenagalistrikan saja yang perizinannya didelegasikan ke BKPM,” ucap Patuan.

Menurut Azhar Lubis, dari sektor ESDM, baru perizinan ketenagalistrikan yang didelegasikan ke BKPM. Lewat perizinan satu pintu di BKPM, waktu perizinan sektor ketenagalistrikan dapat dipangkas dari sebelumnya 923 hari menjadi 256 hari. Perizinan sektor migas sebaiknya didelegasikan di BKPM. “Kalau migas mau cepat, tidak bisa dilakukan business as usual. Perlu terobosan,” katanya. (siman/juntak/lasman)
sumber foto : www.dpi.vic.gov.au