Jakarta,eMaritim.Com,-Dalam rangka memperingati 95 Tahun
pendidikan teknik Indonesia, ITB atau Institut Teknologi Bandung, yang pada
awalnya bernama De Techniche Hoogeschool te Bandung berdiri pada tanggal 3 Juli
1920, memberikan penganugerahan penghargaan kepada
tokoh-tokoh Indonesia, dimana terdapat 5 kategori yaitu Ganesa
Prajamanggala Bakti Kencana, Ganesa Prajamanggala Bakti Adiutama, Rektor
Emeritus, Ganesa Widya Jasa Adiutama, dan Ganesa Wirya Jasa Adiutama.
Menko Kemaritiman RI, Prof. Dr. Ir. Indroyono Soesilo, M.Sc
dianugerahi “Ganesa Prajamanggala Bakti Adi Utama” yakni penghargaan yang diberikan kepada pejabat
pemerintah yang menjabat di Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara RI, yang telah
menunjukkan kontribusi yang berarti bagi
pembangunan Bangsa pada umumnya dan pengembangan ITB pada khususnya.
Adapun penghargaan Ganesa Widya Jasa Adiutama diberikan kepada orang yang aktif
dalam kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, baik nasional
maupun internasional. Sementara bagi orang-orang yang luar biasa dalam bidang
pengembangan institusi di ITB, diberikan penghargaan Ganesa Wirya Jasa
Adiutama.
Dalam orasi ilmiahnya, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo
mengutip pidato pelantikan
Presiden RI, Joko Widodo, pada 20
Oktober 2014 lalu, dimana Beliau
menegaskan bahwa:” Sudah Lama Kita
Memunggungi Laut”. Kini saatnya laut
menjadi halaman depan tanah air kita.
Pada 6 Oktober 1966, Presiden RI Pertama, Ir.Soekarno, alumnus ITB,
diatas geladak kapal selam RI Tjandrasa menegaskan:”Sejarah telah membuktikan kepada kita bahwa Kebesaran, Kejayaan,
Kesentausaan dan Kemakmuran Negara Kita Hanya Dapat Dicapai Apabila Kita
Menguasai Lautan”, serta menyampaikan kembali peristiwa sejarah yang
terjadi pada hari Jumat, 13 Desember 1957 di Jakarta.
Kala itu, Dewan Menteri bersidang, dipimpin Perdana Menteri RI,
Ir.H.Juanda Kartawidjaja, yang juga alumnus ITB, guna membahas soal wilayah
perairan Indonesia. Disitulah diputuskan
bahwa batas laut teritorial RI adalah 12 mil laut, diukur dari garis yang
menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau terluar Negara
Indonesia.
Ini kemudian dikenal sebagai
Konsep Negara Kepulauan, atau ”The Archipelagic State Concept”. Keputusan Dewan Menteri tadi, yang dikenal
sebagai Deklarasi Djoeanda, kemudian dibawa oleh Delegasi Indonesia
berangkat ke Jenewa, pada Pebruari 1958, untuk diperjuangkan pada Konperensi
Hukum Laut Internasional yang pertama. Pada Konperensi Hukum Laut International
Ketiga, di Jamaica, tahun 1982, atau United Nations Convention on Law of The
Seas (UNCLOS), Konsep Negara Kepulauan akhirnya di akui Dunia.
Lebih
lanjut dalam orasi ilmiahnya, Menko Indroyono Soesilo menyampaikan 3 potensi
sumberdaya Kemaritiman Indonesia yang terdiri dari :
Potensi sumberdaya di atas
air:
Potensi
sumberdaya diatas air mencakup sistem transportasi laut yang terdiri kapal,
pelabuhan, galangan kapal dan awak kapal, serta potensi wilayah
pesisirnya. Pemantauan laut dilaksanakan menggunakan sistem
pemantauan terpadu yang mencakup pemantauan satelit, patroli udara, patroli
laut, jaringan radar pantai dan pos-pos pengawasan yang kesemuanya
diintegrasikan melalui sistem Command, Control, Communication &
Inteligence (C3I) di pusat komando.
Potensi sumberdaya di dalam
air:
Didalam
air terhimpun sumberdaya hayati, utamanya ikan, namun juga terumbu karang,
mangrove dan padang lamun.
Keanekaragaman hayati laut Indonesia memang luar biasa. Jenis ikan diperairan Indonesia mencapai 8500
jenis, terbanyak di Dunia, dengan kapasitas tangkap maksimum secara lestari
sekitar 7 juta ton/tahun, namun volume dari masing masing jenis ikan adalah
minimal sehingga proses pengolahan ikan menjadi penting agar tidak ada ikan
tangkapan non-target yang terbuang.
Potensi sumberdaya di bawah
dasar lautan:
Indonesia
berada diantara dua lempeng tektonik yang terus bergerak, yaitu Lempeng Eurasia
yang bergerak kearah Tenggara, rata-rata dengan kecepatan 3-4 cm/tahun, dan
Lempeng Indo-Australia, yang bergerak kearah Barat-Laut dengan kecepatan
sama. Ditambah lagi, geotektonik di
kawasan timur Indonesia dipengaruhi oleh Lempeng Pasifik yang bergerak kearah
Barat.
Tumbukan tiga lempeng tektonik
tadi memicu kehadiran gempabumi, tsunami dan juga gunung-gunung api kwarter
aktif, yang dikenal sebagai “the ring of fire”. Namun harus diingat pula
bahwa kondisi khas geotektonik Nusantara tadi menyebabkan wilayah ini kaya akan
cebakan-cebakan mineral, minyak dan gasbumi, terutama di dasar laut. Gunung-gunung api kwarter berkorelasi dengan
endapan-endapan mineral hidrotermal yang berpotensi emas, perak, tembaga, seng
dan timbal. Sedang endapan mineral
tembaga porfir (porphyry copper) muncul menghasilkan emas, perak dan tembaga di
Ertsberg dan Grassberg, Papua.
Didasar
laut, mulai ditemukan endapan-endapan mineral hidrotermal berbentuk “cerobong”
yang berpotensi menghasilkan emas, perak dan tembaga, seperti di perairan utara
Nusa Tenggara Timur dan di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.(pulo lasman simanjuntak)
Foto : Efrimal Bahri/ Humas Menko Kemaritiman
Foto : Efrimal Bahri/ Humas Menko Kemaritiman