ITB Anugerahi Menko Kemartiman Indroyono Soesilo Penghargaan “Ganesa Prajamanggala Bakti Adiutama” -->

Iklan Semua Halaman

ITB Anugerahi Menko Kemartiman Indroyono Soesilo Penghargaan “Ganesa Prajamanggala Bakti Adiutama”

Pulo Lasman Simanjuntak
05 Juli 2015
Jakarta,eMaritim.Com,-Dalam rangka memperingati 95 Tahun pendidikan teknik Indonesia, ITB atau Institut Teknologi Bandung, yang pada awalnya bernama De Techniche Hoogeschool te Bandung berdiri pada tanggal 3 Juli 1920, memberikan penganugerahan penghargaan kepada tokoh-tokoh Indonesia, dimana terdapat 5 kategori yaitu Ganesa Prajamanggala Bakti Kencana, Ganesa Prajamanggala Bakti Adiutama, Rektor Emeritus, Ganesa Widya Jasa Adiutama, dan Ganesa Wirya Jasa Adiutama.
Menko Kemaritiman RI, Prof. Dr. Ir. Indroyono Soesilo, M.Sc dianugerahi  “Ganesa Prajamanggala Bakti Adi Utama” yakni  penghargaan yang diberikan kepada pejabat pemerintah yang menjabat di Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara RI, yang telah menunjukkan kontribusi yang berarti bagi  pembangunan Bangsa pada umumnya dan pengembangan ITB pada khususnya.

 Adapun penghargaan Ganesa Widya Jasa Adiutama diberikan kepada orang yang aktif dalam kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, baik nasional maupun internasional. Sementara bagi orang-orang yang luar biasa dalam bidang pengembangan institusi di ITB, diberikan penghargaan Ganesa Wirya Jasa Adiutama. 

Dalam orasi ilmiahnya, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo mengutip pidato pelantikan Presiden  RI, Joko Widodo, pada 20 Oktober 2014 lalu,  dimana Beliau menegaskan bahwa:” Sudah Lama Kita Memunggungi Laut”.  Kini saatnya laut menjadi halaman depan tanah air kita.  Pada 6 Oktober 1966, Presiden RI Pertama, Ir.Soekarno, alumnus ITB, diatas geladak kapal selam RI Tjandrasa menegaskan:”Sejarah telah membuktikan kepada kita bahwa Kebesaran, Kejayaan, Kesentausaan dan Kemakmuran Negara Kita Hanya Dapat Dicapai Apabila Kita Menguasai Lautan”, serta menyampaikan kembali peristiwa sejarah yang terjadi pada hari Jumat, 13 Desember 1957 di Jakarta. 

 Kala itu, Dewan Menteri bersidang, dipimpin Perdana Menteri RI, Ir.H.Juanda Kartawidjaja, yang juga alumnus ITB, guna membahas soal wilayah perairan Indonesia.  Disitulah diputuskan bahwa batas laut teritorial RI adalah 12 mil laut, diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau terluar Negara Indonesia. 

 Ini kemudian dikenal sebagai Konsep Negara Kepulauan, atau ”The Archipelagic State Concept”. Keputusan Dewan Menteri tadi, yang dikenal sebagai Deklarasi Djoeanda, kemudian dibawa oleh Delegasi Indonesia berangkat ke Jenewa, pada Pebruari 1958, untuk diperjuangkan pada Konperensi Hukum Laut Internasional yang pertama. Pada Konperensi Hukum Laut International Ketiga, di Jamaica, tahun 1982, atau United Nations Convention on Law of The Seas (UNCLOS), Konsep Negara Kepulauan akhirnya di akui Dunia.


 Lebih lanjut dalam orasi ilmiahnya, Menko Indroyono Soesilo menyampaikan 3 potensi sumberdaya Kemaritiman Indonesia yang terdiri dari :
 
Potensi sumberdaya di atas air:
Potensi sumberdaya diatas air mencakup sistem transportasi laut yang terdiri kapal, pelabuhan, galangan kapal dan awak kapal, serta potensi wilayah pesisirnya.  Pemantauan laut dilaksanakan menggunakan sistem pemantauan terpadu yang mencakup pemantauan satelit, patroli udara, patroli laut, jaringan radar pantai dan pos-pos pengawasan yang kesemuanya diintegrasikan melalui sistem Command, Control, Communication & Inteligence (C3I) di pusat komando.

Potensi sumberdaya di dalam air:
Didalam air terhimpun sumberdaya hayati, utamanya ikan, namun juga terumbu karang, mangrove dan padang lamun.  Keanekaragaman hayati laut Indonesia memang luar biasa.  Jenis ikan diperairan Indonesia mencapai 8500 jenis, terbanyak di Dunia, dengan kapasitas tangkap maksimum secara lestari sekitar 7 juta ton/tahun, namun volume dari masing masing jenis ikan adalah minimal sehingga proses pengolahan ikan menjadi penting agar tidak ada ikan tangkapan non-target yang terbuang.

Potensi sumberdaya di bawah dasar lautan:
Indonesia berada diantara dua lempeng tektonik yang terus bergerak, yaitu Lempeng Eurasia yang bergerak kearah Tenggara, rata-rata dengan kecepatan 3-4 cm/tahun, dan Lempeng Indo-Australia, yang bergerak kearah Barat-Laut dengan kecepatan sama.  Ditambah lagi, geotektonik di kawasan timur Indonesia dipengaruhi oleh Lempeng Pasifik yang bergerak kearah Barat. 

 Tumbukan tiga lempeng tektonik tadi memicu kehadiran gempabumi, tsunami dan juga gunung-gunung api kwarter aktif, yang dikenal sebagai “the ring of fire”. Namun harus diingat pula bahwa kondisi khas geotektonik Nusantara tadi menyebabkan wilayah ini kaya akan cebakan-cebakan mineral, minyak dan gasbumi, terutama di dasar laut.  Gunung-gunung api kwarter berkorelasi dengan endapan-endapan mineral hidrotermal yang berpotensi emas, perak, tembaga, seng dan timbal.  Sedang endapan mineral tembaga porfir (porphyry copper) muncul menghasilkan emas, perak dan tembaga di Ertsberg dan Grassberg, Papua.  

 Didasar laut, mulai ditemukan endapan-endapan mineral hidrotermal berbentuk “cerobong” yang berpotensi menghasilkan emas, perak dan tembaga, seperti di perairan utara Nusa Tenggara Timur dan di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.(pulo lasman simanjuntak)
Foto : Efrimal Bahri/ Humas Menko Kemaritiman