Jakarta, eMaritim.Com,-Pemerintah akan menggulirkan Proyek Percepatan dan Diversifikasi Listrik
(PPD-Listrik) guna memenuhi kebutuhan listrik nasional. Program ini merupakan bagian
dari rencana pemerintah membangun pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW)
sampai 2019. Bedanya, PPD-L akan mengevaluasi mana saja yang realistis
diwujudkan sekaligus melakukan percepatan dan diversikasi sumber-sumber
energinya.
“Saya dan
tim sudah mempelajari rencana yang 35.000 MW. Kesimpulannya, program itu memang
tidak realistik. Kalau program 35.000 MW dipaksakan, maka membayahakan keuangan
PLN, bahkan bisa berujung pada kebangkrutan,” ujar Menteri Koordinator Maritim
dan Sumber Daya Rizal Ramli, kepada wartawan usai Rakor Pembangkit Listrik, di
kantornya, Senin (7/9/2015).
Menurut
Menko Rizal, setelah melakukan kajian
yang matang, diketahui kebutuhan riil listrik pada saat beban puncak
sampai 2019 adalah sebesar 74.525 MW. Pada 2015, beban puncak mencapai 50.856
MW. Saat ini pembangunan pembangkit listrik yang tengah berlangsung sebesar
7.000 MW. Jika program listrik 35.000 MW
dipaksakan ditambah 7.000 MW yang tengah berlangsung, maka akan ada
ketersediaan kapasitas pembangkit sebesar 95.586 MW sampai 2019.
“Padahal,
kebutuhan sampai 2019 pada beban puncak hanya 74.525 MW. Maka akan ada
kapasitas yang idle sebesar 21.331
MW. Sesuai aturan yang ada, PLN harus membeli listrik yang dihasilkan swasta. Inilah yang saya maksudkan bisa membuat PLN bangkrut,” papar
Menko Rizal Ramli.
Senada
dengan itu, Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengatakan, sesuai ketentuan yang ada, PLN diharuskan
membeli 72% dari listrik yang diproduksi swasta. Ketentuan ini berlaku baik
untuk listrik yang digunakan PLN maupun tidak digunakan. Dengan hitung-hitungan
ini, maka ada kewajiban PLN untuk membeli listrik swasta sebesar tidak kurang
dari US$ 10,763 miliar per tahun.
Hanya 16.167 MW
Menko
Rizal Ramli menambahkan, berdasarkan hasil kajian saat ini yang paling
realistis dicapai sebesar 16.167 MW yang probabilitasnya tinggi dapat melayani
beban puncak 2019. Sehubungan dengan itu, lewat PPD-Listrik pemerintah akan
melakukan percepatan pembangunannya sekaligus mendiversifikasi sumber-sumber
energinya.
Pemerintah
juga akan mempercepat pembangunan pembangkit yang 16.176 MW. Langkah itu antara
lain dilakukan dengan mempercepat negosiasi, bantu membebaskan lahan, serta
mereview harga penjualan yang lebih kompetitif dan lebih menarik bagi investor.
“Review
juga termasuk pada realisasi pembangunan terhadap konsensi-konsesi yang sudah
diberikan. Nanti kita akan beri waktu maksimal enam bulan. Jika setelah itu
tidak juga mulai pembangunannya, maka konsesinya kami cabut dan diserahkan
kepada investor lain yang berminat. Tapi syaratnya, investor baru itu harus
punya dana, teknologi, dan pengalaman yang memadai,” ungkap Rizal Ramli.
Pembangunan
pembangkit listrik ke depan akan diutamakan menggunakan energi terbarukan. Jadi
nanti sumber listrik Indonesia tidak hanya berasal dari gas, apalagi solar.
Penggunaan gas, terlebih lagi solar, sangat mahal bila dibandingkan
sumber-sumber energi terbarukan seperti geothermal atau panas bumi, biodisel,
dan air.
Pemerintah
juga akan mendorong desentralisasi listrik untuk pembangkit-pembangkit skala
kecil, terutama di daerah-daerah.
Program ini akan meningkatkan efisiensi listrik, khususnya dari sisi
jaringan transmisinya.
Selain
itu untuk mengurangi beban puncak di
lokasi-lokasi tertentu, pemeritnah juga akan melakukan rekayasa pelanggan. Yaitu,
dengan mendorong pelanggan-pelanggan besar merelokasikan pabriknya ke
daerah-daerah yang beban puncaknya tidak besar. (eykel lasflorest/*)
foto :Efrimal Bahri/Humas Menko Maritim dan Sumber Daya
foto :Efrimal Bahri/Humas Menko Maritim dan Sumber Daya