KNTI: Perpres 115 Lebih untuk Penindakan, Bukan Pencegahan -->

Iklan Semua Halaman

KNTI: Perpres 115 Lebih untuk Penindakan, Bukan Pencegahan

Pulo Lasman Simanjuntak
25 Oktober 2015

Jakarta, eMaritim.Com,- Ketua DPP KNTI Bidang Pengembangan Hukum Marthin Hadiwinata, SH, MH., berpendapat  Perpres 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Illegal sebenarnya tidak membahas tentang penenggelaman kapal pencuri ikan di luar proses pengadilan seperti disampaikan sebelumnya oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Peraturan ini lebih berorientasi penindakan daripada pencegahan. 

“Perpres 115 lebih mempromosikan kelembagaan baru pemberantasan pencurian ikan yang disebut Satgas di bawah Komando Menteri Susi. Secara umum model koordinasi Satgas ini adalah sama dengan apa yang telah diatur di dalam Perpres No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanaan Laut. Perpres 115 terkesan lebih pro penindakan, dan abai aspek pencegahan. Hal ini terlihat dengan tidak adanya upaya terintegrasi untuk meningkatkan partisipasi nelayan dalam pengawasan perairan, maupun terabaikannya aspek pencegahan melalui dukungan penguatan armada perikanan rakyat beroperasi di seluruh perairan Indonesia,” buka Marthin.

Tabel 1. Kekuatan dan Kelemahan Perpres No. 115 Tahun 2015
No.
Kekuatan
Kelemahan
1.
Dalam Pertimbangan pembentukan, Perpres menyatakan bahwa kejahatan perikanan khususnya illegal fishing sudah sangat memperihatinkan sehingga perlu diambil langkah tegas dan terpadu. Praktik illegal fishing telah merugikan negara yang besar, baik secara ekonomi maupun sosial, ekosistem sumber daya perikanan serta tujuan pengelolaan perikanan. Illegal fishing memerlukan upaya penegakan hukum luar biasa (extraordinary approach) yang dilakukan dengan integrasi kekuatan antarsektor pemerintah, pemanfaatan teknologi terkini, menimbulkan efektif jera serta mampu mengembalikan  kerugian negara.
Pertimbangan Perpres 115 menunjukkan bobot lebih besar dalam aspek penindakan illegal fishing. KNTI menggaris bawahi upaya luar biasa harusnya diselaraskan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan pelaku usaha perikanan khususnya nelayan. Peningkatan kapasitas armada perikanan rakyat dan partisipasi nelayan dalam pengawasan menjadi prioritas untuk menjaga keberlanjutan pemberantasan pencurian ikan di laut Indonesia, termasuk dalam hal pencegahan.
2.
Lintas sektor dalam pemberantasan Illegal fishing dengan melakukan koordinasi dalam pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan sebagai upaya penegakan hukum yang tidak terbatas dengan institusi : 1. KKP; 2. Kemenkeu; 3. Kemenlu; 4. Kemenhub; 5. TNI AL; 6. Polri; 7. Kejaksaan Agung; 8. Bakamla; 9. PPATK; 10. BIN.
Perpres 115/2015 kembali membentuk suatu badan baru yang menghilangkan niatan untuk membentuk suatu badan tunggal (single agency) dengan tugas-tugas pengawasan di laut (multi task). Kelembagaan BAKAMLA yang ditujukan untuk menjadi single task multi agency berpotensi sia-sia.
3.
Adanya pembebanan secara khusus dari APBN dalam segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Satgas dibebankan kepada APBN dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-udangan. (Pasal 9 Perpres 115/2015)
Pemborosan anggaran dengan membentuk badan baru yang setara dengan lembaga lain seperti BAKAMLA. Upaya pemerintah untuk menghemat anggaran dengan menghapuskan berbagai lembaga yang tidak efektif, efisien dan berguna menjadi sia-sia dalam upaya menghemat anggaran negara.

“ʼKami setuju Illegal fishing memerlukan upaya penegakan hukum luar biasa (extraordinary approach) yang dilakukan dengan integrasi kekuatan antarsektor pemerintah, pemanfaatan teknologi terkini, menimbulkan efektif jera serta mampu mengembalikan  kerugian negara. Maka, upaya luar biasa yang harus dilakukan adalah mendorong efektifitas penegakan hukum di laut dengan memangkas kewenangan di laut yang memboroskan anggaran negara,” tutup Marthin.(press release/jitro kolondam)