Jakarta, eMaritim.Com,- Ketua DPP KNTI Bidang Pengembangan Hukum Marthin
Hadiwinata, SH, MH., berpendapat Perpres 115 Tahun 2015 tentang Satuan
Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Illegal sebenarnya tidak membahas
tentang penenggelaman kapal pencuri ikan di luar proses pengadilan seperti
disampaikan sebelumnya oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Peraturan
ini lebih berorientasi penindakan daripada pencegahan.
“Perpres 115 lebih mempromosikan kelembagaan baru
pemberantasan pencurian ikan yang disebut Satgas di bawah Komando Menteri Susi.
Secara umum model koordinasi Satgas ini adalah sama dengan apa yang telah
diatur di dalam Perpres No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanaan Laut.
Perpres 115 terkesan lebih pro penindakan, dan abai aspek pencegahan. Hal ini
terlihat dengan tidak adanya upaya terintegrasi untuk meningkatkan partisipasi nelayan
dalam pengawasan perairan, maupun terabaikannya aspek pencegahan melalui dukungan
penguatan armada perikanan rakyat beroperasi di seluruh perairan Indonesia,”
buka Marthin.
Tabel
1. Kekuatan dan Kelemahan Perpres No. 115 Tahun 2015
No.
|
Kekuatan
|
Kelemahan
|
1.
|
Dalam
Pertimbangan pembentukan, Perpres menyatakan bahwa kejahatan perikanan
khususnya illegal fishing sudah sangat memperihatinkan sehingga perlu diambil
langkah tegas dan terpadu. Praktik illegal fishing telah merugikan negara
yang besar, baik secara ekonomi maupun sosial, ekosistem sumber daya
perikanan serta tujuan pengelolaan perikanan. Illegal fishing memerlukan
upaya penegakan hukum luar biasa (extraordinary
approach) yang dilakukan dengan integrasi kekuatan antarsektor
pemerintah, pemanfaatan teknologi terkini, menimbulkan efektif jera serta
mampu mengembalikan kerugian
negara.
|
Pertimbangan
Perpres 115 menunjukkan bobot lebih besar dalam aspek penindakan illegal fishing. KNTI menggaris bawahi
upaya luar biasa harusnya diselaraskan dengan tujuan untuk mencapai
kesejahteraan pelaku usaha perikanan khususnya nelayan. Peningkatan kapasitas
armada perikanan rakyat dan partisipasi nelayan dalam pengawasan menjadi
prioritas untuk menjaga keberlanjutan pemberantasan pencurian ikan di laut
Indonesia, termasuk dalam hal pencegahan.
|
2.
|
Lintas
sektor dalam pemberantasan Illegal
fishing dengan melakukan koordinasi dalam pengumpulan data dan informasi
yang dibutuhkan sebagai upaya penegakan hukum yang tidak terbatas dengan
institusi : 1. KKP; 2. Kemenkeu; 3. Kemenlu; 4. Kemenhub; 5. TNI AL; 6.
Polri; 7. Kejaksaan Agung; 8. Bakamla; 9. PPATK; 10. BIN.
|
Perpres
115/2015 kembali membentuk suatu badan baru yang menghilangkan niatan untuk
membentuk suatu badan tunggal (single
agency) dengan tugas-tugas pengawasan di laut (multi task). Kelembagaan BAKAMLA yang ditujukan untuk menjadi single task multi agency berpotensi
sia-sia.
|
3.
|
Adanya
pembebanan secara khusus dari APBN dalam segala biaya yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas Satgas dibebankan kepada APBN dan/atau sumber lain yang sah
dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-udangan. (Pasal 9
Perpres 115/2015)
|
Pemborosan
anggaran dengan membentuk badan baru yang setara dengan lembaga lain seperti
BAKAMLA. Upaya pemerintah untuk menghemat anggaran dengan menghapuskan
berbagai lembaga yang tidak efektif, efisien dan berguna menjadi sia-sia
dalam upaya menghemat anggaran negara.
|
“ʼKami
setuju Illegal fishing memerlukan
upaya penegakan hukum luar biasa (extraordinary
approach) yang dilakukan dengan integrasi kekuatan antarsektor pemerintah,
pemanfaatan teknologi terkini, menimbulkan efektif jera serta mampu
mengembalikan kerugian negara. Maka,
upaya luar biasa yang harus dilakukan adalah mendorong efektifitas penegakan
hukum di laut dengan memangkas kewenangan di laut yang memboroskan anggaran
negara,” tutup Marthin.(press release/jitro kolondam)