Foto illustrasi bencana kabut asap di sepanjang Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, yang berdampak pada perahu-perahu nelayan tradisionil. Foto diambil baru-baru ini(Foto: Lasman Simanjuntak/BeritaRayaOnline)
Jakarta, eMaritim.Com,- Sudah lebih dari 14 belas hari terakhir suasana di tengah laut semakin mencekam. Cuaca ekstrem dan bencana pencemaran kabut asap yang semakin hari semakin tebal, akibat terbawa oleh angin mengarah ketimur laut menyebabkan pandangan yang menurun dan dapat menimbulkan bencana yang mengancam nelayan. Situasi ini menyebabkan hampir 10.000 nelayan di Kabupaten Langkat tidak berani melaut di karena jarak pandang yang nyaris tidak terlihat.
Jakarta, eMaritim.Com,- Sudah lebih dari 14 belas hari terakhir suasana di tengah laut semakin mencekam. Cuaca ekstrem dan bencana pencemaran kabut asap yang semakin hari semakin tebal, akibat terbawa oleh angin mengarah ketimur laut menyebabkan pandangan yang menurun dan dapat menimbulkan bencana yang mengancam nelayan. Situasi ini menyebabkan hampir 10.000 nelayan di Kabupaten Langkat tidak berani melaut di karena jarak pandang yang nyaris tidak terlihat.
Dalam seminggu terakhir, nelayan tidak dapat melakukan aktifitas melaut akibat kabut asap dan cuaca ekstrim. Di perkirakan
kerugian nelayan mencapai milyaran
rupiah. Dampak lebih luas dirasakan kepada publik yang lain dengan harga hasil laut yang melonjak disamping
semakin menipis pasokan ikan di pasar tradisional Pangkalan Berandan Kabupaten Langkat.
Persoalan bencana asap dan cuaca ekstrim yang terjadi harus menjadi
perhatian bersama sebagaimana mandat dari berbagai kebijakan salah satunya
Undang-undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Bencana asap dan cuaca
ekstrim yang mengancam penghidupan nelayan dapat digolongkan sebagai bencana
kelautan. Lembaga pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan
Keamanan Laut, dan pihak lain seperti Badan Sar Nasional perlu bersama-sama dengan
nelayan tradisional bekerjasama. Koordinasi dan kolaborasi ini belum terjadi
beberapa pekan terakhir.
Berdasarkan situasi ini, anggota
KNTI yang terdampak seperti di Kabupaten
Langkat dan Kabupaten Tanjung Balai di Sumatera Utara; Kabupaten Lingga, Kota
Batam, Kota Tanjung Pinang, dan Kabupaten Bintan Kepulauan Riau; serta, Tarakan
di Kalimantan Utara, meminta kepada
Presiden Republik Indonesia beserta jajarannya untuk segera:
1.
Meningkatkan koordinasi dan langkah-langkah
pencegahan untuk mengurangi kerugian diterima nelayan tradisional dalam
kegiatan menangkap ikan di tengah bahaya asap dan cuaca ekstrem;
2.
Memastikan para bupati/ walikota melakukan mobilisasi segenap sumberdaya sebagai bentuk tanggap darurat akibat cuaca ekstrem dan
kabut asap, utamanya terkait langsung kepentingan kesehatan, pendidikan, dan
pangan warga, termasuk keluarga nelayan.
3.
Melakukan segera langkah-langkah penyelamatan hutan dan lahan yang terbakar serta menghentikan perijinan dalam pembukaan serta pemanfaatan lahan yang merusak ekosistemnya;
4.
Segera melakukan langkah-langkah hukum untuk
menuntut pelaku-pelaku kejahatan pembakaran dan perusakan hutan dan lahan.(siaran pers /lasman simanjuntak)