Jakarta, eMaritim.com – Penculikan dan penyanderaan
terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia kembali terjadi. Insiden terakhir
terjadi di perairan Sabah, Malaysia, 3 orang ABK Indonesia diculik oleh
komplotan yang diduga dari kelompok Abu Sayyaf. Kasus penculikan di perairan
Sabah terjadi saat Indonesia tengah berupaya membebaskan tujuh WNI lainnya yang
diculik di Laut Sulu, barat daya Filipina. Dalam hal ini Indonesian National
Association (INSA) berharap pemerintah harus menjamin keamanan pelayaran
nasional.
Akibat insiden penculikan dan penyanderaan
ini, Indonesia melakukan moratorium pengiriman batubara ke Filipina tetap
berlanjut sampai wilayah maritim di sekitar Sulawesi, Zamboangana, dan Sulu
dipastikan aman. Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA),
Carmelita Hartoto mengatakan, perusahaan pelayaran anggota INSA mentaati
kebijakan pemerintah dalam hal ini moratorium pengiriman batubara ke Filipina
sampai dengan menunggu adanya kepastian keamanan dari pemerintah Filipina.
Akan tetapi, menurut Carmelita, kebijakan
tersebut akan berdampak pada semakin lesunya industri pelayaran nasional
lantaran bertambahnya kapal-kapal yang tidak beroperasi (idle). Sebelum adanya
pelarangan sementara kegiatan ekspor batubara ke Filipina, jumlah kapal yang
idle sebanyak 30 persen.
Carmelita mengungkapkan, potensi pengiriman
batubara dari Indonesia ke Filipina sangat besar. Hal ini merupakan peluang
bagi perusahaan pelayaran nasional. Namun peluang tersebut terancam hilang
karena adanya kebijakan moratorium akibat aksi penculikan dan penyanderaan
ABK.
“Apabila permasalahan ini tidak segera
diselesaikan, maka peluang ini akan diambil oleh negara lain seperti Rusia dan
Australia,” kata Carmelita dalam acara One
Day Discussion dengan topik Mengamankan
Jalur Pelayaran Ekspor Batubara ke Filipina yang diselenggarakan oleh INSA
bekerjasama dengan Badan Intelijen Strategis dan Kementerian Luar Negeri di
Hotel Grand Hyatt, Jakarta.
Carmelita menuturkan, rencana pemerintah
untuk menempatkan aparat keamanan di atas kapal bukanlah solusi yang tepat
untuk mengantisipasi terjadinya penculikan dan pembajakan di laut karena akan
menambah beban operasional kapal. Hal ini juga tidak sesuai dengan regulasi
International Maritime Organization (IMO), kecuali untuk area yang dinyatakan
highrisk.
Atas dasar itu, INSA mengusulkan agar adanya
peningkatan keamanan kawasan teritorial sesuai dengan kesepakatan bersama yang
telah dilakukan antara pemerintah RI, Filipina dan Jepang. Pengingkatan
keamanan kawasan dapat dilakukan dengan menambah armada kapal-kapal patroli,
meningkatkan jam patroli kapal dan meningkatan kerja sama dengan pemerintahan
lain seperti Filipina, Malaysia dan Jepang.
Dan untuk kasus penyanderaan ABK WNI oleh
kelompok Abu Sayyaf pemerintah Filipina harus ikut bertanggung jawab dalam
penyelesaian dan keselamatan WNI yang disandera hingga kepulangannya ke
Indonesia.
"Kita berharap solusi tersebut dapat
memberikan keamanan di wilayah teritori kita dan perbatasan antar negara
kawasan. Sehingga kegiatan perekonomian antar kawasan tidak terganggu,” ujar
Carmelita.
Carmelita menambahkan, bahwa Indonesia adalah
negara berdaulat yang seluruh keamanan di batas teritorialnya dijamin
keamanannya. Oleh karena itu, INSA mendorong agar pemerintah Indonesia dan
Filipina bisa menjamin keamanan seluruh teritori dari ancaman yang dapat
menggangu kegiatan pelayaran nasional terutama pengangkutan batubara
menggunakan tug and barge, termasuk menjamin keamanan dan kenyamanan pada saat
melakukan kegiatan ekspor menuju negara tujuan.
Pemerintah
memiliki beberapa opsi untuk mencegah terjadinya penculikan dan perampokan
terhadap anak buah kapal (ABK) agar tidak terus terulang.
Direktur
C – Badan Intelijen Strategis TNI Laksamana Pertama TNI Djajeng Tirto
mengatakan opsi itu adalah mendorong percepatan penandatanganan frame work trilateral coporative arrangement Indonesia,
Malaysia, Filipina untuk dapat diimplementasikan secepatnya. Selain itu,
peningkatan patroli keamanan di perbatasan negara.
“[Jika
terjadi penculikan] swasta tidak boleh melakukan tindakan sendirian atau
sepihak dan menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan pemerintah,” katanya dalam
diskusi dengan tema Mengamankan Jalur Pelayaran Ekspor Batubara ke Filipina
yang digelar Indonesian National Shipowners’ Association (INSA).
Director of Protection of Indonesian Nationals and
Legal Entities Overseas, Kementerian Luar Negeri, DR. Lalu Muhammad Iqbal
menyebutkan, pemerintah Indonesia telah melakukan pertemuan dengan Filipina dan
Malasyia untuk membahas keamanan antar kawasan. Pada pertemuan tersebut
Indonesia meminta adanya patroli bersama dengan Filipina dan Malaysia. Adanya
patrol tersebut diharapkan mampu menciptakan keamanan antar kawasan.
“Karakteristik penculikan itu motifnya 100 persen
finansial dan sedikiti ideologi,” tuturnya. (Siaran Pers INSA / Rhp)