Jakarta, eMaritim.com
– Sebagai tindak lanjut dari hasil Pertemuan Training MOU ke-9
antara Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan
dengan Maritime and Port Authority of Singapore (MPA Singapura) yang
telah dilaksanakan di Singapura pada tanggal 10-11 Desember 2015 yang lalu,
kedua belah pihak sepakat untuk menyelenggarakan beberapa program
pelatihan/training course, salah satunya adalah Workshop on Bunkering.
Kegiatan Workshop on Bunkering ini dilaksanakan selama 2 (dua) hari
pada tanggal 29 – 30 Agustus 2016 di Hotel Redtop Jakarta.
Dalam
pelaksanaannya, workshop tersebut
menghadirkan Trainer dari MPA Singapura, Mr. Muchamed Elfian bin
Harun yang akan berbagi pengetahuan tentang prosedur dan tata cara pengisian
bahan bakar, kondisi pasar bunker, supply chain, pembeli dan pemasok,
kegiatan bunkering, proses pembelian bahan bakar, termasuk standar
bunkering internasional untuk kualitas dan kuantitas. Selain itu, MPA
trainer juga akan memberikan informasi dan pengalaman terkait praktik bunkering di
Singapura serta hal-hal administrasi dan pengaturan
fasilitas bunkering yang dilakukan Singapura.
Kegiatan
ini dibuka oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono. Dalam
sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Sub Direktorat Patroli dan Pengamanan,
Kolonel Laut (P) Sugiharno Andreas, disampaikan bahwa Indonesia adalah negeri
yang kaya akan sumber daya seperti minyak, gas, timah, emas dan perak. Dengan
jumlah sumber daya alam yang melimpah ini membuka peluang dan kesempatan
perdagangan yang luas bagi Indonesia di dunia internasional sehingga aktivitas
pelayaran menjadi salah satu sarana kegiatan perdagangan masyarakat Indonesia
yang utama.
Sebagai
upaya mendukung perkembangan industri pelayaran tersebut, lanjut Tonny, hal
kongkrit yang dilaksanakan adalah dengan mendukung pelayanan
kegiatan bunkering atau pengisian bahan bakar. Namun
kegiatan bunkering di Indonesia saat ini masih didominasi untuk
melayani kebutuhan domestik serta melayani transportasi antar pulau-pulau.
“Kapal-kapal
asing masih enggan untuk melakukan kegiatan bunker di pelabuhan Indonesia,
karena harga bunker di dalam negeri terlalu tinggi dibandingkan dengan bunker
di pelabuhan lainnya, sehingga mayoritas kapal asing lebih memilih bunker di
Pelabuhan Singapura atau Malaysia” kata Tonny.
“Hal
ini tentunya sangat disayangkan, mengingat potensi peluang pasar bunker di
Indonesia cukup besar mencapai 2,5 juta kilo liter per tahun” lanjutnya.
Untuk
itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah
dengan ikut mendukung pertumbuhan industri bunker nasional melalui peningkatan
kapasitas Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam kegiatan tersebut, yakni
dengan menggelar Workshop Bunkering ini.
Melalui
workshop ini, Dirjen Hubla berharap agar semua peserta yang berasal dari
perwakilan kantor pusat Ditjen Hubla, Kantor Syahbandar Utama, Kantor Otoritas
Pelabuhan Utama, serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP)
Kelas I, II, dan III dapat berpartisipasi aktif dan memberikan perhatian penuh
atas materi yang diberikan sehingga dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mereka mengenai kegiatan bunkering. (Tim/Rhp)(Sumber Foto: Istimewa)