Antara Direct Call dan Strategi Bisnis -->

Iklan Semua Halaman

Antara Direct Call dan Strategi Bisnis

14 November 2016
Jakarta, eMaritim.com

Euforia sebagian wilayah di Indonesia Timur dimana daerahnya dijadikan Pelabuhan Direct Call untuk kegiatan ekspor impor harus disikapi dengan arif. Seperti yang sudah dilakukan di Makassar dan juga rencana menjadikan Balikpapan sebagai pebuhan Direct Call.
Jika shipping bussiness berpegang teguh kepada pakem Ship follows the trade kelihatannya keinginan menjadikan pelabuhan pelabuhan tersebut sebagai pelabuhan Direct Call masih harus dikaji lebih mendalam lagi.

Pengertian Direct Call dalam bisnis pelayaran adalah dimana kapal membawa muatan dari satu tempat ke tempat tujuan muatan tersebut secara langsung, tanpa singgah di pelabuan lain. Bisakah hal itu dilakukan di banyak pelabuhan di Indonesia?
Jika berkaca dari Eropa dimana ada pelabuhan pelabuhan utama yang menjadi pusat ekpor impor antar benua seperti Rotterdam, Antwerpen, Hamburg, Bremerhaven, serta Marseille dan Genoa di Selatan, maka bisa dipahami kenapa tidak semua pelabuhan disana bisa melakukan Direct Call ke Asia, Afrika ataupun Amerika.
Jawaban nya adalah masalah ketersediaan muatan balik. Itulah shipping bisnis, jika cargo tidak cukup maka mimpi menjadi Direct Call sebaiknya di kaji dengan sangat seksama.
Negara sebesar Inggris yang dahulu disebut sebagai penguasa samudra saja bisa menerima bahwa Liverpool atau London tidak bisa menjadi pelabuhan utama dan melakukan bisnis langsung dengan benua lain, mereka menerima bahwa Rotterdam, Antwerpen dan Hamburg yang ada di mainland adalah pebuhan utama Eropa.

Lalu jika pelabuhan sekelas Makassar dan Balikpapan ingin melakukan direct call ke kota kota di benua Asia apakah hal tersebut bisa? Jawaban nya adalah ketersediaan muatan di pelabuhan itu sendiri bukan ukuran besar kecilnya pelabuhan. Apabila bisa memenuhi kapal yang datang maka hal tersebut dapat dilakukan, tetapi jika hanya mengisi kurang dari 30% ruang muat kapal yang datang, maka kita harus hati hati dengan politik dagang perusahaan perusahaan yang melakukan direct call tersebut.

Ditengah badai krisis yang menerpa dunia khususnya dunia pelayaran saat ini, berbagai strategi dilakukan perusahaan pelayaran untuk menyelamatkan usahanya. Salah satunya adalah menawarkan diskon tarif untuk muatan yang diangkutnya.
Indonesia sebagai negara besar dengan penduduk diatas 250 juta jiwa tentu menjadi salah satu primadona di kawasan Asia Pasifik,tidak terkecuali bagi perusahaan pelayaran Hongkong. Dengan tingkat suku bunga yang dibawah 1 digit, akan mudah bagi perusahaan pelayaran Hongkong berkompetisi melawan perusahaan pelayaran Indonesia yang menggunakan pinjaman bank lokal dengan bunga termasuk yang tertinggi di Asia.

Belum lama ini sebuah perusahaan pelayaran Hongkong ( SITC) seperti mendapat durian runtuh di Makassar dimana PT Pelindo 4 menggandeng mereka untuk melayani ekspor dari Makassar ke Hongkong dengan skema direct call. Menurut ketua INSA Makassar Dr.Hamka SH, belakangan skema tersebut bergeser tidak lagi direct call tetapi kapal melakukan pelayaran ke pelabuhan pelabuhan lain seperti Jakarta dan kota kota di Asean sebelum ke Hongkong.
Sesuatu yang tidak kita sadari bisa membunuh perusahaan pelayaran lokal di Indonesia, dimana sebenarnya selama ini sudah dengan baik dilayani oleh mereka dari Makassar ke pelabuhan ekspor di Surabaya ataupun Jakarta. Pengangkutan muatan antar pulau di Indonesia di lindungi dalam azaz Cabotage yang mana harus dilakukan oleh perusahaan nasional Indonesia dengan kapal ber bendera Indonesia. Apabila dengan skema direct call yang multi port seperti dilakukan oleh SITC terus diberlakukan di Indonesia, maka semangat industri pelayaran yang sedang giat dengan program beyond cabotage seperti akan mati ditelan startegi bisnis perusahaan pelayaran asing.

Kejelian pemerintahan Jokowi-JK dalam menyikapi hal ini harus benar benar dilandasi oleh semangat memajukan industri maritim, lupakan keuntungan sesaat dan sepihak  atau dunia maritim kita akan kembali tenggelam di dasar lautan.(ZAH)