Navigasi , Buoy dan Kapal Perawat Buoy di Indonesia -->

Iklan Semua Halaman

Navigasi , Buoy dan Kapal Perawat Buoy di Indonesia

28 Desember 2016

Jakarta 28 Desember 2016, eMaritim.com

Kemarin Selasa (27/12) kapal Pengamat Perambuan KN Enggano diresmikan pemakaian nya oleh Kementrian Perhubungan Laut, dalam peresmian tersebut Dirjen Hubla menjelaskan bahwa kapal sudah di serah terima dari Galangan Multi  Prima Batam pada 27 Oktober 2016 bersama KN Pengiki, dan KN Karimun Jawa (total 3 unit kapal pengamat perambuan). Sementara 2 kapal sejenis lainnya KN Benggala dan KN Bepondi sudah diluncurkan di Bulan Juli 2016 dari
Galangan Citra juga di Batam. Kapal-kapal tesebut adalah dari jenis Kapal Pengamat Perambuan yang bernilai masing masing Rp.32 Milyard per kapalnya.

Sementara kapal Navigasi yang lebih besar juga sedang dibangun di Palindo Batam sebanyak 5 unit bernilai masing masing Rp. 123 Milyard per kapal dengan panjang 60 meter, lebar 12 meter dan kedalaman 4,7 m dengan maksimum speed 15 knots, kapal sejenis juga dibangun di Galangan Citra Shipyard Batam senilai 233.7 Milyard untuk 2 unit.

Secara total sejak 2015 kapal Navigasi yang dibangun berjumlah 20 unit dengan rincian sebagai berikut:
- Galangan Dumas Surabaya 4 unit, masing masing Rp.123 Milyard
- Galangan Orela Gresik 1 unit Rp.123 milyard
- Galangan Palindo Batam 5 Unit, masing-masing 123 Milyard
- Galangan Multi Prima Batam, 3 unit masing-masing Rp.32 Milyard
- Galangan Citra Batam 2 unit masing-masing Rp.32 Milyar dan 2 unit masing-masing Rp.123 Milyard.
- Galangan Multi Ocean Tanju Balai Karimun 2 unit, masing-masing Rp. 123 Milyard.
- Galangan di Makassar 1 unit Rp.123 Milyard.

Sampai tahun 2017 rencananya Indonesia akan membangun100 kapal.

Untuk melihat lebih jauh peran kapal Navigasi itu sendiri, eMaritim.com mengajak pembaca untuk melihat lebih luas arti Navigasi dalam konteks pelayaran kapal. 

Pada zaman sebelum peralatan Navigasi elektronik ditemukan, peralatan navigasi yang ada diatas kapal adalah Peta, Sextant, Azimuth Finder, Topdal dan Teropong. Semua peralatan tersebut digunakan untuk membantu para Navigator melihat suatu objek sebagai referensinya, baik yang di angkasa (Matahari, Bintang, Planet ,Bulan, Rasi Bintang) yang semuanya diukur menggunakan Sextant dengan bantuan perhitungan memakai Almanak Nautika. Sementara untuk pelayaran yang relatif dekat dengan pulau, maka posisi kapal di dapat dengan melakukan baringan (referensi) menggunakan Azimuth Finder terhadap objek di darat berupa, tanjung, gunung, Mercusuar, atau baringan terhadap sebuah pulau kecil.
Navigator handal sudah dibekali ilmu yang diajarkan pada sekolah
Pelayaran Besar (setingkat Akademi keatas) berupa Ilmu Astronomi, Ilmu
Bintang, dan bahkan Pelayaran Great Circle (Lingkaran besar) untuk pelayaran lintas samudra dan juga Ilmu Palayaran Datar untuk bernavigasi dekat dengan pulau.
Generasi Navigator di masa ini dikenal sangat handal dalam melayarkan kapalnya walaupun peralatan navigasi seadanya. 

Selanjutnya dengan perkembangan zaman maka peralatan Navigasi diatas kapal meningkat lagi dengan adanya Radar, Echo Sounder, SatNav (sebelum era GPS), Radio VHF dan terakhir yang sangat revolusioner adalah dengan di berikannya izin kepada pelayaran niaga menggunakan GPS pada awal tahun 90an oleh Amerika (sebagai pemilik satelit). Sementara sebagai referensi didarat/ di air manusia membuat Sarana Bantu Navigasi pelayaran berupa Mercusuar(di tanah), Buoy , dan Racon Buoy di air . Sampai disini bisa dipahami bahwa semua Sarana yang ada diatas adalah untuk menjamin keselamatan pelayaran yaitu Kapal dan Pelautnya ( Pemeran Utama dalam Lakon Navigasi).

Alat navigasi Tradisional seperti Sextant, Azimuth Finder, Teropong, Topdal dan SBNP Ciptaan Tuhan yang ada di darat/air serta di angkasa tidak memerlukan perawatan dan gratis digunakan.
Sementara Buoy, seperti juga Mercusuar, Tanjung, Pulau, Gunung, Gosongan adalah salah satu Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di darat yang hanya bisa di dapat faedahnya apabila diatas kapal ada alat untuk mengukurnya, yaitu Radar atau Azimuth Finder. Sementara pada saat yang sama Navigator juga selalu bisa mendapatkan posisi lewat GPS dengan Referensi minimum 2 satelit di angkasa.

Navigator yang profesional akan selalu mendapatkan cara untuk mengetahui posisi kapalnya setiap saat. Keberadaan buoy tentunya akan membantu walaupun bukan sesuatu yang mutlak.

Diawal zaman pertama kali Buoy diperkenalkan untuk navigasi, buoy dibuat dari bahan besi yang kedap sehingga bisa terapung di air. Dengan komposisi di bawah buoy/ di bawah air terdiri dari Segel, Rantai, Swivel, Kenter Link, dan Sinker/ Jangkar sebagai pemberat agar buoy tidak hanyut terbawa angin dan arus maka secara berkala buoy perlu dirawat atau bahkan di ganti. Belakangan, bahan dari buoy itu sendiri sudah mulai berubah dari besi menjadi bahan Sejenis plastik Polyurethane sehingga masa pakai dari buoy itu sendiri jauh lebih lama bisa puluhan tahun.

Pemasangan 1 set buoy navigasi untuk kedalaman air sekitar 30 meter berkisar di angka Rp.1 -1,5 milyard  dengan masa pakai diatas 20 tahun selama tidak tertabrak kapal. Perawatan bisa dilakukan 1 tahun sekali untuk melihat Batterei,  sambungan segel, swivel, kenter link dan sinkernya jika perlu. Ini bisa dilakukan oleh pemilik buoy itu sendiri yang dalam hal diatas adalah Disnav atau lembaga lain yang hanya dibayar untuk merawat itu secara berkala.

Kembali ke judul diatas dan merangkainya dengan penjelasan soal arti Navigasi, bahwa sekarang kita disuguhkan berita HUBLA membeli kapal-kapal dinas Navigasi yang akan dipakai merawat buoy, sebagai 1 dari 5 atau lebih SBNP di darat/air dimana keberadaan SBNP tersebut untuk membantu kapal berlayar secara aman.Pengadaan kapal kapal tersebut sudah pasti akan menimbulkan biaya operasional seperti Solar, Gaji crew, Sertifikat, Makan Crew, Maintenance dan Docking Secara Berkala. Apabila pengadaan kapal Navigasi memakan biaya sampai Trilyunan rupiah, sebentar lagi kita akan melihat berapa biaya operasional kapal kapal tersebut serta biaya perawatannya. Sementara jika membeli buoy dan menyerahkan perawatan kepada pihak ke 3, maka Distrik Navigasi HUBLA  tidak usah repot repot memiliki ratusan kapal.

Masih ada kapal KPLP yang kalau mau dioptimalkan fungsinya bisa sekalian sebagai kapal perawat buoy, sehingga pemerintah juga tidak usah dibebankan oleh biaya operasional dan perawatan kapal kapal tersebut nantinya. Atau bisa juga sekalian beli 1000 buoy dan ganti secara berkala, nilainya masih jauh lebih kecil ketimbang memiliki kapal tersebut.(zah)