Tanggapan IKPPNI Pada Hari Terakhir Pencarian Korban Zahro Ekspress -->

Iklan Semua Halaman

Tanggapan IKPPNI Pada Hari Terakhir Pencarian Korban Zahro Ekspress

07 Januari 2017
Balikpapan 7 Januari 2017, eMaritim.com

Hari ini Sabtu 7/1/17 adalah batas hari terakhir pencarian korbang terbakarnya KM Zahro Ekspres oleh tim SAR. Hal ini sesuai Pasal 34 ayat 1 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan yang menyebutkan bahwa "Pelaksanaan Operasi Pencarian dan Pertolongan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama tujuh hari". Jika tidak ada perubahan perintah dari kepala Basarnas Marsekal Madya Bambang Soelistyo maka tim SAR akan menyetop pencarian. Hingga kini data dari Kemenhub, penumpang KM Zahro Ekspress berjumlah 184 orang. Korban selamat berjumlah 130 orang. Sementara, korban meninggal dunia yang tercatat hingga Rabu (4/1/2016) adalah 24 orang. Sisanya, masih dinyatakan hilang.

Menanggapi kecelakaan tersebut, eMaritim mewawancarai ketua Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia Captain Dwiyono Soeyano, berikut petikan nya:

eMaritim :
Apa penilaian Bapak terhadap kementrian Perhubungan Laut atas peristiwa kecelakaan KM. Zahro Express?   

Capt. Dwiyono :
Istilah TOP MANAGEMENT AS ROLE MODEL bagi semua pihak terkait yang terlibat dalam lingkaran industri perkapalan belum tercermin. Perangkat UU nya sudah ada, namun masih lalai dalam implementasinya dikarenakan intervensi negatif yang timbul akibat suasana kepemimpinan tingkat tingggi sebagai posisi jabatan politis yang dihalalkan justru menjebak tidak profesional.
Yang jadi korban adalah publik pengguna jasa Transportasi Laut yang awam akan aturan keselamatan pelayaran. Hal ini terjadi karena ketidak pahaman pegawai ASN yang tidak kompeten di bidangnya namun dipaksakan untuk jalankan amanah jabatan untuk melayani publik.
"Stop killing innocent public due to legitimate negligence on safety in sea transportation.Respect to human lives as public use".
                                           
eMaritim :
Ada 3 bagian penting dalam menjamin keselamatan pelayaran :Regulator, Perusahaan Pelayaran, SDM Pelaut. Berikan tanggapan anda untuk masing2 pihak tersebut :

Capt. Dwiyono :
1.Regulator    
Didalam segala hal pengelolaan kegiatan termasuk keselamatan, kita semua sudah memahami prinsipnya : START FROM TOP TO BOTTOM. Pihak TOP dalam keselamatan pelayaran dipegang REGULATOR. Kunci pengelolaan keselamatan pelayaran harus mulai dari sini. Komitmen di lini ini mandul diakibatkan minim individu profesi di bidang yang tepat duduk pada posisi regulator mulai dari pimpinan tertingginya.

2. Perusahaan Pelayaran
Ijin yang diberikan sebagai SIUPAL banyak yang diberikan sembarangan dan tidak berdasarkan persyaratan yang ketat berdasarkan profesionalisme, dan ini berdampak pada  orientasinya melulu keuntungan financial. Sikap demikian terwariskan turun temurun karena para pengusaha petualang melihat celah mandulnya komitmen penegakkan aturan disisi Regulator mulai tingkat jabatan paling tinggi.

3.SDM Pelaut                             
SDM pelaut NKRI sebagai insan pelaku profesi sebenarnya sudah terbukti mumpuni bila sistem pembekalan pendikannya  baik dan jaminan remunerasi yang fair. Ini terbukti bahwa perusahaan pelayaran Internasional peminatannya sangat tinggi terhadap Pelaut Indonesia, baik tingkat Perwira maupun tingkat Rating. Jadi, intinya mutu elemen pelaut itu bergantung  pada pembekalan dari dan kontrol Regulator dan juga perlakuan dari Perusahaan Pelayaran.

Tidak disadari oleh Regulator transportasi laut bahwa banyak demand yang diluar standard IMO dalam industri terkait di Indonsesia ini dalam praktek menjaga keselamatan laut dan perairan justru para praktisi-praktisi SDM Laut diluar Regulator yang lebih ketat menegakan SOP untuk keselamtan kerja.
Ini perlu di catat oleh Regulator.

eMaritim.com :
Tahukah anda bahwa siapapun boleh menjadi Syahbandar?     

Capt. Dwiyono :
Secara pribadi saya tahu hanya sebatas mendengar dari rekan-rekan satu profesi.
Bila ini memang terjadi, artinya Regulator dalam hal ini jelas telah  lalai dalam mentaati dan melaksanakan UU no.5 tahun 2014 tentang ASN.     
                         
eMaritim : 
Apakah ini baik? Karena jika mengacu kepada UU No. 5 Tahun 2014, UU 17 Tahun 2008 dan PP No. 51 Tahun 2012. Disebutkan jelas mengenai kompetensi dan kualifikasi untuk aparat sipil negara dalam hal ini Perhubungan Laut ?

Capt. Dwiyono :
Tidak perlu dipertanyakan lagi baik atau tidak. Bagaimana anda bisa menyapu lantai dengan bersih bila anda melakukannya dengan basa basi nurani, tidak sehat waktu menyapu dan sapu di tangan yg kotor?
         
eMaritim.com :
Apakah pencopotan syahbandar Muara Angke anda nilai benar?  

Capt. Dwiyono :
Pencopotan adalah sangsi sedehana yang lumrah sebagai sangsi jabatan. Saya yakin bila malapetaka seperti ini terjadi di Jepang, sebelum menunggu sangsi si pejabat  yang dipercayakan pasti  langsung mundur. Bahkan yg terburuk bisa harakiri sebagai tindakan kehormatan.
                             
eMaritim :
Menurut anda selain syahbandar yang di copot, siapa lagi yang bertanggung jawab terhadap masalah ini?     

Capt. Dwiyono :
Pertanyaan ini sebenarnya hanya untuk mempertegas, siapa pucuk tanggung gugat atas masalah ini.
Sudah dapat di jawab juga dengan suatu pertanyaan: SIAPA TOP MANAGEMENT menyangkut masalah ini?    
                              
eMaritim :
Kenapa demikian mohon penjelasan secara mendetail?     

Capt. Dwiyono :
Singkat namun rinci: "Top Management committed  to good and clean management, others will respect to follow with heart".

Demikian pendapat yang dapat kami sumbangsihkan secara singkat atas pertanyaan-pertanyaan yang di sajikan, dengan maksud sebagai asupan yg sehat untuk pihak yang memerlukan, terutama demi transportasi laut yang memang tetap memiliki motto "safety is not last priority, no matter the cost is consider we respect on safety of human life is priority".

"With that motto, we as human being deserve to have sincere respect from others as return".

Salam Perwira,
DS
Ketua IKPPNI (jan)