KPI Mendesak Pemerintah Segera Terbitkan Juklak Ratifikasi MLC 2006. -->

Iklan Semua Halaman

KPI Mendesak Pemerintah Segera Terbitkan Juklak Ratifikasi MLC 2006.

02 Mei 2017

Jakarta 2 May 2017, eMaritim.com

Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak pemerintah segera menerbitkan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) sebagai implementasi UU No.15/2016 tentang Ratifikasi Konvensi Pekerja Maritim atau Maritime Labour Convention (MLC) yang telah disahkan DPR pada September 2016.
"Juklak dan juknis ini sangat diperlukan untuk mengimplementasikan dan mematuhi semua ketentuan yang tercantum dalam MLC, sehingga kapal-kapal Indonesia tidak terkena sanksi dalam pelayaran di luar negeri karena tidak melaksanakan ketentuan MLC," kata Presiden KPI Capt. Hasudungan Tambunan di Jakarta.

Dikatakan, dalam menerapkan konvensi yang ditetapkan ILO (International Labour Organization) tahun 2006 itu, pemerintah harus lebih fokus pada upaya memberikan jaminan perlindungan bagi pelaut yang bekerja dikapal-kapal asing dan jaminan kesejahteraan maupun hak-hak normatif bagi pelaut yang bekerja kapal-kapal berbendera Indonesia di pelayaran domestik maupun internasional.

 "Aturan perekrutan dan penempatan pelaut  sudah diatur secara jelas dan terperinci dalam MLC dan sudah pula diterapkan oleh perusahaan asing yang mempekerjakan mereka. Jadi, juklak dan juknis UU 15/2016 bukan untuk pelaut yang bekerja di luar negeri, tapi khusus untuk pelaut yang bekerja di kapal-kapal merah putih," tegasnya.

Menurut Capt. Hasudungan, saat ini sudah banyak ketentuan nasional yang merujuk pada MLC. Misalnya Peraturan Menteri Perhubungan No.84/2013 tentang perekrutan dan penempatan awak kapal di dalam dan luar negeri. Aturan ini jangan diubah lagi, karena sudah baku dalam ketentuan internasional, justru seharusnya PM No. 84/2013 tersebut ditingkatkan statusnya menjadi Peraturan Pemerintah (PP) sehingga tidak bersifat sektoral .

"Kementerian Ketenagakerjaan jangan egois dan arogan dengan membuat aturan baru yang justru bertentangan, atau bahkan bertabrakan dengan aturan nasional maupun internasional yang sudah ada," tegasnya.
Dalam meratifikasi MLC, Hasudungan menyebutkan ada 13 jenis perlindungan dan kesejahteraan bagi pelaut. Tapi MLC mensyaratkan suatu negara minimal wajib melaksanakan 3 jenis perlindungan untuk pelaut. 
Menurut dia, Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk memastikan bahwa semua perusahaan pelayaran nasional secara patuh melaksanakan tiga jenis Perlindungan, yaitu Perlindungan Kesehatan, Perlindungan Kecelakaan dan Hak atas Asuransi.  Ketiganya itu sudah diatur dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan Jaminan asuransi.

"KPI sudah berkali-kali meminta agar setelah diratifikasi maka  MLC harus menjadi lex specialis (aturan khusus) hubungan industrial bagi pelaut Indonesia yang bekerja dalam pelayaran domestik maupun internasional.  Dengan demikian tata aturan hubungan industrial pelaut hanya bersumber dari satu rujukan hukum yang pasti. 

Jangan seperti yang terjadi selama ini yang dengan berbagai produk hukum malah mempersulit pelaut untuk mendapatkan hak-hak dasar perlindungan dan kesejahteraannya," ujarnya.
Ia membenarkan, bahwa 3 kementerian dan 1 Dirjen, yakni Kementerian Ketenagakerjaan sebagai leading sector, Kementerian Perhubungan, Perindustrian, serta Dirjen Keimigrasian telah bertemu untuk mulai menyusun Juklak/Juknis MLC. Namun ia juga meminta agar semestinya, para stakeholders terkait turut diundang untuk didengar pendapatnya. Jangan sampai suatu aturan untuk kepentingan publik dibuat hanya oleh satu pihak (pemerintah) tanpa melibatkan unsur tripartite lainnya.  Ia juga mengingatkan bahwa MLC sebagai produk ILO juga dibuat melalui konsultasi tripartite internasional yang melibatkan pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja.

Hasudungan juga mengingatkan bahwa UU 15/2016 memerintahkan juklak dan juknis harus diterbitkan paling lambat setahun setelah diundangkan dalam lembaran negara.
Selain itu Hasudungan menambahkan pemerintah perlu segera mendorong dan memfasilitasi pertemuan tripartit sektoral nasional (serikat pekerja pelaut/KPI, pengusaha pelayaran (INSA), dan pemerintah (Kemnaker dan Perhubungan) untuk membahas serta menyepakati standar upah sektoral bagi pelaut.(Jan)