Menunggu Pemerintah untuk Berlakukan Kebijakan Ratifikasi Arrest of Ship -->

Iklan Semua Halaman

Menunggu Pemerintah untuk Berlakukan Kebijakan Ratifikasi Arrest of Ship

31 Juli 2017
eMaritim.com 31 Juli 2017

Aturan turunan dari Inpres no. 5 tahun 2005 tentang kebijakan Arrest of Ship sampai saat ini masih belum terealisasi, walaupun itu sudah masuk dalam Renstra Kementerian Perhubungan cq. DJPL.


Tingginya bunga pinjaman bank di Indonesia untuk pembelian kapal ataupun pembuatan kapal masih menjadi salah satu kendala utama mandeknya kemajuan industri perkapalan di Indonesia. Salah satu siasat yang bisa dijadikan solusi adalah pemberlakuan kebijakan Arrest of Ship sesuai ketentuan Konvensi. Dengan aturan tersebut, perusahaan pelayaran dapat mencari pendanaan dari bank asing karena adanya jaminan dari pemerintah apabila perusahaan tersebut mangkir dari kewajibannya membayar maka kapal akan bisa ditahan tanpa melalui proses pengadilan yang lama dan rumit.

Sangat sulit mengharapkan perbankan dalam negeri bisa memberikan pinjaman dengan suku bunga serendah bank asing  dalam waktu dekat karena banyak faktor. Hal inilah yang menjadikan perusahaan pelayaran Indonesia sulit berkompetisi dengan pelayaran asing yang membeli kapalnya dengan suku bunga sangat rendah.

Sebagai organisasi perusahaan pelayaran di Indonesia,  INSA selama ini konsisten menagih pemerintah untuk segera membuat aturan turunan dari Inpres no. 5 tersebut. Efek domino dari diberlakukannya aturan tersebut akan sangat baik untuk industri secara umum dan terciptanya lapangan kerja untuk SDM Pelaut Indonesia. Apabila ditambah dengan ketetapan kebijakan ekspor barang dalam skema CIF,  maka kedua hal tersebut bisa menjadi stimulus ampuh membangkitkan kejayaan pelayaran Indonesia dengan kembali memiliki FLAG SHIP yang bisa berlayar keliling dunia dengan muatan ekspor impor melimpah.

Pemerintah Indonesia sudah menerapkan kebijakan Azaz Cabotage yang tertuang dalam Inpres no.5 tahun 2005 dan diperkuat dengan Undang-Undang Pelayaran no.17 tahun 2008 dimana industri pelayaran sudah berkembang dengan cukup baik setelah adanya kebijakan tersebut.
Tetapi pelayaran tersebut umumnya adalah pelayaran lokal.

Sementara untuk pelayaran Internasional, masih sangat minim. Dibutuhkan penanganan dalam kerangka nasional dan melibatkan beberapa kementrian untuk mengembalikan kejayaan armada nasional seperti masa masa tahun 80an. http://www.emaritim.com/2016/10/mengembalikan-kejayaan-maritim.html?m=1

Jalan pintas mengangkat sektor logistik dengan menggandeng pelayaran asing tidak bisa berlama lama, karena lambat laun akan membunuh perusahaan pelayaran nasional yang akan juga berdampak hilangnya lapangan pekerjaan SDM sektor ini. Tidak bisa serta merta pemerintah mengatakan biaya pengapalan lewat perusahaan nasional lebih tinggi dari perusahaan asing tanpa membuat kebijakan yang baik untuk mengatasi hal tersebut.

Apabila perusahaan pelayaran nasional bisa tumbuh dan melayani kegiatan ekspor impor indonesia, ada sekitar 18 miliar USD setahun yang bisa diselamatkan dari bocornya nilai ekspor impor indonesia selama ini dari sektor jasa transportasi laut. Sebuah nilai fantastis yang akan terus bergulir sepanjang masa sampai majunya ekonomi makro negara ini, sehingga pada akhirnya perbankan memiliki kekuatan yang sama dengan negara tetangga dalam memberikan pinjaman. Atau mungkin pemerintah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih hebat lagi dengan mendirikan Bank Maritim, Universitas Maritim dan Menteri Maritim untuk Negara Maritim ini ?(Capt. Zaenal A Hasibuan)