Jakarta,
eMaritim.com – Dianggap
sebagai ladang basah dalam proyek yang di pegang oleh Direktorat Jendral
Perhubungan Laut Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) di Kementerian Perhubungan
(Kemenhub). Direktur Namarin Siswanto Rusdi menilai Ditjen Hubla terlalu banyak
menangani proyek terkait perhubungan laut, sehingga berpotensi menjadi sumber
korupsi, termasuk program subsidi tol laut.
“Ditjen Hubla mengurusi terlalu banyak proyek.
Situasi ini dapat memantik terjadinya korupsi, apalagi dananya sangat
besar," jelas Direktur Namarin Siswanto Rusdi seperti dikutip Okezone.com.
Baru-baru
ini telah disepakati pinjaman sekitar Rp40 triliun dari Jepang untuk
pembangunan pelabuhan Patimban. Hubla juga sedang menangani subsidi tol laut
dan bahkan tengah mengajukan anggaran untuk membangun 100 kapal untuk mendukung
tol laut ini.
Dia
menambahkan proyek-proyek lainnya yang ditangani Ditjen Hubla antara lain
proyek-proyek Unit Pelayanan Teknis (UPT) pelabuhan-pelabuhan di Indonesia yang
jumlahnya lebih dari 1.000 pelabuhan, sabuk Nusantara, proyek pengembangan
pelabuhan. “Bahkan 2/3 dari total karyawan di Kemenhub adalah pegawai di Ditjen
Hubla, karena di direktorat ini ada syahbandar di berbagai pelabuhan, pegawai
di pelabuhan UPT, belum lagi Otoritas Pelabuhan,” tuturnya.
Terkait
dengan proyek-proyek yang ditangani Ditjen Hubla ini, lanjut Siswanto, sangat
rentan menjadi sumber korupsi. Khususnya untuk proyek tol laut yang memerlukan
subsidi hingga Rp355 miliar tahun ini, secara kebijakannya saja sudah koruptif.
“Bayangkan
saja, untuk menjadi penyelenggara tol laut, Pelni dan perusahaan pelayaran
swasta lainnya yang ditunjuk dan memenangkan tender, harus memiliki kapal
sendiri. Bahkan Kemenhub berencana membangun 100 kapal. Misalnya untuk 1 kapal
saja biayanya Rp50 miliar, berarti perlu anggaran subsidi khusus pengadaan
kapal tol laut Rp5 triliun,” tuturnya.
Padahal,
lanjut Siswanto, pengadaan kapal seperti ini tidak perlu, karena dapat
memanfaatkan atau menyewa kapal-kapal milik pelayaran swasta. “Penentuan
pemenang tender tol laut juga sangat rentan dari tindakan koruptif,” tuturnya.
Untuk
penunjukkan trayek tol laut pun, dinilai Siswanto tidak tepat, karena sebaiknya
diserahkan saja kepada pelayaran swasta yang sudah ada di trayek yang
ditentukan dan tinggal melanjutkan ke rute terdekat dari trayek yang sudah
dikomersilkan oleh pelayaran swasta.
“Dengan
demikian tak perlu subsidi seperti saat ini. Sebaiknya bentuk subsidinya adalah
subsidi bunker, subsidi di biaya pelabuhan. Tidak perlu pengadaan kapal, pakai
saja kapal yang ada milik swasta, sewa saja, sehingga bisa memberdayakan
pelayaran rakyat karena untuk trayek tertentu perlu dilanjutkan ke
daerah-daerah terpencil yang hanya bisa menggunakan kapal kecil milik pelayaran
rakyat,” tutur Siswanto.
Menurutnya,
dengan sistem tol laut seperti sekarang ini, tidak efektif dari sisi anggaran,
dimana subsidi harusnya berkurang setiap tahun, ini malah bertambah. Selain
itu, penunjukkan trayek tol laut juga sudah merusak pasar, karena tumpang
tindih dengan pelayaran swasta.
“Tolong
ditinjau ulang saja program ini, implementasinya kurang tepat meski tujuannya
sangat bagus untuk mengurangi disparitas harga di wilayah Timur Indonesia dan
di daaerah-daerah terpencil lainnya di Indonesia,” ucap Siswanto
Wakil Ketua
kPK Basaria Pandjaitan dalam keterangan pers di kantor KPK pada Kamis malam
mengumumkan telah melakukan OTT terhadap Dirjen Perhubungan Laut Kementerian
Perhubungan, ATB. KPK menyita uang Rp 20,74 miliar dalam OTT tersebut yang
disimpan di dalam 33 tas. Tas berisi uang ditemukan sebagian besar di ruang
kerja ATB di Kemenhub.
Suap
diberikan agar salah satu perusahaan swasta memenangkan tender pengerukan
pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.
KPK pun
berjanji akan terus mendalami kasus ini. Tidak menutup kemungkinan, menurut
Basaria, pengerukan ini untuk mendukung Pelabuhan Tanjung Emas dalam program
tol laut. "Itu yang sedang kita pilah sekarang. Harap bersabar ya,"
ujar Basaria. (*/Okezone.com)