Indonesia, Negara Kepulauan yang Berusaha Menjadi Negara Maritim Kembali. -->

Iklan Semua Halaman

Indonesia, Negara Kepulauan yang Berusaha Menjadi Negara Maritim Kembali.

30 Agustus 2017
Jakarta 30 Agustus 2017, eMaritim.com



Pertanyaan menarik yang bisa dilempar kepada khalayak umum negeri ini yang sedang panas dingin menebak kemana arahnya pembangunan pemerintah dengan program Tol Laut dan Poros Maritim nya adalah :
Apakah Indonesia ini negara Maritim atau negara Kepulauan ?

Dalam sebuah diskusi Komunitas Berdarah ASIN (istilah untuk orang orang yang hidup/pernah hidup menjadi Pelaut, TNI AL, ataupun Bersekolah di sekolah Pelayaran) di Jakarta Timur semalam, dapat ditarik beberapa hal menarik mengenai pemahaman pemahaman dasar tentang Maritim dan Kelautan.

Kolonel Laut Rony Turangan menjelaskan :
"Negara maritim tidak sama dengan negara kepulauan, Indonesia menurut HUKLA 1982 adalah negara kepulauan (archipelagic state) yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam konvensi HUKLA diantaranya luas laut banding luas darat tidak kurang 1:1 dan tidak lebih dari 9:1, selain itu jarak antar pulau yang dapat dihubungkan dengan garis pangkal untuk menyatukan wilayah Indonesia tidak boleh lebih 100 mil, dengan kekecualian boleh sampai 125 mil".

Sementara negara maritim adalah negara yg mampu memanfaatkan laut, walaupun negara tersebut mungkin tidak punya laut, tetapi punya kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut, baik ruangnya maupun kejayaan alamnya dan letak nya yang strategis.

Dikutip dari Blog Laksamana Madya (purn) Soleman B Ponto, mantan Kepala BAIS :
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Katamaritim /ma·ri·tim/a berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut; jadi, secara umum kata Maritim mengindikasikan tentang penggunaan dari laut berupa pelayaran dan perdagangan untuk kepentingan ekonomi.

Demikian pula menurut Hukum Maritim (Maritime Law), menurut kamus hukum “Black’s Law Dictionary”, adalah hukum yang mengatur pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan orang melalui laut, kegiatan kenavigasian, dan perkapalan sebagai sarana / moda transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan yang terkait langsung dengan perdagangan melalui laut yang diatur dalam hukum perdata / dagang maupun yang diatur dalam hukum publik .

Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.

Banyak negara kepulauan yg tidak atau belum menjadi negara maritim karena belum mampu memanfaatkan lautnya dalam kekuasaannya. Sebaliknya banyak negara yg tidak punya laut atau lautnya sedikit tetapi mampu manfaatkan laut tersebut untuk kepentingannya.
Nah apakah Indonesia negara maritim ? Kita sedang menuju kearah sana , arah dimana kakek moyang kita yang seorang pelaut pernah merajai lautan.



Lalu mana yang benar antara Pakem Ship follows the trade atau Ship promotes the trade ?

Capt W.P Lumintang seorang mantan Nakhoda kapal lulusan AIP angkatan 7 menjelaskan:
"Kapal di bangun hanya dengan satu tujuan yaitu mengangkut komoditi dan bukan sebagai alat promosi. Untuk pemerataan, pemerintah menciptakan perusahan pelayaran utk melayari rute2 yg tidak dilayari swasta karena tidak ekonomis.  Di Indonesia dahulu dikenal dengan nama Pelayaran Perintis dan juga Pelni. Keduanya di subsidi pemerintah.

Peserta lain Budhi Sambarani mengatakan:
"Kapal selalu mengikuti trade yang ada, gak masuk akal bila kapal yang mempromosikan trade itu sendiri, ship owner akan memperhitungkan faktor resiko bila melakukan hal ini, Menurut saya tol laut akan berhasil bila pemerintah bisa menciptakan hinterland di setiap pulau sehingga trade tidak terkonsetrasi hanya di satu pulau (jawa), shipping cost akan lebih murah bila ada muatan di setiap trip yang dilakukan kapal. Hal lain yang menunjang tol laut adalah payung hukum yang berpihak kepada National Ship Owner dalam hal pembelian kapal ,sehingga CAPEX (Capital Expenditure) kapal tidak memberatkan shipping cost. OPEX ( Operational Expenditure)  juga harus di-improve seperti pemakaian bahan bakar gas, hull yang ekonomis desainnya, Crew yang effisient dan faktor lainnya, sehingga combinasi CAPEX dan OPEX dari pelayaran bisa sekecil mungkin.

Sebuah ilustrasi yang mudah dicerna, tanpa alasan membawa atau mengambil muatan (penumpang), kapal tidak akan pernah berlayar meninggalkan pelabuhan.
Cara membuat kapal ramai berlayar adalah dengan menciptakan perdagangan (niaga). Negara harus mampu membuat neraca komoditas masing masing pulau. Buatkan pabrik pabrik yang bisa mengolah hasil bumi pulau yang bersangkutan, maka akan ada orang hidup di sana. Dengan hidupnya orang di pulau tersebut, mereka butuh barang dari tempat lain. Untuk Kapal menjadi menarik membawa barang ke pulau tersebut, karena disana sudah ada pabrik yang menghasilkan muatan untuk kapal kembali ke berlayar ke tempat berikutnya. Mudah kan ?

Terasa mudah mendengar penjelasan dari mereka yang sudah menjadi Insan Maritim selama puluhan tahun, mereka memilih jalan hidup maritim secara sukarela semenjak mereka berusia belasan tahun dan memutuskan bersekolah dan mendedikasikan hidup mereka buat apa yang mereka cintai, kehidupan maritim. Masukan tersebut bisa berbeda apabila diisi muatan kepentingan dibelakangnya. Tidak heran pemerintah sibuk membangun Kapal dan Pelabuhan , tetapi Indutri / niaga di pulau-pulau Indonesia Timur masih belum digenjot.(Capt.Zaenal Arifin Hasibuan)