Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno | Istimewa |
Jakarta, eMaritim.com – Aksi mogok
kerja oleh Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SPJICT)
sejak tanggal 3 Agustus lalu, membuat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Rini Soemarno keheranan. Pasalnya, jajaran direksi JICT telah mempekerjakan
kembali para pekerjanya tertanggal 7 Agustus lalu.
Menteri Rini mengatakan,
perpanjangan kontrak kelola JICT ini akan berdampak positif bagi semua pihak,
baik bagi Pelindo II maupun bagi negara. Namun, di sisi lain, Menteri Rini
menemukan satu klausul antara pihak direksi dengan pihak SPJICT yang menjadi
alasan para pekerja menolak perpanjangan kontrak.
“Jika JICT dibubarkan maka para
karyawan akan mendapat uang pesangon selama 10 tahun,” ungkap Menteri Rini
Soemarno.
Rini mencurigai klausul tersebut
yang membuat para pekerja menolak perpanjangan kontrak. Karena dengan kontrak
tidak diperpanjang, JICT akan dibubarkan dan para pekerja mendapatkan pesangon
selama 10 tahun.
Menyikapi pernyataan Menteri Rini,
SPJICT membantah pernyataan Meneg BUMN terkait soal karyawan JICT akan mendapat
pesangon 10 tahun jika JICT tidak diperpanjang kontraknya alias bubar.
Sekretaris SPJICT Firmansyah
mengatakan, tidak ada klausul yang menyatakan Pekerja akan mendapat pesangon 10
tahun jika JICT tidak diperpanjang. Pekerja mengecam pernyataan Menteri Rini
yang tidak didasari data valid.
“Tidak ada klausul yang menyatakan
pekerja akan mendapat pesangon 10 tahun jika JICT tidak diperpanjang,” tegas
Firmansyah seperti dikutip beritatrans.
JICT merupakan entitas anak
perusahaan BUMN Pelindo II yang sudah ada sebelum diprivatisasi Hutchison Port
tahun 1999. Sebelumnya, JICT bernama Unit Terminal Peti Kemas (UTPK) dan
beroperasi sejak tahun 1978. Firmansyah menambahkan, logika Meneg BUMN yang
menyatakan jika JICT tidak diperpanjang lalu akan bubar, patut dipertanyakan
apa niatnya.
“Karena jelas dicantumkan dalam
kontrak privatisasi tahun 1999 bahwa JICT harus kembali menjadi milik Indonesia
jika tidak diperpanjang kontraknya dengan HPH,” pungkas Firmansyah. (*)