Menteri Rini Heran, SPJICT Mogok Kerja -->

Iklan Semua Halaman

Menteri Rini Heran, SPJICT Mogok Kerja

09 Agustus 2017


Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno | Istimewa

Jakarta, eMaritim.com – Aksi mogok kerja oleh Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SPJICT) sejak tanggal 3 Agustus lalu, membuat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno keheranan. Pasalnya, jajaran direksi JICT telah mempekerjakan kembali para pekerjanya tertanggal 7 Agustus lalu.

Menteri Rini mengatakan, perpanjangan kontrak kelola JICT ini akan berdampak positif bagi semua pihak, baik bagi Pelindo II maupun bagi negara. Namun, di sisi lain, Menteri Rini menemukan satu klausul antara pihak direksi dengan pihak SPJICT yang menjadi alasan para pekerja menolak perpanjangan kontrak.

“Jika JICT dibubarkan maka para karyawan akan mendapat uang pesangon selama 10 tahun,” ungkap Menteri Rini Soemarno.

Rini mencurigai klausul tersebut yang membuat para pekerja menolak perpanjangan kontrak. Karena dengan kontrak tidak diperpanjang, JICT akan dibubarkan dan para pekerja mendapatkan pesangon selama 10 tahun.

Menyikapi pernyataan Menteri Rini, SPJICT membantah pernyataan Meneg BUMN terkait soal karyawan JICT akan mendapat pesangon 10 tahun jika JICT tidak diperpanjang kontraknya alias bubar.

Sekretaris SPJICT Firmansyah mengatakan, tidak ada klausul yang menyatakan Pekerja akan mendapat pesangon 10 tahun jika JICT tidak diperpanjang. Pekerja mengecam pernyataan Menteri Rini yang tidak didasari data valid. 

“Tidak ada klausul yang menyatakan pekerja akan mendapat pesangon 10 tahun jika JICT tidak diperpanjang,” tegas Firmansyah seperti dikutip beritatrans.

JICT merupakan entitas anak perusahaan BUMN Pelindo II yang sudah ada sebelum diprivatisasi Hutchison Port tahun 1999. Sebelumnya, JICT bernama Unit Terminal Peti Kemas (UTPK) dan beroperasi sejak tahun 1978. Firmansyah menambahkan, logika Meneg BUMN yang menyatakan jika JICT tidak diperpanjang lalu akan bubar, patut dipertanyakan apa niatnya. 

“Karena jelas dicantumkan dalam kontrak privatisasi tahun 1999 bahwa JICT harus kembali menjadi milik Indonesia jika tidak diperpanjang kontraknya dengan HPH,” pungkas Firmansyah. (*)