Tenggelamkan Koruptor di Dunia Maritim -->

Iklan Semua Halaman

Tenggelamkan Koruptor di Dunia Maritim

26 Agustus 2017
Jakarta 26 Agustus 2016, eMaritim.com

Kasus Operasi Tangkap Tangan yang menimpa Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tony Budiono kembali menyisakan pertanyaan yang paling mendasar, seriuskah pemerintah dengan program Tol Laut dan Poros Maritim Dunia ? Atau tujuan mulia Presiden itu bahkan dijadikan alat untuk memperkaya diri oleh aparat dibawahnya?

Amburadulnya dunia maritim Indonesia ada di hampir semua aspek, mulai dari ketidak pahaman arti maritim itu sendiri,  pengangkatan Aparatur Sipil Negara yang salah, Tidak ada nya Rumpun Ilmu Maritim di Pendidikan Tinggi, diubahnya pakem pembangunan negara kepulauan dari pakem Ship Follows the Trade menjadi Ship promotes the trade, dan pungli terstruktur yang masih dipelihara sampai saat ini.

Hal mendasar yang menjadi rancu di Indonesia adalah pemahaman soal Maritim itu sendiri. Di dunia, dimana maritim secara jelas diartikan sebagai segala yang berkaitan dengan kegiatan dan pelakunya diatur oleh International Maritime Organization.

Menjadi kabur di negara maritim ini dengan tidak adanya Kementerian yang secara khusus mengurusnya. Dualisme Kementerian KKP dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut adalah contoh ketidak pahaman kita bahwa Dunia Pelayaran adalah Efek pengganda utama kemajuan bangsa yang sangat krusial,  tetapi masih saja diurus oleh jabatan setingkat Direktur Jenderal.

Sebuah kemunduran dari era sebelumnya dimana hal itu ditangani oleh jabatan Setingkat Menteri.

Hal tersebut diperparah oleh ketidak patuhan negara dalam memilih Aparatur Sipil Negara untuk bidang itu, dimana sebenarnya Undang Undang Aparatur Sipil Negara nomor 5 Tahun 2014 sudah sangat jelas mengatur terutama dalam pasal 68, 69, 70, 71,72 dan pasal-pasal lainnya. Klausul pengangkatan, pengembangan karir, promosi,  dan mutasi Aparatur Sipil Negara menjadikan kompetensi, kualifikasi, moralitas serta integritas sebagai roh dan sarat untuk itu.

Berbicara mengenai Maritim adalah Pelayaran dan sarana bantunya, mulai dari Pelabuhan,  SBNP dan hal hal lain untuk menjamin Keselamatan Pelayaran. Sementara apabila berbicara Pelayaran, tidak bisa dipungkiri maka kita berbicara soal Pelaut dan Kapalnya.

Peran Pelaut dalam melayarkan kapalnya dengan aman dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya adalah Inti sari dari Keberadaan IMO dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Indonesia.
Ya,  kita bicara tentang Manajemen Keselamatan Pelayaran dalam berbagai tingkatan dan bidang Ilmu.

Dalam kaitan antara Aparatur Sipil Negara dengan Maritim itu sendiri,  maka mudah dipahami apa kualifikasi, kompetensi dan persaratan untuk mengangkat Pejabat dan pegawai di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut?

Sebaik baiknya adalah warga negara Indonesia yang sudah hidup dan berpendidikan dengan atmosfir industri tersebut, atmosfir IMO atau Maritim. 

Tanpa mengecilkan potensi yang dimiliki setiap individu di Indonesia, ajaklah seorang Pelaut berbicara soal pertanian atau cara menyembuhkan pasien di Rumah Sakit, maka jawabannya akan terdengar seperti sebuah lelucon buat Insinyur Pertanian atau sang Dokter. Sebuah perumpamaan yang juga berlaku terbalik.

Tujuan mulia Presiden Joko Widodo untuk memajukan rakyatnya di semua penjuru negeri, apabila ditanyakan kepada para pelaku usaha maritim maka jawaban yang akan didengar adalah: Ikuti Pakem dunia Ship follows the trade, bukannya membuat kapal sebanyak banyak nya.

Tidak heran APBN yang sudah menembus Rp.2000 trilyun masih belum memberikan perubahan taraf hidup yang signifikan.

Turunan dari APBN di setiap Kementerian pun akan selalu memprioritaskan kepada penyerapan anggaran,  bukan pemanfaatan. Seperti yang juga terjadi di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, rebutan anggaran. Tidak heran dalam waktu dekat kita akan melihat puluhan kapal perambuan (Pengamat rambu dan Perawat rambu) yang dibuat nya secara masif dengan biaya yang dahsyat.

Cobalah urutkan skala prioritas dalam Manajemen Keselamatan Pelayaran dimana posisi kapal perambuan? Sesuatu yang mahal untuk merawat hal yang sifatnya sekunder. Hal inipun menarik untuk dibuka kepada publik sebagai pembayar pajak yang menjadi pendana pembelian kapal kapal tersebut. 

Sementara di bidang SDM maritim sendiri,  membludaknya jumlah lulusan Sekolah Pelayaran dianggap sebagai parameter sukses ?

Hal hal yang menjadi stimulus kemajuan dunia maritim sejauh ini sangat lamban diurus oleh negara. Pemberlakuan kebijakan ekspor impor yang mandek, aturan Klasifikasi Kapal dalam standar Non Konvensi, Kelebihan jumlah pelaut berbanding tempat kerjanya, Undang Undang Maritim, Universitas Maritim, Patuh UU ASN nomor 5,Tahun 2014, Revitalisasi Mahkamah Pelayaran, Revisi UU 17 tahun 2008, Kesiapan pelayaran Nasional di era Globalisasi, Iming iming pemerintah soal short sea shipping yang tidak didukung Low Enforcement, dan ribuan masalah lainnya yang dihadapi oleh insan maritim dan pelaku industri maritim yang memiliki visi luas untuk negeri ini.

Tidak terlihat pemahaman mendasar pemerintah apa arah kebijakannya dalam usaha mencapai cita cita mulia sang Presiden.

Tapi apabila ditanyakan kepada rakyat umum tentang dunia maritim Indonesia, maka kedatangan kapal Prancis CMA CGM sudah dianggap kemajuan hebat.

Sementara buat sang manusia maritim itu dianggap sebagai ilmu dagang Prancis yang susah bersaing di Singapura, setali tiga uang dengan ilmu dagang sebuah perusahaan Pelayaran Asia Timur yang merambah di Indonesia bagian timur.

Sekarang kita disajikan kejutan dimana seorang yang dianggap sebagai pemimpin Indonesia dalam memajukan dunia maritim tertangkap Operasi KPK, hari yang sama dengan sebuah seminar maritim yang saat itu dilaksanakan oleh insan maritim secara bulanan, tanpa dihadiri oleh para regulator di bidang maritim.

Yang lebih Ironis lagi,  2 hari sebelum kejadian OTT, Dirjen Perhubungan Laut baru saja mengeluarkan edaran yang melarang bawahannya menerima pungli. 



Apabila Menteri KKP ditanyakan apa yang harus dilakukan kepada kompatriotnya yang terkena OTT,  kemungkinan jawabannya adalah: Tenggelamkan Saja !(jan)