KKP Jadi Tuan Rumah Pertemuan ke-22 The Extended Scientific Committee CCSBT -->

Iklan Semua Halaman

KKP Jadi Tuan Rumah Pertemuan ke-22 The Extended Scientific Committee CCSBT

Khalied Malvino
02 September 2017
Istimewa
Yogyakarta, eMaritim.com – Pengelolaan wilayah penangkapan tuna dan ekspor hasil penangkapan Tuna ke pasar Eropa menjadi pembahasan strategis dalam perhelatan pertemuan ke-22 The Extended Scientific Committee of The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) . Dalam hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi tuan rumah acara tersebut yang digelar pada 28 Agustus – 2 September 2017 di Yogyakarta.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) Zulficar Mochtar mengatakan, keanggotaan Indonesia pada CCSBT merupakan bentuk perhatian khusus pemerintah kepada pengelolaan tuna, bukan saja tuna Indonesia namun tuna dunia. Hal tersebut disampaikan saat membuka kegiatan tersebut, Senin (28/8).

“Ikan ini banyak diminati, terus berkembang teknik penangkapannya selama beberapa tahun terakhir sehingga perlu dipastikan agar dikelola secara berkelanjutan. Pada pertemuan keilmuan ini akan direview total catch yang ada, total produksi dan berbagai aspek terkait lainnya,” ungkap Zulficar.

Selain itu, dalam kegiatan tersebut juga akan dilaporkan sejauh mana manajemen dan compliance terhadap aturan yang telah disepakati oleh para anggota. Tuna sebagai migratory species, lanjut Zulficar, tidak bisa dikelola oleh Indonesia sendiri dan tidak bisa diputuskan sendiri. “Perlu bersama dengan mitra lainnya yang juga bagian dari migrasi tuna dunia,” ujarnya.
Dalam pengelolaan sumber daya tuna, pertemuan ilmiah seperti pertemuan ini memiliki peran penting untuk memberikan saran ilmiah bagi para manajer untuk memastikan sumber daya ikan dikelola dengan baik untuk memberikan kesejahteraan bagi semua orang, industri dengan prinsip keadilan.

Kepala Pusat Riset Perikanan – BRSDM KKP, Toni Ruchimat yang saat itu didaulat sebagai pimpinan delegasi Indonesia menjelaskan, pertemuan ini merupakan bentuk diplomasi keilmuan perikanan southtern bluefin tuna / tuna sirip biru selatan dalam komunitas regional CCSBT. “Dalam mengambil keputusan, resolusi, CCSBT tidak langsung begitu saja, ada mekanismenya, salah satunya berdasarkan hasil scientific meeting ini, yang akan menjadi materi pada working group serta working party. Melalui laporan riset pula masing-masing anggota akan menunjukkan kepatuhan terhadap resolusi yang dihasilkan dari pertemuan sebelumnya,” imbuhnya.

Pusat Riset Perikanan sendiri, melalui Loka Riset Perikanan Tuna di Bali merupakan unit kerja KKP yang melaksanakan riset pengelolaan tuna di Indonesia. Adapun kuota tuna sirip biru selatan Indonesia sendiri disinyalir terus meningkat. Pada 2008 berjumlah 750 ton, pada 2017 terdapat 899 ton tuna. Keberadaan tuna ditaksir terus meningkat menjadi 1.023 ton pada rentang tahun 2018 hingga 2020.

Executive Secretary CCSBT Secretariat, Robert Kennedy menyampaikan dari pertemuan keilmuan ini diharapkan dapat diperoleh bukti sains atas naik turunnya stok tuna sirip biru selatan. “Walaupun spawning stock biomass masih relatif rendah, tapi diharapkan akan didapatkan hasil riset yang menunjukkan naiknya stock assessment tuna sirip biru selatan”, jelas Toni.

Toni menambahkan, pada pertemuan ini juga akan menjadi agenda adalah metode baru dalam riset stock assessment dari yang sebelumnya secara konvensional memasang tag pada ikan, akan dikembangkan prosedur baru misalnya tagging dengan memanfaatkan teknik genetik.
Pertemuan ini rutin diselenggarakan setiap tahunnya secara bergiliran oleh anggota CCSBT (Australia, the European Union, the Fishing Entity of Taiwan, Indonesia, Japan, Republic of Korea, New Zealand dan South Africa). Selain delapan anggota tersebut, Philippine bergabung sebagai cooperating non-members comprise .

CCSBT merupakan bagian Regional Fisheries Management Organizations (RFMO’s) yang memiliki mandat untuk memastikan manajemen penangkapan tuna yang berkelanjutan dan mengatur konservasi serta manajemen stok tuna. Indonesia juga telah menjadi anggota dari 3 (tiga) RFMO’s lainnya, yaitu The Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) dan Cooperating Non Member Inter America Tropical Tuna Commission (IATTC) .

Bukan saja soal pengelolaan tuna, dalam kegiatan tersebut juga dibahas tentang dukungan dunia dalam pemberantasan Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) . “Indonesia juga mendorong, yang dibahas bukan hanya produksi tuna saja perlu ada keberpihakan kepada nelayan kecil termasuk isu IUU Fishing perlu diaddress , semangat itu kita masukan dalam agenda diskusi,” jelas Zulficar.

Diharapkan pertemuan ini akan memberikan rekomendasi kepada Komisi CCSBT untuk memastikan stok tuna sirip biru selatan dapat lestari, dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial, dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan (fairness). Pada Oktober 2017 mendatang akan digelar 12th Meeting of the Compliance Committee dan 24th Annual Meeting of the CCSBT sebagai lanjutan dari Pertemuan ke-22 The Extended Scientific Committee of The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT). (*)