Menetapkan TSS, Tidak Bisa Dilakukan Sendirian -->

Iklan Semua Halaman

Menetapkan TSS, Tidak Bisa Dilakukan Sendirian

07 September 2017

Jambi 6 September 2017, eMaritim.com


Dikutip dari blog Capt. Toga Asman Panjaitan


https://readmaritime.wordpress.com



Apa yang dimaksud dengan maritim?. Merriam – Webster memberikan defenisinya; Dari atau berhubungan dengan atau berbatasan dengan lautan sebuah wilayah maritim dan, Dari atau terkait dengan navigasi atau perdagangan melalui laut.

Lautan dengan massa air asin yang sangat besar, memisahkan satu benua dengan benua lainnya dan satu pulau dengan pulau lainnya.

Selain itu, lautan juga memiliki sumber daya yang dapat memberi sumber penghidupan dan penghasilan terhadap beragam orang, dan profesi seperti; dinas pertahanan nasional, industri perikanan, industri minyak dan gas lepas pantai, parawisata dan juga pengangkutan barang komersial melalui laut.  Oleh sebab itu, pengaturan dan pengelolaan lautan beserta semua aktivitas yang ada di dalam maupun diatasnya harus diberi perhatian.

The United Nations convention on the Law of the Sea (Konvensi UNCLOS) yang diadopsi pada 1982 sebagai konvensi UNCLOS III, memiliki konten aspek pengelolaan dan pengaturan aktivitas maritim di dunia, termasuk yurisdiksi (kekuasaan hukum) maritim nasional dan internasional.  Konvensi ini mulai diberlakukan pada tanggal 16 november 1994. Dan Indonesia telah melakukan pengesahan atas konvensi ini didalam undang – undang no: 17 tahun 1985.

Wilayah maritime memiliki zona – zona laut ;Internal waters, territorial sea, contiguous zone, continent shelf, exclusive economic zone dan laut lepas (high seas)), dimana kewenangan kekuasaan hukum (yurisdiksi) dan perundang – undangan (legislative) akan memiliki tingkat yang berbeda pada masing – masing. Begitu juga dengan kapal asing yang diberi wewenang untuk melakukan kegiatannya akan memiliki tingkat kebebasan yang berbeda juga.

INTERNAL WATERS.

" semua perairan disisi darat dari garis dasar dimana luas laut territory diukur, kecuali di Negara kepulauan (archipelagic state)" dinyatakan sebagai internal waters ( (article 8).  Demikian juga untuk archipelagic waters yang berada didalam dari pulau – pulau terluar diperlakukan sebagai internal waters.

Pada internal waters ini, Negara menikmati kedaulatan penuh dan khusus. Dapat membuat undang – undang atau peraturan sesuai dengan undang – undang atau peraturan di darat.

Untuk kapal asing apapun tipenya, tidak memiliki hak lintas tidak bersalah (innocent passage). Kapal asing tidak memiliki hak untuk melintas atau masuk pada internal waters kecuali jika telah ada persetujuan atau kesepakatan yang diberikan oleh negara.

*Note; innocent passage menurut konsep hukum laut adalah yang memungkinkan sebuah kapal melewati perairan Negara dengan batas tertentu. The United Nations Convention on the Law of the Sea mendefenisikan innocent passage adalah tidak merugikan kedamaian, ketertiban atau keamanan Negara (article 19). 

Ketika kapal komersial asing berada di internal waters untuk melakukan kegiatannya, maka  wajib tunduk terhadap kekuasaan hukum sipil Negara. Khususnya, tunduk terhadap peraturan tentang navigasi, fiskal, teknis dan bea cukai. Bagaimana dengan awak kapal?.

Awak kapal tunduk kepada Negara benderanya. Oleh sebab itu, ketika terjadi perselisihan antara awak kapal, biasanya Negara tidak menggunakan kekuasaan hukumnya. Namun ketika perselisihan tersebut timbul antara awak kapal dengan non–awak kapal, Negara menyatakan kekuasaan hukumnya.

Dalam hal tindakan pelanggaran (pidana) yang dilakukan oleh awak kapal komersial asing, Negara akan menyatakan kewenangan khususnya. Jika pelanggaran tersebut mempengaruhi perdamaian, ketertiban dan keamanan, Negara berhak menerapkan undang – undangnya. Untuk kewenangan khusus, ini juga dapat atas permintaan Nakhoda atau konsul dari Negara bendera.

TERRITORIAL SEA.

Territorial sea adalah wilayah yang diperluas tidak melampui 12 mil laut yang diukur dari garis dasar yang ditentukan sesuai dengan konvensi. Pada territorial sea, kapal asing memiliki hak untuk lintas tidak bersalah, asal tidak merugikan kedamaian, ketertiban dan keamanan negara sesuai dengan article 19 konvensi.

Untuk territorial sea, Negara dapat melakukan adopsi undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan; "keamanan navigasi dan peraturan lalu lintas maritim, perlindungan alat bantu navigasi, perlindungan kabel dan jaringan pipa, konservasi sumber daya hayati laut, peraturan pencegahan perikanan, penelitian ilmiah kelautan dan survey hidrografi, pelestarian dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran dan pencegahan pelanggaran custom, fiscal, immigrasi dan sanitari", dan mempublikasikannya.

Ketika Negara menganggap perlu demi keselamatan navigasi untuk menghindari tubrukan, Negara dapat menunjuk atau menetapkan jalur dan skema pemisah lalulintas. Jalur dan skema pemisah lalu lintas ini harus jelas di peta dimana publisitas diberikan.

Dalam penunjukan atau penetapannya jalur dan skema pemisah lalu lintas, Negara harus mempertimbangkan ; rekomendasi dari organisasi internasional yang berkompeten, alur yang biasanya untuk navigasi internasional, karakteristik khusus kapal dan alur tertentu dan kepadatan lalu lintasnya.

Negara tidak diijinkan untuk mengenakan biaya terhadap kapal asing hanya karena perjalanan mereka pada territorial sea. Biaya hanya dapat dikenakan ketika kapal asing mendapatkan layanan tertentu. Dan pemungutan biaya ini dilakukan tanpa adanya diskriminasi (article 26 konvensi).(zah)