Indonesian Merchant Marine Officer Association -->

Iklan Semua Halaman

Indonesian Merchant Marine Officer Association

12 Oktober 2017
Jakarta 12 Oktober 2017, eMaritim.com


Ketika nahas datang saat kapal sedang berlayar, hal yang paling utama dilakukan seorang nakhoda dan crew lainnya adalah menyelamatkan diri menggunakan peralatan yang ada. Setelah itu adalah menunggu pertolongan yang datang apabila mereka sempat mengirimkan tanda bahaya SOS/ Mayday kepada kapal lain atau ke satelit. Jika tidak sempat meminta pertolongan, kemungkinan selamat juga menjadi sebuah tanda tanya.

Diselamatkannya awak kapal dari kecelakaan, belum tentu menjadi sebuah Happy Ending. Untuk para perwira diatas kapal yang menjadi pemimpin pada saat kecelakaan terjadi, ini bisa jadi sebuah pintu untuk masuk kedalam pengadilan maritim yang di Indonesia disebut Mahkamah Pelayaran.

Lalu kalau sudah seperti itu siapa yang bisa membantu sang Perwira (Nakhoda/Mualim atau Masinis kapal) di dalam pengadilan ? Di negara maju seperti Amerika, Ingris dan negara negara Skandinavia, organisasi profesi merekalah yang akan menjadi garda terdepan dalam mempertahankan hak dan kewibawaan mereka saat di pengadilan. Umumnya mereka berhasil mementahkan usaha kriminalisasi terhadap anggotanya, karena keahlian mereka dalam Ilmu Pelayaran sebanding bahkan lebih baik dari sang Hakim.

Di Indonesia dimana Kode Etik Profesi Perwira Pelayaran Niaga masih belum ada, di setiap Pengadilan maritim/mahkamah pelayaran, para perwira tersebut hanya berharap belas kasihan dari para hakim. Tanpa ada Organisasi profesi mereka yang membantu.

Ketidak pahaman para perwira pelayaran Indonesia akan arti pentingnya organisasi profesi masih jauh tertinggal dibanding profesi lainya. Profesi Perawat saja memiliki organisasi profesi, apalagi profesi dokter. Semua bertujuan menjaga martabat profesi dan melindunginya dari sebuah kesalahan keputusan apabila bersidang di pengadilan.

Data kecelakaan kapal 2016 dimana jumlah kapal tengelam ada 111 kasus, terdampar 7 kasus, tabrakan 20 kasus, kandas 23 kasus, terbakar 32 kasus, bocor 7 kasus, terbalik 39 kasus dan kasus lainnya yang tidk dilaporkan. Bisa dibayangkan dari ratusan kasus tersebut sang perwira yang berhasil menyelamatkan diri dari maut akhirnya hanya akan menjadi pesakitan di pengadilan.

Masih banyak perwira pelayaran niaga yang tidak tahu saat ditanya apa profesi mereka? Bahkan mereka tidak tau apa yang dimaksud Kode Etik Perwira dan apakah ada Undang Undang yang melindungi mereka.


Kehadiran Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI) sebagai satu satunya wadah Profesi PPN sudah sewajarnya di manfaatkan oleh mereka. Organisasi ini secara konsisten menyempurnakan Kode Etik Perwira dan juga Undang Undang Perlindungan Perwira Pelayaran Niaga untuk kepentingan sang perwira itu sendiri.

Di saat dunia sudah mulai sibuk dengan teknologi kapal tanpa awak, Para perwira Pelayaran Niaga di Negara ini masih lebih banyak yang bertindak secara individu mempertahankan nasibnya. Pepatah Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh sudah mulai dilupakan oleh Para Perwira Pelayaran Niaga Indonesia.(zah)