Mengapa Kapal Roro atau Ferry Rentan Terhadap Api -->

Iklan Semua Halaman

Mengapa Kapal Roro atau Ferry Rentan Terhadap Api

31 Oktober 2017
Jakarta, eMaritim.com

Terbakarnya Kapal RoRo/Ferry Dharma Kencana 2 di perairan Laut Jawa kemarin memberikan dua aspek yang bisa di highlight , pertama kesigapan semua pihak dalam menyelamatkan seluruh penumpang dan crew kapal sehingga tidak ada korban jiwa dari salah satu jenis kecelakaan yang paling menakutkan di laut, kapal terbakar. Dan yang kedua adalah pertanyaan kenapa kapal jenis ini sering mengalami kebakaran. Hal ini bukan saja terjadi di Indonesia tetapi di seluruh bagian dunia dimana kapal RoRo/Ferry beroperasi.


Sebelum ini Kapal RoRo Med Star terbakar dalam perjalanan dari Rhodes (Yunani) ke Santorini (Italia) pada 15 Juni 2017, yang merupakan ulangan dari kejadian  diatas kapal Roro sejenis pada tahun sebelumnya.

Seperti diketahui bahwa Kapal RoRo (Roll On Roll Off) dan Ferry adalah salah satu jenis kapal yang paling tinggi utilitas pelayarannya, karena sifat pemuatan di pelabuhan hanya beberapa jam untuk selanjutnya kapal tersebut berlayar kembali. Kapal jenis ini memiliki kemampuan mengangkut penumpang dan juga kendaraan.

Tetapi hal yang mendasar dari rentannya kapal jenis ini dari kecelakaan yang berkibat fatal adalah aspek safety dari kapal itu sendiri yang berkaitan dengan desain kapal.  Berikut adalah beberapa sebab rentannya kapal jenis RoRo yang menjadi perhatian ship's designer, perusahan pelayaran, regulator dan pelaut .
1.Stabilitas                                       
Secara mendasar kapal ini memiliki ruang muat yang tinggi, dimana kendaraan ditempatkan diatas deck jauh melebihi tingginya tangki Double bottom, hal ini secara mendasar membuat Center of Gravity dari kapal ini sangat besar atau dengan kata lain kapal memiliki GM (titik Gravity ke titik Metacentric) yang kecil. Ditambah lagi dengan akomodasi dari penumpang dan crew yang berada bahkan lebih tinggi lagi dari letak muatan,  maka stability selalu menjadi main concern untuk kapal jenis ini. Dikarenakan kecilnya stabilitas kapal , maka Momen Penegak (GZ / Righting Arm) juga kecil. Ini membuat kapal bereaksi lambat apabila mendapat external force seperti angin dan ombak.  
2.Free board yang kecil
Umumnya kapal RoRo memiliki free board yang kecil, ini disebabkan karena Axis dari Ramp door biasanya tidak jauh dari garis air, ini bertujuan agar kendaraan yang masuk dan keluar tidak mendaki terlalu tinggi yang juga akan membahayakan saat di pelabuhan. Karena rendah nya free board, maka disaat kapal miring resiko air masuk kedalam kapal menjadi sangat besar, apalagi jika pintu pintu tersebut tidak dirawat ke kedapannya (water tight).
3.Ramp Door
Dikarenakan sebagai akses keluar masuk kendaraan, maka ini menjadi salah satu titik lemah kapal Roro . Pentingnya menjaga agar kendaran yang lewat tidak melebihi SWL dari ramp itu adalah hal yang tidak bisa ditawar. Ini mutlak untuk menjaga agar Ramp door tetap lurus, tidak bengkok dan kedap air. Peranan jembatan timbang di pelabuhan adalah salah satu kunci kapal RoRo bisa bertahan lama atu tidak 
4.Transverse bulkhead.
Di kapal jenis lain , Palka kapal dibagi menjadi beberapa bagian dan dipisahkan oleh Bulk head (vertical). Sementara di kapal Roro hal tersebut tidak bisa dibuat, karena muatan nya tidaklah dimuat dari atas , tetapi kendaraan masuk dari belakang/ depan dan dikemudikan ke sisi depan/belakang/kiri/kanan . Inilah juga yang membuat kapal ini rawan terhadp bahaya kebakaran, dimana api bisa menjalar ke seluruh bagian kapal tanpa dihalangi Bulkhead.
5.Letak Alat Alat Penyelamatan
Tinggi nya letak alat keselamatan membuat penumpang dan crew sulit menjangkaunya . Disaat kapal miring, sekoci dan life raft yang bisa dipakai hanya lah di satu sisi saja (sisi kering/ yang tidak tenggelam). Untuk mencapai sekoci dan Life raft yang letaknya sangat tinggi disaat kapal miring adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh orang orang terlatih.
6.Cargo Stowage
Sulit memilih Kendaraan apa yang ideal untuk dimuat lebih dahulu atau dimuat di lower hold atau di upper hold . Karena sifat pemuatan yang First Come First in, maka ada kamungkinan kendaraan kendaraan yang berat dimuat di titik yang lebih tinggi dari kendaraan ringan. Ini menyebabkan buruknya pengaturan stabilitas kapal.

7. Law Enforcement
Harus ada mekanisme bahwa kendaraan yang beratnya melewati maximum axle load dari ramp door kapal sudah di stop di jembatan timbang, dan tidak bisa masuk kapal. Juga batas ketinggian kendaraan harus dibatasi dan di sortir di jembatan timbang. Jika muatan kendaraan terlalu tinggi maka pemilik harus menurunkan muatan sampai batas ketinggiam yang diperbolehkan.

8. Lashing muatan.
Ini adalah salah satu kegiatan yg jika tidak dilakukan akan menjadi PEMBUNUH kapal kapal jenis RoRo/Ferry. Seperti diketahui bahwa kapal ini memiliki stabilitas yang kecil, maka jika mendapat tekanan ombak/ angin maka kapal jenis ini bereaksi lambat .
Apabila kendaraan didalamnya tidak di lashing dan bergerer ke sisi yang rendah, maka ini akan menjadi seperti efek bola salju,  semakin kapal Rolling (goyang ke kiri ke kanan) maka kendaraan tersebut akan mengarah ke sisi yang rendah.  Umumnya kapal  capsize (tebalik) dikarenakan muatan yang tidak di lashing dan tambahan efek Free surface moment yang bekerja secara negatif.

Untuk mengeliminasi masalah kebakaran, IMO sendiri sudah secara khusus mengatur kapal jenis Roro dalam aturan 53 dan 54 dalam Chapter II-2 SOLAS 1974 amendemen 1989. Tambahan alat pendeteksi kebakaran beserta alarm, serta Alat Pemadam Kebakaran Permanen berupa Fix CO2 system dan Deluge System direkomendasikan sebagai pengganti kelemahan kapal yang memang tidak memiliki sekat pemisah vertikal seperti umumnya kapal lain.

Kecepatan system dan crew dalam memanfaatkan waktu untuk memadamkan api di kapal Roro dengan deck terbuka berkisar 10-15 menit untuk CO2 system,  sementara untuk deluge system yang menggunakan sprinkler adalah 3 menit.

Hal tersebut harus selalu dilatih secara berkala baik secara internal maupun melibatkan pihak regulator dan pemilik kapal. IMO atau badan klasifikasi dan regulator negara negara Eropa biasanya selalu mempelajari setiap kejadian kecelakaan kapal untuk di cari Root Cause nya yang akan digunakan sebagai acuan preventive action dan jika perlu akan merubah kebijakan demi perbaikan sistem dan standarisasi.

Hal yang sama kita harapkan akan dilakukan pihak-pihak terkait di Indonesia setelah kejadian ini. Hanya saja penyertaan stake holders harus lebih luas lagi agar hasil yang didapat benar-benar independen tanpa intervensi pihak luar. Organisasi Profesi Pelaut Level Perwira (Nakhoda dan Engineer), desainer kapal dan pemilik harus sama sama dilibatkan.(zah*)

(*) Penulis pernah bekerja
5 tahun diatas kapal Ropax,  rute Spanyol-Finlandia