Jakarta 18 Oktober 2017, eMaritim.com
Tahun
ke 3 pelaksanaan Program Tol Laut pemerintahan Jokowi-JK masih belum bisa
diklaim berhasil secara aklamasi oleh masyarakat Indonesia. Unsur pemerintahan
sudah barang tentu mengatakan ini adalah sukses besar walaupun kadang kadang
mereka sendiri mengeluhkan hasilnya, sementara unsur pelayaran dan pelaku usaha
maritim lainnya masih belum melihat kebijakan pemerintah yang benar benar faham
masalah pengembangan potensi maritim Nusantara.
Pada
10 Oktober 2016, Budi Karya Samadi ( Menteri Perhubungan) dalam sebuah diskusi
publik yang dimuat media massa mengatakan;
"Setelah kita lihat secara detail, banyak yang harus kita lakukan. Okupansi yang membawa barang barang itu masih minim. Belum ada padagang yang membawa barang dari timur ke barat".
"Setelah kita lihat secara detail, banyak yang harus kita lakukan. Okupansi yang membawa barang barang itu masih minim. Belum ada padagang yang membawa barang dari timur ke barat".
Unsur
utama dari pengoperasian Kapal kapal Tol Laut pun bukannya tidak pernah
mengutarakan kekhawatiran mereka akan kelangsungan program ini, 25 Agustus 2017
lalu di Pasuruan Vice Presiden Pemasaran Kapal Tol Laut Pelni mengatakan;
"Rata
rata muatan muatan kembali atau return cargo hanya di kisaran 10-20 persen,
sementara saat berangkat rata rata kapal terisi sebesar 80 persen".
Dua
hal yang sama yang pada intinya adalah masalah ketersediaan muatan balik
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup sang kapal dalam memenuhi Operational
Expenditure.
Dari
zaman dahulu kapal mempunyai alasan yang sangat fundamental untuk pergi kesuatu
daerah, yaitu mengantar barang dan pulang membawa barang. Apabila kapal pergi
membawa barang dan pulangnya kosong maka bisa dipastikan kemampuan kapal
melayani trayek tersebut akan rentan. Berapa lama pemerintah sanggup memberikan
subsidi kepada carrier untuk program ini ?
Sewajarnya pemerintah harus meriset potensi komoditas(dan penumpang) setiap daerah, untuk itu dibutuhkan neraca komoditas baik yang dibutuhkan maupun yang diproduksi setiap daerah.
Dengan neraca komoditas, maka barang-barang menjadi mudah dipertukarkan antar daerah.Tanpa itu, tol laut tidak akan menguntungkan secara ekonomi, termasuk untuk mengembalikan investasi yang nilainya triliun itu.
Apabila hasil komoditas suatu daerah kecil sementara penduduknya banyak, maka ketimbang membelikan ratusan kapal sebaiknya pemerintah membuatkan sentra industri pengolahan hasil bumi daerah tersebut. Kapal akan muncul dengan sendirinya, pemerintah bisa belajar dari pengusaha yang paham asam garam usaha pelayaran.
Sewajarnya pemerintah harus meriset potensi komoditas(dan penumpang) setiap daerah, untuk itu dibutuhkan neraca komoditas baik yang dibutuhkan maupun yang diproduksi setiap daerah.
Dengan neraca komoditas, maka barang-barang menjadi mudah dipertukarkan antar daerah.Tanpa itu, tol laut tidak akan menguntungkan secara ekonomi, termasuk untuk mengembalikan investasi yang nilainya triliun itu.
Apabila hasil komoditas suatu daerah kecil sementara penduduknya banyak, maka ketimbang membelikan ratusan kapal sebaiknya pemerintah membuatkan sentra industri pengolahan hasil bumi daerah tersebut. Kapal akan muncul dengan sendirinya, pemerintah bisa belajar dari pengusaha yang paham asam garam usaha pelayaran.
Apabila
pemikiran bahwa muatan kapal adalah hal yang primer, kapal yang sekunder dan
pelabuhan adalah hal tertier, dana triliunan rupiah tersebut mungkin akan lebih
baik diberikan kepada daerah daerah tertinggal untuk menggenjot produk lokal
berupa hasil hutan, pertanian, peternakan ataupun mineral.
Dengan
adanya produk dan industri yang dihasilkan dari suatu pulau yang sebelumnya
tertinggal, maka akan mengundang kapal untuk datang secara sendirinya dengan
tentunya membawa kebutuhan orang yang tinggal di pulau dan juga kebutuhan
pembangunan infrastruktur pulau itu. Ini yang namanya pakem Ship follows the trade, bukan malah membuat pakem Ship promotes the
trade.
Memang
benar dikatakan bahwa saat ini disparitas harga bisa ditekan karena adanya Tol
Laut, tetapi biaya yang dikeluarkan untuk itu pun tidak main main jumlahnya dan
subsidi tersebut diberikan kepada BUMN yang akan terus merugi, PELNI saja sudah
pernah menolak mengoperasikan kapal Sabuk Nusantara karena rugi terus.
Zaman
Orde Baru dahulu memang tidak mengatakan To laut dan Maritim sebagai jargon nya,
tetapi program Transmigrasi saat itu adalah Cikal bakal yang menjadikan daerah
yang kurang produktif menjadi daerah penghasil. Mau bukti ? Pergilah ke Pesisir
Timur Sumatera, Kalimantan dan daerah eks Transmigran lainnya, tidak ada kapal
yang kesulitan mendapat muatan balik karena daerah tersebut sudah berubah
menjadi daerah produktif bukan lagi konsumtif.
Pemerintahan
yang tidak Halo-halo maritim saja paham, kenapa sekarang yang setiap hari bicara maritim tidak paham? Jawabannya adalah; Kurangnya pakar ilmu maritim alias banyak yang baru
kenal maritime 1-5 tahun sudah mengaku pakar, sehingga menyesatkan pemerintah
yang memang juga kurang paham.
Baru
baru ini hanya berselang beberapa hari ada beberapa pernyataan yang menarik,
pertama sang menteri pada 16 Oktober 2017 saat menjadi key note speaker pada acara Forum Perhubungan dengan tema
"Efektifitas Operasional Kapal Ternak Dalam Mendukung Swasembada Daging
Sapi", Senin (16/10/2017) menyampaikan;
"Dalam kesempatan ini NTT dan NTB
gudangnya ternak sapi, untuk itu dibutuhkan kapal ternak. Kita lagi bangun lima
kapal ternak,"
Menhub juga
mendorong pihak swasta untuk turut serta dalam penyelenggaraan kapal ternak ini agar memaksimalkan tujuan
pemerintah dalam program kapal ternak.
"Harus
memanfaatkan swasta untuk potensi yang luar biasa ini, nantinya didiskusikan
untuk skemanya. Jadi tidak bergantung pada angkutan tertentu, apalagi
kadang-kadang kapal swasta ada kapasitas kosong saat balik," ucap Menhub Budi Karya.
Kalau
dimaknai serius, ini adalah ajakan dari Kementerian kepada swasta, karena
yang dilakukan pemerintah tidak berhasil maka pihak swasta diajak melaksanakannya.
Sama hal nya dengan Kapal Roro Jakarta-Lampung dan Jakarta-Surabaya.
Sementara
di tempat dan acara yang sama dengan , Kepala Subdit Angkutan Laut Dalam Negeri
Kemenhub, Capt. Wisnu Handoko mengatakan; “masalah kapal ternak yakni kurang
efisien lantaran penuh saat mengangkut sapi dari Kupang, namun kosong melompong
begitu balik dari Jakarta ke NTT”.
"Dari Jakarta ke NTT kosong. Itu yang terjadi (muatan kosong). Sama dengan trek 13 tol laut, dari Barat ke Timur penuh, tapi dari Timur ke Barat bingung bawa apa," ujar Wisnu saat diskusi 'Efektivitas Kapal Ternak' di Redtop Hotel,
"Dari Jakarta ke NTT kosong. Itu yang terjadi (muatan kosong). Sama dengan trek 13 tol laut, dari Barat ke Timur penuh, tapi dari Timur ke Barat bingung bawa apa," ujar Wisnu saat diskusi 'Efektivitas Kapal Ternak' di Redtop Hotel,
"Kalau
kapal tol laut dia bisa apapun (dari Timur ke Barat). Dia bisa bawa apapun,
entah itu kerajinan, ikan, dan garam. Kalau itu solusinya agak mudah,"
jelas Wisnu.
Hari Selasa lalu (17/10/2017) Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan
Wahju Satrio Utomo mengakui pelaksanaan program tol laut masih ada kendala.
"Diantaranya masih belum optimalnya muatan kapal khususnya muatan balik
dari Indonesia Bagian Timur ke Indonesia Bagian Barat," kata Wahju di
Hotel Crowne Plaza Jakarta.
Untuk itu, dia berharap selanjutnya pemerintah perlu terus mendorong untuk mengatasi kendala tersebut. Menurutnya hal itu bisa dilakukan dengan cara optimalisasi muatan balik dari daerah. Artinya apa ? Trade tidak mencukupi untuk kapal kapal yang dibangun yang secara perlahan akan membunuh sang kapal karena tidak adanya perawatan.
Untuk itu, dia berharap selanjutnya pemerintah perlu terus mendorong untuk mengatasi kendala tersebut. Menurutnya hal itu bisa dilakukan dengan cara optimalisasi muatan balik dari daerah. Artinya apa ? Trade tidak mencukupi untuk kapal kapal yang dibangun yang secara perlahan akan membunuh sang kapal karena tidak adanya perawatan.
Sementara ditempat lain, sang Industri tertier dalam dunia maritim (pelabuhan) malah asik menggandeng pihak asing dengan dalih meningkatkan potensi daerah. Di Ambon PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) mencanangkan melakukan Direct Call pada 2018, tentunya dengan menggandeng Pelayaran asing jagoan Indonesia Timur, yaitu SITC Shipping yang berpusat di Shanghai.
Corporate
Secretary Pelindo IV, Iwan Sjarifuddin mengatakan hasil perikanan di Maluku dan
Maluku Utara digadang-gadang menjadi muatan untuk dikirim ke mancanegara.
"Kemungkinan direct call bisa (dilakukan) di akhir tahun atau paling
lambat di awal tahun 2018," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (16/10/2017).
Menurut
Iwan, SITC International Holding Ltd menjadi salah satu perusahaan pelayaran
asing yang berminat singgah di Ambon untuk kemudian melanjutkan pelayarna ke
negara-negara di Asia. Untuk menunjang proses bongkar muat, Pelindo IV baka
menambah alat bongkat muat berupa crane baru di Pelabuhan Ambon.
Sepertinya Ambon ikut-ikutan Makassar, Bitung dan Balikpapan yang termakan jurus dagang perusahaan Kontainer China yang masuk dalam 20 besar dunia dalam hal container, tentu dengan iming-iming merek “Direct Call”.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Lenis Kagoyo, dalam kunjungannya ke Manokwari, Papua Barat, menyatakan bahwa pemerintah pusat terus berupaya memperbaiki program tol laut dengan menggandeng perusahaan raksasa asal Jepang. Sebab, menurut Lenis, harga bahan pangan dan bahan bakar minyak (BBM) di Papua dan Papua Barat masih tinggi.
Sepertinya Ambon ikut-ikutan Makassar, Bitung dan Balikpapan yang termakan jurus dagang perusahaan Kontainer China yang masuk dalam 20 besar dunia dalam hal container, tentu dengan iming-iming merek “Direct Call”.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Lenis Kagoyo, dalam kunjungannya ke Manokwari, Papua Barat, menyatakan bahwa pemerintah pusat terus berupaya memperbaiki program tol laut dengan menggandeng perusahaan raksasa asal Jepang. Sebab, menurut Lenis, harga bahan pangan dan bahan bakar minyak (BBM) di Papua dan Papua Barat masih tinggi.
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan kapal kargo bermuatan besar dan
berteknologi tinggi. Oleh karena itu, tidak membutuhkan crane untuk
proses bongkar muat. Kapal ini diproyeksikan dapat beroperasi pada November
2017.
Kemana
arahnya pembangunan maritim di negara ini? Kalau kita tanya kepada 4 pejabat
berbeda di kementerian atau BUMN terkait saja apa itu Undang
Undang 17 tahun 2008, Apa Itu Konektivitas, Azaz Cabotage, Tol Laut,
Direct Call, Muatan Balik, Subsidi BBM, Pakem Shipping, dan lain lain, maka
jawaban nya tidak ada yang sama alias Tidak Jelas. (zah)