Todd Capson | Istimewa |
Banda Aceh, eMaritim.com – Provinsi
Aceh tengah didorong Amerika Serikat dalam kepemilikan kebijakan untuk
pengelolaan kawasan perlindungan laut dan perikanan berkelanjutan sebagai
bentuk perlindungan sumber daya laut. Hal tersebut diungkapkan ahli kelautan
internasional asal Negeri Paman Sam, Todd Capson.
Todd Capson
dalam lawatannya di Aceh berkunjung ke Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Fakutas
Perikanan dan Kelautan Unsyiah. Kegiatan ini merupakan agenda pertama Todd
Capson di Indonesia.
Untuk
mendukung Konferensi Kelautan yang akan diselenggarakan oleh Indonesia pada
tahun 2018 Kedutaan Besar Amerika Serikat menghadirkan Todd Capson di Aceh,
Pariaman, Jakarta, dan Ambon.
Todd
berbicara tentang isu pengelolaan dan perencanaan sumber daya laut yang
seimbang dengan melindungi lingkungan; solusi pembiayaan inovatif untuk taman
laut dan kawasan lindung; dan memberikan studi kasus dan studi ilmiah untuk
mengelola dan mengurangi ancaman lokal terhadap lautan, terumbu karang, dan
perikanan karang seperti penangkapan ikan yang berlebihan, IUU fishing, polusi,
dan pembuangan di lautan.
Ia
memaparkan pengalamannya selama 21 tahun bekerja di berbagai negara terkait
konservasi kelautan dan pengembangan kapasitas riset ilmiah di Amerika Latin
dan Afrika. Todd menyampaikan bagaimana strategi menghadapi menurunnya sumber
daya laut di seluruh belahan dunia.
"Kawasan
perlidungan laut atau Marine Protecting Area (MPA) dan pengelolaan perikanan
berkelanjutan adalah dua strategi penting untuk dilakukan dalam rangka melindungi
sumber daya laut," katanya seperti dikutip Serambi Indonesia.
Keberadaan
MPA terbukti meningkatkan sumber ikan di dalam dan di sekitar kawasan sehingga
itu akan menguntungkan nelayan. Dalam 2 tahun terakhir ada 2,6 juta kilometer
persegi MPA, sehingga total keseluruhan mencapai 15 juta kilometer persegi di
seluruh dunia.
MPA adalah
managemen perlindungan kawasan dimana di dalam kawasan ini semua spesies laut
dilindungi karena mereka memiliki arti penting bagi ekosistem. Todd mengatakan
Indonesia khususnya Aceh bisa mengakses pembiayaan pengelolaan MPA dari donatur
internasional.
"Harus
kreatif. Tunjukan keunikan MPA disini dan harus diiringi dengan penguatan
komunitas," katanya.
Setelah
sukses mengembangkan pusat riset kelautan di Panama, saat ini Todd beralih ke
Senegal dalam sebuah pilot project untuk mengukur fenomena pengasaman air laut
yang akan berdampak dahsyat pada ekosistem kelautan dan pada kehidupan manusia
pada umumnya.
"Saya
mengingatkan soal ancaman pemanasan global bagi ekosistem laut yang memicu
meningkatnya keasaman di laut. Peningkatan suhu laut akan memicu ikan pindah ke
wilayah yang suhunya lebih dingin. Indonesia rentan dengan dampak pemanasan
global," kata Todd.
Dalam
diskusi ini, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, T Diauddin menyatakan
kesiapannya jika Todd Capson bisa membantu memperkuat pengelolaan MPA yang ada
di Aceh. Saat ini Aceh memiliki setidaknya 8 MPA tersebar di beberapa kabupaten
di Aceh.
Aceh
memiliki wilayah pesisir dan laut terbesar di Pulau Sumatera. Aceh memiliki 18
kabupaten/kota di wilayah pesisir dengan panjang garis pantai Aceh 2.666,27 km,
luas wilayah laut kewenangan 43.339,83 km2, luas hutan mangrove 30.907,41 ha,
luas terumbu karang 15.124,57 ha dan luas lamun 539,68 ha. Jumlah penduduk Aceh
pada tahun 2010 adalah 4.494.410 jiwa dengan jumlah nelayan Aceh 64.466 orang
serta dengan jumlah armada penangkapan 16.492 unit.
Manager WWF
Indonesia Northern Sumatra Program Dede Suhendra mengatakan, sejak paska
tsunami, WWF telah mengembangkan kegiatan perikanan berkelanjutan di Aceh Besar
bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh melalui subsidi perikanan
hijau.
WWF juga
berupaya memulihkan pesisir Aceh dengan merehabilitasi kawasan mangrove di Aceh
Besar. WWF juga bekerjasama dengan masyarakat untuk mengembangkan kawasan
konservasi penyu di Panga.
"Upaya-upaya
adalah untuk memastikan sumber daya perikanan Aceh bisa dikelola dengan baik
dengan memperhatikan prisip-prinsip keberlanjutan," kata Dede. (*)