Harapan Kepada Hubla di Tahun 2018 -->

Iklan Semua Halaman

Harapan Kepada Hubla di Tahun 2018

06 Januari 2018
Jakarta, eMaritim.com

Kinerja Direktorat Jenderal  Perhubungan laut di awal 2018 dicemaskan akan masih terhambat karena ekses dari kasus yang menimpa Dirjen Hubla terdahulu Anthonius Tonny Budiono. 


Dalam persidangan sebagai saksi dari terdakwa Adi Putra Kurniawan (Direktur PT Adhi Guna Keruktama/AGK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Desember lalu, Tonny mengungkapkan masih ada 11 nama penerima suap di jajarannya.(Media Indonesia 5 Januari 2018: KPK Tolak Beri Keringanan Untuk Adiputra).

Dia bahkan mengaku mengetahui ada pegawai Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) yang ingin memberi suap ke BPK dengan cara meminta uang senilai 1 persen dari nilai proyek ke sejumlah galangan kapal dari proyek proyek yang bernilai diatas 10 Milyard.

Pejabat Pembuat Komitmen pembangunan kapal HUBLA dan Kasubdit Kapal Barang disebut meminta uang kepada galangan pembuat kapal, walau sebelumnya sudah meminta rata rata 1% dari nilai kontrak. Masalahnya ada banyak kapal yang dibangun HUBLA dalam beberapa tahun belakangan. 

Rotasi jabatan terakhir di lingkup HUBLA pada 27 Desember 2017 mengindikasikan bahwa Dirjen Hubla saat ini Ir. Agus Purnomo ingin bersih bersih di lingkup kerjanya. Nama nama yang pernah disebut menerima dan mengaku menerima suap tidak terlihat lagi di jajaran HUBLA yang baru. Sebuah pertanda yang bagus buat sebuah keinginan memajukan dunia maritim Indonesia.

Sebenarnya salah satu faktor dari mandeknya beberapa kebijakan, kinerja dan konsentrasi HUBLA dalam mengemban amanah sebagai regulator maritim di Indonesia adalah faktor non teknis dan faktor SDM nya sendiri. Masih mudah dijumpai segelintir pejabat HUBLA terang-terangan meminta uang dari para pengguna jasanya. Bahkan permintaan uang ratusan juta masih didapati, seperti yang dilaporkan responden eMaritim saat bekerja di Kepulauan Riau pada akhir tahun lalu. Walaupun tidak sedikit pejabat HUBLA di pusat dan daerah yang benar benar bersih dan menjalankan tugasnya sebagai amanah.

Masalah moral adalah masalah bangsa, dan kita tertinggal jauh dari negara tetangga dalam aspek pembangunan karena masalah Pagar Makan Tanaman. Berikutnya adalah masalah SDM di HUBLA yang selama ini jadi sorotan beberapa pihak.

Memiliki domain utama mengatur Keselamatan Pelayaran yang meliputi keselamatan kapal dan ABK nya,  HUBLA harus bisa membuat pejabatnya memiliki passion, knowledge, dan sense of responsibility terhadap kapal,  pelaut dan konstituen kegiatan pelayaran itu sendiri. Pejabat HUBLA harus berani berbaur dengan komunitas pengamat,  Organisasi Profesi dan Akademisi yang perduli terhadap permasalahan Kapal, Pelaut dan Pelabuhan. Ketiga hal tersebut tidak bisa dipungkiri menjadi bagian utama dari nafas kehidupan dunia maritim dimanapun. Pembauran ini diperlukan agar ada rasa tanggung jawab kepada komunitas maritim itu sendiri sekaligus menyerap ilmu, informasi dan aspirasi mereka.

Tanpa bermaksud mendiskreditkan siapapun, apabila level knowledge, passion dan sense of responsibility dari pejabat nya tidak sepadan dengan beban jabatan nya,  maka hal lain yang bukan menjadi tugas utamanyalah yang akan lebih sering dikerjakan.

Seandainya HUBLA benar benar ingin maju, sebenarnya bisa berpatokan kepada Undang Undang no. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam hal
untuk perekrutan,  mutasi,  promosi dan rotasi pejabatnya. Pada UU no.5 tersebut terutama pada pasal 68, 69, 70, 71 dan 72 ditemukan kalimat Kompetensi,  Kualifikasi, diulang ulang pada beberapa pasal sebagai sebuah persaratan mutlak. 

Peningkatan Kompetensi dan Kualifikasi bisa didapat dari banyak cara, salah satunya dengan membuat Forum Ahli dan sama sama melakukan kajian kemaritiman dengan Forum Ahli atau Komunitas/ Organisasi Maritim tersebut.

Dengan masih belum dilaksanakannya aturan mengenai NCVS yang mengatur tentang standarisasi kapal dan persaratan ikutannya, serta luputnya perhatian HUBLA terhadap kualitas pelaut dan organisasi pelaut KPI yang kembali dikuasai oleh muka muka pengurus lama yang sudah puluhan tahun bercokol di Cikini, maka 2018 adalah tahun harapan dan tahun pembenahan HUBLA.

HUBLA  sebenarnya tidak perlu berkecil hati, karena uluran tangan untuk membantu yang datangnya dari pihak luar dipastikan lebih dari cukup. Tinggal berpulang kepada keinginan HUBLA untuk kembali menjadi motor penggerak utama kemajuan dunia maritim Indonesia dan dihormati oleh pengguna jasanya. 

Patut diingat bahwa tindak lanjut dan langkah perbaikan dari kecelakaan kecelakaan kapal di 2017 masih belum terlihat, serta masalah pelaut masih belum tertangani dengan baik.(Capt. Zaenal A Hasibuan, a proud member of IKPPNI/ Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia)