Ketua DPC INSA Banjarmasin, Capt. Moch Nurdin |
Jakarta, eMaritim.com - DPC
INSA Banjarmasin menolak rencana Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di Kalimantan
Selatan yakni PT Pelabuhan Barito Kuala Mandiri (PBKM) yang memperpanjang jarak
pemanduan dari Jembatan Rumpiang ke Jembatan Barito. Sebab, beban operasional
pelayaran semakin membengkak jika rencana tersebut direalisasikan.
Ketua
DPC INSA Banjarmasin Capt. Moch Nurdin mempertanyakan seberapa pentingnya
memperpanjang jarak pemanduan dari Jembatan Rumpiang ke Jembatan Barito kepada PBKM.
Selama ini jalur tersebut merupakan jalur yang aman bagi keselamatan dan
keamanan pelayaran.
"Otomatis
mengeluarkan biaya operasional. Selama ini bertahun-tahun tidak ada pemanduan.
Sudah bertahun-tahun juga daerah tersebut tidak pernah dinyatakan rawan,"
kata Nurdin kepada eMaritim di
Jakarta.
Diakui
Nurdin, memang wilayah tersebut sudah ditetapkan sebagai wilayah wajib pandu
oleh pemerintah. Namun, Nurdin menilai dalam penetapan wilayah wajib pandu di
daerah tersebut tidak transparan dan DPC INSA Banjarmasin tidak libatkan.
Nurdin
menduga rencana PT PBKM yang sahamnya dimiliki Pemda Barito Kuala (Batola) dan
pihak ketiga memperpanjang jarak pandu dari Jembatan Rumpiang ke Jembatan
Barito seiring dengan adanya kebijakan peningkatan kontribusi pendapatan untuk
Pemda Batola.
“Nah
disitu dia (PBKM) mengambil point-point tentang
pemanduan. Pelabuhan tidak punya, tapi pemanduannya yang dia (PBKM) ambil.
Sedangkan BUP itu harus mengusahakan pelabuhan bukan pemanduan,” ungkapnya.
Nurdin
menuturkan DPC INSA Banjarmasin meminta Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Kementerian Perhubungan agar mengubah status wilayah wajib pandu menjadi wajib
pandu luar biasa di daerah tersebut. Tujuannya adalah agar pemanduan yang diusahakan
PBKM bersifat optional berdasarkan
keputusan Kementerian Perhubungan.
“Kita
minta Kemenhub yakni Dirjen Perhubungan Laut untuk mengevaluasi wilayah
tersebut apakah memang masih bisa diubah menjadi wajib pandu luar biasa atau
dicabut,” pungkasnya.(hp)