Pengawasan Penerbitan SPB di Perairan Danau Toba di Perketat -->

Iklan Semua Halaman

Pengawasan Penerbitan SPB di Perairan Danau Toba di Perketat

26 Juni 2018
Jakarta, eMaritim.com – Pasca kejadian tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Direktorat Jenderal Perhubungan memperketat penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), dan mengeluarkan petunjuk pengawasan penerbitan SPB bagi kapal-kapal yang berlayar di Perairan tersebut.

Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Junaidi mengungkapkan bahwa dengan adanya kejadian tenggelamnya kapal KM. Sinar Bangun di Danau Toba beberapa waktu yang lalu,  Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku maritime administration mengeluarkan Surat Edaran nomor KL.202/1/14/DN-18 tanggal 25 Juni 2018 yang ditujukan untuk para pemilik/operator kapal dan nakhoda tentang Petunjuk Pengawasa  Penerbitan SPB Bagi Kapal-Kapal yang Berlayar di Perairan Danau Toba.

"Selama ini SPB kapal-kapal yang berlayar di Danau Toba diterbitkan oleh petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran angkutan sungai dan danau pada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat," kata Junaidi.

Lebih lanjut, Junaidi menyebutkan bahwa kejadian KM. Sinar Bangun kemarin mendorong Direktorat Jenderal Perhubungan Laut hadir untuk melakukan pembinaan keselamatan pelayaran di Danau Toba salah satunya dengan menertibkan prosedur penerbitan SPB kapal-kapal yang berlayar di Danau Toba.

"Untuk itulah kami keluarkan surat edaran tentang petunjuk pengawasan penerbitan SPB agar masing-masing pihak baik pemilik maupun operator kapal dan nakhoda mengerti apa yang harus dipenuhi sebelum SPB diterbitkan," ujar Junaidi.

Junaidi menjelaskan bahwa sebelum mendapatkan SPB, Nakhoda kapal mengajukan surat permohonan kepada petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran angkutan sungai dan danau pada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.

"Selanjutnya, Nakhoda membuat surat pernyataan (master sailing declaration) dan ditandatangani sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM.82 tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan SPB. Nakhoda juga harus melampirkan dokumen/surat-surat kapal dan manifes serta daftar penumpang sebelum penerbitan SPB," tegas Junaidi.

Junaidi juga menegaskan para pemilik/operator kapal dan nakhoda untuk berkewajiban memastikan kapal sebelum berlayar dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan dan alat pemadam kebakaran tersedia yang dapat berfungsi dengan baik.

"Nakhoda harus memastikan keadaan cuaca sebelum berlayar dalam kondisi baik dengan memantau prakiraan cuaca melalui website BMKG. Nakhoda juga harus memastikan kapal sebelum diberangkatkan tidak dimuati penumpang lebih dari kapasitas yang diterapkan dalam aspek keselamatan kapal," ujar Junaidi.

Junaidi juga menegaskan agar Nakhoda berkewajiban memastikan penumpang kapalnya menggunakan life jacket selama pelayarannya tanpa terkecuali. Junaidi juga menegaskan agar Nakhoda berkewajiban untuk memastikan setiap penumpangnya menggunakan life jacket.

"Nakhoda segera melaporkan kepada petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran angkutan sungai dan danau pada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat bila ditemukan kondisi kapalnya tidak laik layar. Nakhoda juga harus menunda keberangkatan jika cuaca tidak memungkinkan untuk berangkat dan faktor kelaikan kapal tidak terpenuhi," tutup Junaidi.

Sekali lagi, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menegaskan bahwa keselamatan pelayaran dapat terwujud jika ada sinergi antara regulator, operator dan user dalam hal ini pengguna jasa transportasi laut.

Untuk itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengajak semua pihak untuk menjadikan keselamatan pelayaran sebagai kebutuhan mutlak dan tanggung jawab bersama.  Pemenuhan keselamatan pelayaran harus dilakukan agar terwujud pelayaran yang aman, selamat, tertib dan nyaman (PASTINYA!). (*/hp)