Tragedi KMP Lestari Maju, Cermin Hilangnya Aspek Kekuatan SDM Pelayaran. -->

Iklan Semua Halaman

Tragedi KMP Lestari Maju, Cermin Hilangnya Aspek Kekuatan SDM Pelayaran.

30 Juli 2018
eMaritim.com

Belum hadirnya negara secara menyeluruh didalam moda angkutan laut, sungai dan danau bisa dimaknai bahwa Indonesia masih mencari bentuk terbaiknya bagaimana penataan tersebut dilakukan dan oleh siapa. Dipihak lain hajat hidup masyarakat Indonesia tidak bisa menunggu sampai semua moda transportasi perairan bisa memenuhi semua kebutuhan sesuai standar yang berlaku secara nasional ataupun internasional.

Maka semua alat angkut tradisional yang telah ada jauh sebelum Republik ini merdeka,  terus bertahan dengan kondisi dan cara yang sama. Beberapa mensiasatinya dengan melakukan perubahan-perubahan sesuai tuntutan pengguna dan kemampuan masyarakat lokal terutama dalam ketersediaan dan murahnya biaya.

Angkutan laut yang menjadi tulang punggung transportasi penumpang di daerah kepulauan di seluruh pelosok Indonesia, menjadi salah satu yang paling tertinggal dibanding moda transportasi lainnnya. Beragamnya jenis angkutan yang ada mulai dari kapal kayu, kapal fiber ataupun kapal besi masih belum seragam penataannya walau Indonesia sudah punya aturan khusus tentang hal itu.

Moda transportasi yang mahal biayanya akan sangat sulit diterima oleh masyarakat lokal, walaupun tentunya mereka berharap akan hadirnya pemerintah dalam menyediakan angkutan yang baik.

Kecelakaan KMP Lestari Maju di Pulau Selayar merupakan gambaran bagaimana negara tidak cukup hadir dalam memberikan angkutan laut yang baik buat masyarakat kepulauan Indonesia.


Padahal jarak pelabuhan Bira ke pelabuhan Pematata hanya 27 km, sementara jarak Bira yang merupakan ujung selatan dari Pulau Sulawesi  ke Pulau Selayar di selatannya adalah 16 km, dengan 2 pulau kecil diantara Pulau Sulawesi  dan Pulau Selayar.

Jauh sebelum kecelakaan KMP Lestari Maju yang merenggut 35 jiwa pada bulan lalu, pelayaran dari Pelabuhan Bira ke Pematata di pulau Selayar di layani oleh KMP Bontoharu milik ASDP sejak 2004, diantara tahun itu sampai tahun 2018 berbagai masalah timbul di rute tersebut seperti kapal rusak, kewajiban docking tahunan, dan angin kencang,  tetapi hal yang pasti adalah pertumbuhan ekonomi Pulau Selayar semakin membutuhkan armada penyeberangan.

Hadirnya KMP Lestari Maju pada tahun 2016 diinisiasi oleh keinginan daerah tersebut untuk memiliki tambahan armada penyeberangan, yang bisa dipakai membantu kemajuan ekonomi Pulau Selayar, tentu dengan biaya yang murah. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan cara membeli kapal yang relatif murah karena tidak mungkin pihak perbankan mendanai kapal mahal dengan income yang terbatas.

Maka dilakukanlah beberapa modifikasi untuk memenuhi standar menjadi Kapal Motor Penyeberangan dari sebuah kapal jenis LCT.

Dalam Ilmu Keselamatan yang dianut beberapa industri pelayaran yang ketat menerapkan Safety sebagai tujuan utama, kekurangan dalam sebuah aspek harus ditutupi dengan kuatnya aspek lain sebagai sebuah konsekuensi. Ada lima hal yang biasa di kaitkan dengan itu; Persiapan yang baik, Komunikasi yang baik, Supervisi yang baik, Menggunakan sarana yang benar,  Persiapan menghadapi  perubahan jika keadaan memburuk.

Diawal berlayarnya kapal tersebut melayani rute sepanjang 26 km, ke 5 hal tersebut dilakukan dengan konsekuensi supervisi melekat dari pihak pihak yang terlibat. Karena semua sadar akan konsekuensi perubahan bentuk kapal, salah satunya batasan terhadap kemampuan menghadapi cuaca yang kurang baik. Hal ini bisa dilihat dari fakta, bahwa dalam kurun 1 tahun lebih, KMP Lestari Maju relatif aman melayani rute tersebut tanpa masalah berarti.

Masalah muncul ketika fungsi supervisi dan komunikasi yang seharusnya terus dilakukan secara melekat perlahan mulai kendur, sehingga kesiapan menghadapi cuaca buruk dan penggunaan peralatan keselamatan yang benar menjadi hal yang tidak dibiasakan atau tidak dilatih.

Maka terjadilah kecelakaan yang menelan korban jiwa sebanyak 35 penumpang.

Bukan cuma KMP Lestari Maju,  umumnya Kapal Penyeberangan di Indonesia juga berusia tua dengan kondisi yang kurang memenuhi kaedah safety dalam arti internasional ataupun nasional. Inilah negara kita,  negara berkembang yang memiliki banyak keterbatasan dalam hal dana.

Satu aspek yang harus diperkuat karena tidak membutuhkan biaya besar adalah faktor SDM yang berkualitas dan diharapkan mampu menutupi kekurangan di bidang lain dalam rantai kegiatan transportasi laut,  sungai dan danau.

Selama perubahan bentuk, pemeriksaan dan pengawasan operasi KMP Lestari Maju ada ditangan yang benar, kapal itu tetap tegar berlayar dalam keterbatasannya yang harus dipatuhi. Tetapi apabila faktor pengawasan lemah, Kapal Penumpang yang bagus pun bisa mengalami hal serupa. Dibutuhkan minimal 1 pihak yang dengan kemampuan teknisnya mengatakan;"Kapal tidak saya ijinkan berlayar",  tanpa harus menunggu di dikte dari pusat.

Harus dibangun sebuah sistem yang memberikan overriding authority baik kepada nakhoda kapal maupun syahbandar, dimana mereka punya hak dan wajib melakukan tindakan sesuai kompetensi yang melekat padanya untuk menjamin keselamatan jiwa manusia,  kapal dan muatannya. Tidak boleh ada seorangpun yang melanggar keputusan tersebut.

Sistem ini untuk menjamin bahwa nakhoda atau syahbandar harus dilindungi dari tekanan pihak manapun yang ingin merubah keputusan mereka. Jadi kualifikasi apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan seseorang yang memiliki kemampuan teknis mumpuni dan berani bersikap seperti itu? Nakhoda yang baik dan seseorang yang minimal sebaik nakhoda kapal tersebut untuk posisi syahbandarnya.

Saat ini hanya KMP Bontoharu yang ada untuk membantu masyarakat Pulau Selayar menjalankan roda ekomomi di pulaunya. Kapal lainnya Tunu Pratama 2888 sudah dilarang berlayar dan kembali ke Kalimantan meninggalkan masyarakat Pulau Selayar seperti masa sebelum tahun 1990, dimana menyeberang ke Sulawesi adalah gabungan antara setengah harapan dan setengah kekecewaan.

Di saat negara masih belum mampu menyediakan sarana transportasi pelayaran yang baik buat masyarakatnya, sebaiknya negara juga tidak alpa menyediakan SDM pelayaran yang berkualitas dan kompeten yang bisa dipakai sebagai faktor penambal lemahnya aspek lain dalam lingkaran masalah transportasi laut Indonesia yang masih jauh dari kategori baik. Jika menyediakan kedua-duanya (kapal dan SDM yang baik) pemerintah juga masih belum mampu dan belum mau, maka tidak ada alasan untuk menyalahkan siapapun kecuali diri sendiri.

Penempatan SDM yang lemah di sektor Regulator, Perusahaan Pelayaran dan diatas kapal hanya membuat Indonesia menjadi semakin terpuruk di kaki mimpinya sendiri, mimpi menjadi negara maritim. (Capt.Zaenal A Hasibuan)