Jakarta, eMaritim.com - Mulai 24 Desember
2018 kapal penyeberangan lintas Merak - Bakauheuni di bawah 5000 gross
register ton (GRT) dilarang beroperasi,
sesuai Peraturan Menteri Perhubungan PM
88/2014 tentang Pengaturan Ukuran Kapal
Angkutan Penyeberangan di Lintas Merak - Bakauheni.
Di lintasan Merak-Bakauheuni
sendiri saat ini terdapat 70 unit kapal jenis roro dan sekitar 27 unit
adalah kapal-kapal di bawah 5000 GRT atau rata- rata ukurannya 3.661 GRT.
Beleid yang
mewajibkan operasional kapal
minimal 5000 GRT tersebut, sesuai seperti tercantum pasal 2 dan 3
PM 88/2014. Perusahaan pelayaran
yang belum menyesuaikan kapalnya sampai 24 Desember 2018, diperintahkan beroperasi pada lintasan
lain di luar Merak.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pemilik Kapal Penyeberangan
Nasional (Indonesia National Ferry
Owners Association/DPP INFA), Mayjen TNI (Purn) Eddy Oetomo mengatakan,
tidak keberatan beleid dalam PM
88/2014 itu diterapkan.
Disebutkan, dari total 70 unit kapal di lintasan
Merak-Bakauheuni, 16 kapal atau 22
persen adalah milik anggota INFA. Eddy
mengatakan, kapal anggota INFA yang masih
di bawah 5000 GRT tersisa tiga
unit.
Namun, menurut Eddy, tiga unit kapal yang di bawah 5000
GRT itu
sedang dalam proses penyesuaian. Artinya, tutur Eddy, kapal itu ada yang diganti dan dirubah
menjadi 5000 GRT.
"Kami menyadari kebutuhan yang ada pada lintasan itu,
dan sejak PM 88/2014
itu disyahkan kami diberikan waktu empat tahun oleh pemerintah melakukan
penyesuaian. Sekarang kapal - kapal anggota INFA yang di bawah 5000 GRT hanya tersisa tiga unit dan pada Desember
2018, telah dilakukan penyesuaian," kata Eddy Senin (3/9/2018) di Jakarta seperti dikutip Bisnisnews.
Kewajiban menggunakan kapal minimum 5000 GRT pada lintasan
Merak-Bakauheuni, ungkapnya untuk
memgantisipasi tingginya truk angkutan
barang seiring selesainya sejumlah ruas jalan tol di Lampung ke Terbanggi Besar
sepanjang 140 kilo meter.
Jalan bebas hambatan dari Lampung itu terkoneksi langsung ke
Palembang - Indralaya. " Dengan beroperasinya jalan tol itu, mobilisasi
angkutan barang semakin tinggi. Kami sadari itu, makanya sejak peraturan itu
diterbitkan kami terus melakukan
sosialisasi kepada para anggota untuk melakukan penyesuaian," tuturnya.
Kendati demikian, para operator penyeberangan yang belum
memenuhi kewajiban seperti dipersyaratkan pasal 2 tersebut
diberikan prioritas mendapatkan
persetujuan mengoperasikan
kapalnya pada lintasan lain seperti yang tercantum dalam pasal 4 beleid PM 88/2014.
Pada sisi lain Eddy menambahkan, dari tingkat keterisian
penumpang yang ada pada lintasan Merak-Bakauheuni, misalnya untuk kapal
baru, dalam jangka waktu empat
tahun sudah bisa melunasi kapal atau minimal mendekati lunas.
Sementara itu Ketua Umum
Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
(Gapasdap) Khoiri Soetomo
mengatakan, lintasan Merak - Bakauheuni
bukan kekurangan kapal tapi kekurangam dermaga.
Kata dia, di lintasan Merak - Bakauheuni sekarang ini
justeru kelebihan kapal dan yang perlu diperhatikan pemerintah ialah menambah dermaga sehingga kapal-kapal di
bawah 5000 GRT bisa tetap beroperasi secara penuh.
"Kami sudah menyampaikan kajian kepada Direktorat
Jenderal Perhubungam Darat, terkait diberlakaukannya PM 88/2014,
yang mewajibkan kapal beroperasi di lintasan Merak - Bakauheuni minimum
5000 GRT," tuturnya.
Dia meminta Ditjen
Perhubungan Darat Merevisi aturan itu dan lebih berkonsentrasi kepada penataan
infrastruktur. Di lintasan Merak-Bakauheuni, ungkap Khoiri dari enam pasang dermaga
hanya ada tiga dermaga yang bisa melayani kapal- kapal
5000 GRT.
Bahkan kata Khoiri, dalam kondisi sepi penumpang seperti
sekarang ini dari seluruh kapal
yang beroperasi di lintasan
penyeberangan Merak - Bakauheuni, hanya
34 unit kapal per hari dari 70 unit kapal. (*)