INSA Apresiasi Daya Saing Indonesia Naik ke Peringkat 45 -->

Iklan Semua Halaman

INSA Apresiasi Daya Saing Indonesia Naik ke Peringkat 45

26 Oktober 2018
Data Infografik Indonesia di Peringkat 45 Dunia
Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia atau Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) sambut baik peningkatan peringkat Indonesia dalam Indeks Global Competitiveness 2018 ke posisi 45 dari 47 yang dirilis World Economic Forum.

Berdasarkan indeks tersebut, Indonesia unggul dibandingkan Meksiko yang berada di posisi 46, Filipina (56), India (58), Turki (61), dan Brasil (72). Namun, Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia yang diperingkat 25, Rusia (43), dan Thailand (38). Sedangkan Amerika Serikat berada diperingkat pertama, disusul Singapura, Jerman, Swiss, dan Jepang.

Penilaian daya saing berdasarkan kompenen yang diteliti yakni institusi, infrastruktur, kesiapan teknologi informasi dan komunikasi, stabilitas makroekonomi, kesehatan, keterampilan, pangsa pasar, tenaga kerja, sistem keuangan, dinamika bisnis, dan kapasitas inovasi. Terkait infrastruktur, Indonesia berada pada peringkat 71 atau skor 67.

“Dunia usaha Indonesia cukup senang mendengar ada perbaikan peringkat Global Competitiveness Report dari World Economi Forum,” ungkap Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto.

Carmelita mengatakan, Indonesia harus terus memperbaiki komponen-komponen yang menjadi penilaian dalam Global Competitiveness Repot. Artinya, komponen apa saja yang perlu mendapat perhatian untuk digenjot kinerjanya, dan komponen mana saja yang perlu dipertahankan. 

“Misalnya pada penilaian di sektor infrastruktur yang mencakup darat, laut, udara, dan kereta api yang di posisi 71, yang kami nilai perlu terus ditingkatkan konektivitasnya khususnya di wilayah terluar, terdalam dan terpencil,” kata Carmelita.

Menurut Carmelita, pembangunan infrastruktur yang masif dalam beberapa tahun terakhir ini perlu diapresiasi dan diharapkan berjalan konsisten, sehingga daya saing Indonesia akan ikut terkerek naik di masa mendatang.

Selain itu, dikatakan Carmelita, pemerintah dan seluruh stakeholder masih perlu bekerja keras melakukan perbaikan dan peningkatan di sektor inovasi dan tenaga kerja yang mana undang-undang tenaga kerja sangat tidak berpihak kepada dunia usaha. 

“Kita perlu fokus dan kerja sama semua pihak mengingat negara tujuan investasi yang berada wilayah yang sama dengan Indonesia seperti Malaysia dan Thailand diberi peringkat yang jauh lebih tinggi. Kita perlu segera melakukan inisiatif-inisiatif dan terobosan untuk mengejar ketertinggalan kita. Ini adalah kesempatan dimana pada saat ini kondisi ekonomi dunia sedang mencari equilibrium baru,” tuturnya.

Carmelita menjelaskan, equilibrium baru adalah dimana nilai mata uang dolar Amerika Serika lebih stabil, world trade sudah mendapatkan balance yang disepakati. Bilateral antara AS-CHINA dan juga bilateral negara lainnya. Kestabilan emerging markets sangat bergantung nilai tukar dolar AS dan Trade Agreement antara negara-negara besar pelaku ekonomi dunia.

“Kalau kondisi-kondisi di atas bisa tercapai, kemungkinan tahun depan keadaan bisa membaik dan hanya satu faktor yang dapat memperlambat pertumbuhan Indonesia yaitu harga minyak yang masih naik turun dikisaran USD 70 - USD 80,” pungkasnya. (*)