INSA Tak Setuju BUP IMPT Pungut Biaya Jasa Pandu di Pelabuhan Banjarmasin -->

Iklan Semua Halaman

INSA Tak Setuju BUP IMPT Pungut Biaya Jasa Pandu di Pelabuhan Banjarmasin

09 November 2018

Ilustrasi Pelabuhan Tanjung Priok

Banjarmasin, eMaritim.com - Organisasi pengusaha perusahaan pelayaran angkutan niaga atau Indonesian National Shipowners Association ( INSA) Kalimantan Selatan, gusar ketika kabar Indonesia Multi Purpose Terminal (IMPT) berniat memungut biaya jasa pelabuhan.

IMPT sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP) sudah membuat konsesi dengan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Banjarmasin di Pelabuhan Taboneo, Kabupaten Tanah Laut. Pangkal persoalan yang dikeluhkan INSA Kalsel, KSOP menunjuk IMPT untuk memungut biaya jasa pandu, ship to ship, dan lainnya kepada INSA.

Lebih ironis, menurut Ketua INSA Kalsel Capten Nurdin, semua perjanjian itu tidak mengacu konsep ‘No Service No Pay’ – larangan mengutip biaya tanpa ada pelayanan jasa, terutama kegiatan bongkar muat.

“Apalagi yang dikenakan tarif sebenarnya bukan sesuatu yang menjadi tanggungan bagi para pengguna jasa yang notabene anggota INSA. Sementara yang menjadi kegiatan di dalam ruang lingkup kegiatan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) sendiri belum diberikan besaran tarifnya seperti apa,” kata Nurdin‎ kepada banjarhits.ID di Banjarmasin, Rabu  (7/11).

Nurdin berkata INSA Kalsel tetap menolak keinginan KSOP dan IMPT. Sebab, pihaknya punya dasar kuat sesuai arahan dari DPP INSA yang tetap mengacu no service no pay.

Menurut dia, penerapan tarif yang akan diberlakukan IMPT belum tepat. Ia mengeluhkan IMPT mengutip tarif jasa barang dan jasa kapal ke pengguna jasa. “Tidak akan bisa dikutip, kalau tidak ada kesepakatan dengan asosiasi,” ujar Nurdin.

INSA meminta pemerintah harusnya memangkas biaya tinggi, bukan malah memaksakan aturan yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Di sisi lain, INSA turut menyayangkan pengenaan tarif pelabuhan yang tidak sesuai aturan.

Selain itu, dia berasumi kebijakan ini tak punya dasar kesepakatan kuat antara pelayaran dan operator pelabuhan. Nurdin menegaskan pengenaan tarif yang dimaksud adalah tarif jasa barang dan tarif progresif. Adapun tarif jasa barang merupakan tarif yang dikenakan operator pelabuhan untuk consignee atau shipper.

"Namun pada praktik di lapangan, operator pelabuhan mengenakaannya kepada pelayaran. Alasannya, operator pelabuhan kerap memakan waktu yang lama untuk menerima pembayaran tarif jasa barang dari consignee atau shipper," katanya.

Adanya kebijakan ini membuat pelayaran mesti menanggung terlebih dahulu beban biaya tarif jasa barang. Setelah itu, pelayaran baru menagihnya kepada shipper. Nurdin menambahkan, pelayaran pun kemudian dipaksa menunggu lebih dulu tarif jasa barang di pelabuhan.

Nurdin menambahkan, tarif progresif tak bisa dibebankan ke pihak pelayaran selama keterlambatan produktivitas pelabuhan disebabkan oleh performa operator. Namun, jika keterlambatan itu disebabkan pihak pelayaran, maka tarif progresif menjadi beban pelayaran.

"Untuk itu, penerapan tarif progresif di pelabuhan tanpa adanya kesepakatan SLA atau SLG sulit diterapkan dan merugikan pelayaran," kata Nurdin.

Sementara anggota INSA Kalsel Jumadri Masrun juga kurang sepakat atas rencana pemberlakuan tarif bagi anggota INSA yang akan diterapkan IMPT. “Sebaiknya rencana itu ditunda dulu, karena terkesan dipaksakan. Apalagi IMPT itu kan perusahaan swasta,” kata Jumadri. (*)