Ilustrasi |
“KBN Vs KCN murni
urusan internal perusahaan itu sendiri. KBN selaku holding company dengan KCN
sebagai anak usahanya, idealnya menyelesaikan sejak awal,” ungkap Candra
Ketika perseterusan itu menyeret Kementerian Perhubungan
(Kemenhub), ungkap Candra Motik, masalah menjadi makin rumit. Sebagai kementerian teknis yang tugasnya
memberikan pelayanan, ungkapya, kini hanya menjadi korban dari perseteruan
internal KBN dengan anak usahanya, KCN.
Ungkapan itu disampaikan Candra Motik menyikapi pemberitaan
Bisnisnews.id pada 14 Desember 2018,
"Sengketa Investasi KBN Vs KCN, Namarin Menilai Kemenhub Tidak
Tegas", Tuturnya.
Dikatakan, dalam kemelut ini, Kementerian Perhubungan hanya
menjadi korban dari pemasalahan internal antara induk dan anak usaha.
"Dimana KBN menganggap, konsesi yang diajukan pihak KCN atas lahan
reklamasi, yang dilakukan oleh direktur KCN tanpa persetujuan RUPS yang
melibatkan KBN," tegas Candra.
Padahal menurut KBN, lanjut Candra, lahan reklamasi
tersebut, merupakan lahan yang tidak terpisahkan dengan lahan yang telah
dikonsesikan dengan KBN.
"Permasalahannya sekarang adalah, apakah direktur KCN
tersebut sudah memiliki persetujuan dari RUPS KBN. Kalau konteksnya ini,
bukanlah tanggungjawab Kementerian Perhubungan," tegas Candra.
Pertanyaan lainnya adalag adalah, apakah KBN sejak awal
tidak mengetahui perihal reklamasi lahan KCN ? Karena kegiatan reklamasi di
lapangan yang diklaim KBN, terjadi melalui proses panjang dan kemungkinan besar
KBN mengetahui sejak awal tentang reklamasi yang dilakukan pihak KCN.
Ketika permasalahan ini mengemuka dan bergeser ke meja hijau
serta menyeret Kementerian Perhubungan, maka penyelesaiannya menjadi rumit,
padahal ini hanya masalah internal KBN dengan anak usahanya, yaitu KCN.
"Seharunys KBN tahu, kan kasat mata, terlihat jelas
fisiknya di lapangan dengan prosesnya yang cukup panjang. Kasihan juga Kemenhub
yang menjadi korban dari permasalahan internal KBN dan KCN," tutur Candra.
Dalam konteks ini, lajutnya, Kemenhub tidak bisa serta merta
dipersalahkan. "Yang kita harapkan sekarang ini adalah, dapat solusinya
yang saling menguntungkan dari semua pihak yang bertikai," jelasnya.
Penyelesaian Kasus yang Bertele-tele
Sepeti diberitakan sebelumnya, Direktur National Maritime
Institut (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan,
sengketa investasi itu harusnya cepat diselesaikan sebelum naik ke meja hijau.
Rusdi menilai, pemerintah kurang tegas dalam
menyelesaikan sengketa investasi
pembangunan dermaga di Pkawasan
Marunda antara KCN dengan KBN.
"Pemerintahnya yang tidak tegas, mencla-mencle, harusnya sejak awal mengambil sikap tegas,
sebelum masalahnya meluas hingga ke pengadilan," tuturnya dalam FGD
terkait pembahasan terkait investasi di sektor infrastruktur transportasi.
Siswanto mengatakan, sengketa ini hanya menjadi ganjalan
pengembangan infrastruktur di kawasan Marunda. Selain membuang waktu cukup
lama, investasi yang sudah tertanam
menjadi sia-sia.
Dibutuhkan keberanian pemerintah mengambil sikap. Presiden
harus turun tangan menyelesaikan masalah itu, dan mencabut gugatan ditingkat
banding, sehingga masalah itu selesai dan kawasan Marunda dapat dikembangkan.
"Yang bisa melakukan itu adalah bos besar, yaitu Presiden. Kalau tidak ada
sikap tegas, maka kita harus menunggu
beberapa tahun kedepan yang melelahkan untuk menuntaskan kasus sengketa
itu," tuturnya
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Joko Sasono
menepis kritikan miring itu, ditegaskan, upaya penyelesaian sengketa itu sudah dilakukan sejak awal.
Ketika masing-masing-masing pihak merasa benar dengan
argumen dan bukti dokumen yang
dimiliki, upaya mencari keadilan
dilanjutkan ke meja hijau. Bahkan
sengketa ini, KBN bukan saja
menggugat KCN tapi juga menyeret Kementerian Perhubungan sebagai tergugat
terkait pemberian konsesi.
Kasubag Bantuan Hukum
Ditjen Perhubungan Laut, Difla Oktaviana menegaskan, pertarungan antara
KBN dan KCN ini idealnya tidak melibatkan Kementerian Perhubungan ( Ditjen
Perhubungan Laut). Karena dalam konteks hukum, sengketa yang terus bergulir itu
sifatnya b to b. (*/Hp)