Jakarta, eMaritim.com – Indonesia kembali menggalang
dukungan dari negara-negara anggota International Maritim Organization (IMO)
untuk memilih Indonesia sebagai Anggota Dewan IMO “Kategori C” Periode
2020-2021 saat Resepsi Diplomatik. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi
membuka acara penggalangan dukungan yang dihadiri para Duta Besar/perwakilan
negara sahabat dan juga anggota IMO di Jakarta, Senin (8/7) di Kantor
Kementerian Perhubungan.
Adapun pada periode tahun 2018-2019, Indonesia masuk dalam
Kategori C yang merupakan perwakilan dari negara-negara yang mempunyai
kepentingan khusus dalam angkutan laut dan mencerminkan pembagian perwakilan
yang adil secara geografis, bersama dengan Singapura, Turki, Cyprus, Malta, Moroko, Mesir, Meksiko, Malaysia, Peru, Belgia, Chile, Philipina, Denmark, Afrika
Selatan, Jamaika, Kenya, Thailand, Liberia dan Bahama.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya
Sumadi meminta dukungan kepada negara anggota IMO untuk "Vote for
Indonesia" pada pemilihan Anggota Dewan IMO “Kategori C” periode 2020-2021
yang pemilihannya akan dilakukan pada salah satu agenda Sidang Majelis IMO
ke-31 tanggal 25 November - 5 Desember 2019 di Markas Besar IMO, London.
Menhub Budi Karya mengatakan, sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, keanggotaan Indonesia dalam IMO sangat penting. Indonesia
telah menjadi anggota IMO sejak 1961 dan
berperan aktif sebagai anggota Dewan IMO dari tahun 1973 hingga 1979 dan
dari tahun 1983 hingga saat ini.
“Sebagaimana yang tertuang dalam Nawacita untuk menjadikan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Presiden RI, Joko Widodo mengatakan
perlunya Indonesia menjadi anggota IMO agar Indonesia dapat terus berkontribusi
untuk menjamin keselamatan, keamanan pelayaran yang lebih baik lagi,” ujar
Menhub Budi usai menyampaikan general statement di acara indonesia's Diplomatic
Reception.
Melalui keanggotaannya di Dewan IMO, menurut Menhub, akan
memberi kesempatan bagi Indonesia untuk ikut serta dalam menentukan
kebijakan-kebijakan IMO yang sangat berpengaruh pada dunia. Terlebih, adanya
komitmen Indonesia untuk meneruskan kerjasama yang baik dengan IMO dalam
mewujudkan pelayaran yang selamat, aman dan ramah lingkungan.
"Keanggotaan Indonesia dalam IMO ini sangat penting.
Indonesia telah menjadi anggota IMO sejak 1961 dan telah berperan aktif sebagai
anggota Dewan IMO dari tahun 1973 hingga 1979 dan dari tahun 1983 hingga saat
ini," tuturnya.
"Indonesia siap untuk meningkatkan kontribusinya
terhadap pekerjaan Dewan dan pertimbangan, diantaranya dengan memulai reformasi
organisasi hingga perlindungan lingkungan, mulai dari keselamatan dan keamanan
hingga sumber daya manusia, hingga mulai dari kerjasama teknis hingga
pembangunan berkelanjutan," tambah Menhub Budi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut R. Agus H.
Purnomo menyampaikan bahwa IMO sebagai organisasi Internasional di bidang
maritim memainkan peranan penting dalam membantu Indonesia membangun industri
maritim dan konektivitas wilayah. Dalam hal ini, Program IMO telah memberikan
kontribusi signifikan untuk perwujudan keselamatan dan keamanan pelayaran di
Indonesia.
“Keanggotaan pada Dewan IMO ini akan memberi kesempatan bagi
Indonesia untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan-kebijakan IMO yang sangat
berpengaruh pada dunia kemaritiman,” ucap Dirjen Agus.
Indonesia dianggap semakin menunjukan eksistensinya dalam
kancah maritim internasional yang diperhitungkan oleh negara-negara maritim di
dunia. Salah satunya dengan melakukan ratifikasi aturan maupun protokol yang
diterapkan IMO. Hingga saat ini, Indonesia telah meratifikasi 26 instrumen IMO,
di antaranya: SOLAS 74, MARPOL 78, Loadline 66, Tonnage 69, COLREG 72, STCW 78, FAL 65, CLC 69, INMARSAT OA 76, SAR
Maritime 79, Ballas Water 2004, Anti-Fouling 2001, and STCW-F 95
Sebagai Negara maritim terbesar, Indonesia menjadi penghasil
pelaut terbesar kedua di dunia serta mempelopori pembentukan Archipelagic and
Island States (AIS) Forum.
Tak hanya itu, Negara kita juga sangat menaruh perhatian
terhadap isu lingkungan dan perlindungan lingkungan maritim. Terlihat dengan
aktifnya Indonesia dalam upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di level
nasional dan di level internasional serta berkomitmen untuk penerapan batas
sulfur 0.5m/m bahan bakar kapal pada tanggal 1 Januari 2020.
“Begitu pun dalam upaya pengurangan sampah plastik, yang
menjadi bagian dari kampanye internasional melalui rencana aksi nasional dengan
tujuan pengurangan 70% sampah plastik dari tahun 2017 sampai 2025,” tutur
Dirjen Agus.
Dirjen Agus juga menjelaskan bahwa Indonesia telah banyak
berperan dalam hal keselamatan, keamanan dan perlindungan maritim dunia. Salah
satunya adalah ditetapkan dan diadopsinya Bagan Pemisahan Alur Laut atau
Traffic Seperation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok oleh IMO serta
aktif dalam menjaga keselamatan navigasi dan perlindungan maritim bagi sekitar
100.000 kapal dalam setahun yang melewati Selat Malaka dan Selat Singapura yang
merupakan selat internasional.
Hal tersebut menunjukkan pengakuan dunia terhadap eksistensi
Indonesia yang turut menentukan kebijakan sektor transportasi laut dunia
khususnya di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan
lingkungan maritim.
Acara Resepsi Diplomatik ini dihadiri oleh 56 Duta
Besar/perwakilan negara sahabat serta diisi dengan berbagai agenda seperti
pemutaran video pencapaian Indonesia di sektor transportasi laut, pertunjukkan
instrumen musik (Bossanova Jawa), menari tarian Maumere bersama, makan malam
yang diakhiri oleh ramah tamah. (*/hp)