Kartu Kuning Untuk Kemenhub Karena Tidak Taat Aturan -->

Iklan Semua Halaman

Kartu Kuning Untuk Kemenhub Karena Tidak Taat Aturan

27 Desember 2021


Sebuah surat yang eMaritim terima dari pengusaha pelayaran di daerah menarik untuk dicermati dan kita ulas bersama-sama.


Surat itu dibuat pada tanggal 16 Desember 2021 oleh Biro Hukum Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan dan ditujukan kepada Kepala Perencanaan Kemenhub, bertema; Usulan Pengikut Sertaan ISAA dalam Pembahasan dan Penyusunan Tarif Pelayanan Jasa Kapal.


Sebelum masuk kedalam pembahasan mari sama-sama kita buka Undang-undang 17 tahun 2008 sebagai dasar ulasan ini.

Pada Bab 1 pasal 1 Ketentuan Umum;
(1). Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.

Sangat jelas disebut bahwa keempat subjek diatas adalah yang merupakan hajatan utama negara dan pelaku usaha dibidang pelayaran. Keempat hal tersebut adalah lakon utama pelayaran di Indonesia dan juga dunia. 

Karena pentingnya keempat subjek tersebut, maka isi dari Undang-undang 17/2008 dibuat sebagai berikut;
1. Angkutan perairan secara khusus ada di Bab V, Bab VI, Bab IX.
2. Kepelabuhanan secara khusus ada di Bab VII.
3. Keselamatan dan Keamanan secara khusus ada VIII  Bab XI, Bab XIII, Bab XVII.
4. Perlindungan Lingkungan secara khusus ada di Bab XII.

Dibagian mana diatur usaha jasa keagenan kapal? Mari kita lihat definisi dari jenis kegiatan keagenan kapal menurut UU 17.

Di Bab 1 (Ketentuan Umum), pasal 1 angka 9 disebut: Usaha jasa terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat memperlancar proses kegiatan di bidang pelayaran.

Sangat jelas bahwa usaha jasa terkait (UJT) adalah usaha untuk memperlancar kegiatan dibidang pelayaran (ada 4 bidang utama; angkutan perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, dan perlindungan lingkungan).

Lalu apa saja UJT didalam UU17? UJT ada di Bab V yang mengatur tentang Angkutan Perairan, UJT juga ada di Bab VII yang mengatur tentang Kepelabuhanan. UJT yang ada di angkutan perairan berbeda dengan UJT yang ada di lingkup kepelabuhanan. UJT angkutan perairan ditempatkan di pasal 31, sementara UJT kepelabuhanan ada di pasal 90.

Pasal 31; Untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan. Usaha jasa terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

1. Bongkar muat barang.
2. Jasa pengurusan transportasi.
3. Angkutan perairan pelabuhan.
4. Penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait. dengan angkutan laut.
5. Tally mandiri.
6. Depo peti kemas.
7. Pengelolaan kapal (ship management);
8. Perantara jual beli dan/atau sewa kapal (ship broker);
9. Keagenan Awak Kapal (ship manning agency);
10. Keagenan kapal; dan
11. Perawatan dan perbaikan kapal (ship repairing and maintenance).

Sangat jelas disebut bahwa UJT yang dimaksud diatas adalah untuk memperlancar kegiatan angkutan perairan, bukan untuk kegiatan pelabuhan, bukan untuk keselamatan dan keamanan dan juga bukan untuk perlindungan lingkungan maritim.

Untuk UJT kepelabuhanan yang ada di pasal 90 tidak kita bahas disini karena merupakan domain berbeda tentang Kepelabuhanan. Silahkan pembaca membuka sendiri isi dari pasal 90 di UU 17/ 2008.

Lalu jika UJT angkutan perairan ingin membahas soal tarif, maka itu juga jelas diatur didalam pasal 36 yang merupakan bagian dari Bab V (angkutan perairan); Tarif usaha jasa terkait ditetapkan oleh penyedia jasa terkait berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa terkait sesuai dengan jenis, struktur, dan golongan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Siapakah pengguna jasa UJT apabila kita membicarakan usaha keagenan kapal? Yang menggunakan jasa dan membayar tarifnya adalah angkutan perairan, semua diatur sangat baik didalam UU17.

Apabila usaha utama (angkutan perairan) membicarakan tarif dengan usaha utama lainnya (kepelabuhanan), dimanakah posisi keagenan kapal? Sebagai UJT, maka jasa keagenan kapal adalah pelaksana untuk memperlancar kegiatan angkutan perairan, posisi yang benar adalah menunggu selesainya 2 jasa utama mendiskusikan masalah tarif. Pembahasan tarif antara UJT dengan usaha utamanya seperti yang diatur pada pasal 36 harus dipisahkan dengan pembahasan tarif antara sesama usaha utama dibidang pelayaran (angkutan perairan dan kepelabuhanan).

Isi dari Bab dan Pasal di Undang-undang 17 tahun 2008 sangat jelas. Jadi apabila diusulkan bahwa UJT ikut berdiskusi untuk menentukan tarif antara 2 jasa utama, maka ini yang disebut offside. Menurut pantauan eMaritim sudah banyak otoritas pelabuhan dan usaha kepelabuhanan yang offside dengan mendudukkan 2 jasa utama dan UJT dalam sebuah meja diskusi.

Bahkan secara spesifik pemerintah memuatnya didalam Peraturan Menteri Perhubungan nomo 121 (Perubahan atas Permenhub nomor 72) Tentang Jenis, Struktur, dan Mekanisme Golongan Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhanan pada pasal 18b;
Konsep usulan besaran tarif pelayanan jasa kapal dan tarif pelayanan jasa barang yang disusun oleh BUP sebelum dikonsultasikan kepada Menteri terlebih dahulu disosialiasi dan disepakati oleh asosiasi pengguna jasa yang terkait langsung dengan jenis pelayanan yang tarifnya diusulkan serta pengguna jasa kepelabuhanan setempat;
1. Untuk tarif pelayanan jasa kapal kepada Indonesian National Shipowners Association (INSA) dan Pelayaran Rakyat (PELRA).

Semestinya 2 referensi aturan perundang undangan diatas cujup jelas bagi Kementerian Perhubungan untuk menentukan sikap langkah formal yang harus diambil. Karena penafsiran aturan tidak boleh berwarna kuning, harus jelas mau hijau atau merah alias boleh jalan atau tidak sama sekali?.