Izin Pelabuhan Umum Lebih Sulit Ketimbang Pelabuhan Khusus -->

Iklan Semua Halaman

Izin Pelabuhan Umum Lebih Sulit Ketimbang Pelabuhan Khusus

Pulo Lasman Simanjuntak
24 April 2015
Surabaya, eMaritim.Com,-Izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan umum untuk kegiatan perdagangan domestik dan ekspor impor lebih sulit daripada pelabuhan khusus. 

Oleh karena itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal akan mengkaji kembali hambatan izin pembangunan dan pengelolaan pelabuhan bersama pengelola pelabuhan, pemerintah daerah, dan kementerian terkait.

Hambatan perizinan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan disampaikan Direktur Utama Pelindo III Djarwo Surjanto kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani yang berkunjung ke pelabuhan Terminal Teluk Lamong di Surabaya, Jawa Timur, bru-baru ini seperti diberitakan HU.Kompas.

Menurut Djarwo, izin pembangunan dan pengelolaan, seperti amdal, pelabuhan Terminal Teluk Lamong butuh waktu tiga tahun.

Djarwo menjelaskan, pembangunan Terminal Teluk Lamong dilakukan karena Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, sudah padat dan melebihi kapasitas. Dengan adanya Terminal Teluk Lamong, kegiatan bongkar muat barang secara bertahap akan dialihkan ke Terminal Teluk Lamong.

Presiden Direktur Terminal Teluk Lamong Prasetyadi mengungkapkan, pembangunan Terminal Teluk Lamong dirintis sejak 2010 dengan nilai investasi tahap pertama Rp 4,5 triliun.

 ”Terminal Teluk Lamong merupakan pelabuhan yang menerapkan konsep The First Green Port,” katanya.

Untuk itu, lanjut Prasetyadi, infrastruktur listrik menggunakan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), truk yang masuk ke areal pelabuhan merupakan truk berbahan bakar gas. Selain itu, peralatan angkut peti kemas (crane) terkontrol secara otomatis.

 ”Crane otomatis ini pertama di Indonesia,” katanya.

Terminal Teluk Lamong berada di lahan 380 hektar (ha). Sebagian area pelabuhan merupakan lahan reklamasi. Kapasitas pelabuhan mencapai 5,5 juta peti kemas ukuran 20 kaki (Teus). Pelabuhan itu diproyeksikan mampu melayani kapal berbobot 50.000 DWT.

Franky mengungkapkan, perizinan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan umum ternyata lebih sulit dibandingkan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan khusus yang dimiliki perusahaan tertentu secara khusus. BKPM akan mengkaji lagi perizinan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan bersama pengelola pelabuhan, seperti Pelindo, pemerintah daerah, dan kementerian terkait.

Menurut Franky, pemerintah menargetkan membangun dan mengembangkan 24 pelabuhan. Oleh karena itu, berbagai hambatan dalam perizinan pembangunan dan pengelolaan harus dapat segera diatasi. Ketersediaan pelabuhan yang modern, terintegrasi sangat mendukung program pembangunan dan pengembangan kawasan industri dan investasi.

Franky menambahkan, keberadaan pelabuhan yang modern, seperti dengan peralatan crane otomatis dan memiliki kedalaman alur, sangat penting untuk menarik perusahaan pelayaran asing dengan kapal-kapal besar untuk bersandar. Dengan demikian, biaya pelayaran dapat lebih dihemat karena misalnya tidak perlu melalui Singapura.

Setelah meninjau Terminal Teluk Lamong, Franky juga meninjau kawasan industri dan pelabuhan, Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) di Gresik, Jatim, yang baru dikembangkan. Pelabuhan JIIPE ditargetkan mampu melayani kapal berbobot 75.000 DWT sampai 150.000 DWT. Selain Kawasan industri dan pelabuhan, JIIPE yang berada di atas lahan 3.000 ha juga akan mengembangkan perumahan. (siman/juntak/pulo)