Presiden Katakan Indonesia Belum Memiliki Pelabuhan Kapal Pesiar -->

Iklan Semua Halaman

Presiden Katakan Indonesia Belum Memiliki Pelabuhan Kapal Pesiar

06 Oktober 2017
Ilustrasi Kapal Pesiar | Istimewa
Singapura, eMritim.com – Tidak adanya pelabuhan untuk bersandar kapal pesiar di Indonesia, membuat presiden Joko Widodo tampak heran, "Kita ini negara kepulauan, tapi kita enggak punya terminal cruise, yacht. Bagaimana kapal pesiar mau datang ke kita? Suruh parkir di mana? Di Ciliwung?" kata dia dalam Rakornas Kadin 2017 pada Selasa 3, Oktober 2017.

Disaat Indonesia adalah negara maritim, dengan lebih dari 17 ribu pulau, dan dengan wilyah yang dikelilingi laut serta sumber daya alam untuk wisatawan yang banyak dan tak terhitung jumlahnya. Namun belum memiiki pelabuhan besar khusu untuk kapal pesiar.

Presiden Joko Widodo mengaku heran dibuatnya. Jokowi menambahkan, salah satu efeknya adalah jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia masih kalah dari negara-negara tetangga. Padahal, Tanah Air punya destinasi kelas dunia, seperti Danau Toba, Wakatobi, Borobudur, dan Bromo.

Setelah mengunjungi Singapura, Jokowi mengaku langsung memerintahkan para menterinya untuk membangun dermaga kapal pesiar. Targetnya, 10 dermaga terbangun dalam dua tahun.

Kapal-kapal pesiar berukuran besar memang telah merapat lebih dulu di Negeri Jiran. Pada Oktober 2009, Negeri Singa bahkan membangun salah satu pelabuhan terbesar di Asia, Marina Bay Cruise Centre Singapore (MBCCS).

Tiga tahun kemudian, pada 22 Oktober 2012, MBCCS diresmikan, melengkapi pelabuhan Harbour Front, yang secara geografis tak lagi maksimal untuk menjadi tempat bersandar kapal-kapal pesiar berukuran besar.

Marina Bay Cruise Centre Singapore menempati lahan seluas 28 ribu meter persegi atau setara tiga lapangan bola. Bangunan berarsitektur unik itu dilengkapi ruang kedatangan dan keberangkatan yang luas, yang bisa menampung 6.800 penumpang sekaligus.

Tak hanya Jokowi, Annie Chang, Director of Cruise Singapore Tourism Board juga berharap, Indonesia memiliki pelabuhan kapal pesiar. "Asia Tenggara adalah destinasi pelayaran yang baru dan terus berkembang," kata dia saat menyambut peserta Indonesia Journalist Visit Programme (IJVP) di atas kapal pesiar Mariner of the Seas milik Royal Carribean, Senin 2 Oktober 2017.

Industri kapal pesiar global membawa 24,7 juta penumpang pada 2016. Asia mencatatkan pertumbuhan paling cepat, yakni 38 persen. Sementara, Asia Tenggara diproyeksikan menerima sekitar 4,5 juta penumpang kapal pesiar pada 2035 -- atau meningkat 10 kali lipat dari 2016, demikian menurut konsultan pengembangan pelabuhan Bermello Ajamil and Patners Inc pada 2017.

Annie Chang menambahkan, Asia Tenggara memiliki banyak destinasi wisata, dari pantai hingga warisan budaya yang mendapat pengakuan UNESCO. Kesempatan tersebut tak boleh dilepaskan.

"Kita harus mempersiapkan diri untuk menerima kedatangan kapal pesiar raksasa generasi mendatang. Infastruktur dan lainnya harus siap menyambut banyak tamu yang datang bersamaan," kata Chan.

Sebab, pelabuhan yang representatif menjadi faktor krusial. Jika tidak, kapal harus melepas jangkar di laut dan penumpang diangkut menggunakan tender boat. "Jika hujan, itu sama sekali bukan hal yang menyenangkan. Apalagi, banyak lansia yang menjadi penumpang kapal pesiar. Itu mengapa pelabuhan harus diperdalam sehingga kapal besar bisa merapat," kata dia.

Ia menambahkan, menurut informasi yang didapat pihaknya, Indonesia akan meningkatkan Pelabuhan Benoa, Bali, pada 2018, agar memungkinkan untuk jadi tempat berlabuh kapal pesiar besar seperti kelas Quantum milik Royal Carribean Internasional yang bisa menampung 4.900 tamu.

Tak hanya itu, Genting Cruise Line juga berencana mengembangkan fasilitas berthing di Celukan Bawang pada 2019, agar bisa menjadi tempat berlabuh bagi kapal berpenumpang hingga 3.400 orang.

"Genting Dream akan menjadi kapal pesiar terbesar yang akan berlayar secara reguler ke Indonesia mulai Desember 2017, yang akan membawa total lebih dari 60 ribu penumpang, yang diperkirakan akan menghabiskan US$ 7 juta saat berkunjung ke daratan," kata Chan.

Perempuan itu menambahkan, Oceanic Group yang berbasis di Singapura juga akan melakukan kerja sama strategis dengan Politeknik Pariwisata Batam untuk memberi pelatihan dan mengeluarkan 1.000 sertifikat pertahunnya.

Berdasarkan data Cruise Lines International Association's 2014 South Asia Economic Impact Study, sedikitnya 16 ribu warga Indonesia bekerja di bidang jasa kapal pesiar.

"Bidang ini bisa memberi dampak ekonomi yang signifikan bagi negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” kata Chang. (*/ Liputan6.com)