KPI dan Manisnya Iuran Pelaut Indonesia -->

Iklan Semua Halaman

KPI dan Manisnya Iuran Pelaut Indonesia

10 Januari 2018
Surabaya, eMaritim.com


Ramainya dunia kemaritiman Indonesia dengan berbagai aktivitasnya seakan tidak pernah sepi dari pemberitaan media. Organisasi yang berbasis maritim pun bertambah jumlah nya dengan signifikan dan banyak melakukan kegiatan kegiatan positif yang bertujuan membantu Negeri ini kembali menjadi negara maritim seperti era 80an atau bahkan zaman keemasan nenek moyang kita dahulu.

Hanya saja, ada sebuah keganjilan bagi pengamat dan insan maritim di tanah air khususnya yang perduli dengan masalah Kepelautan. Dimana Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) sekarang dan apa kabarnya?

Jika ditanyakan kepada hampir semua pelaut apa tanggapannya tentang Organisasi Pelaut tertua di tanah air ini, maka hampir semua pula mencibir kinerja KPI. Tidak jelas apa yang mereka lakukan selama ini dan apa masalahnya sampai mereka seperti menutup diri dari dunia luar.

Diketahui bahwa KPI baru saja memiliki Ketua yang baru (istilah mereka President) bernama Mathias Tambing. Dan nama ini diketahui pula sudah menjadi Sekjend KPI semenjak 2001, artinya sudah 4 periode ketua KPI memiliki Sekjend yang sama dan sekarang naik pangkat jadi Presiden.

Lalu kenapa begitu betahnya para pengurus KPI bercokol di jabatan tersebut sampai beberapa periode? Jawabannya mungkin adalah karena KPI memungut iuran dari pelaut pelaut yang tidak pernah perduli apa yang dilakukan dengan uang tersebut.

Ini dimungkinkan karena anggota KPI HANYA pelaut pelaut yang bekerja diatas kapal pesiar asing dan kapal niaga asing, mereka adalah orang yang tidak pernah perduli siapa Ketua dan Pengurus KPI dan diapakan uang iuran yang mereka bayarkan.

Mereka menganggapnya seperti zakat sodaqoh saja, karena mereka umumnya memiliki gaji yang baik. Silahkan pelototi nama nama pengurus KPI, maka akan nampak nama nama yang sudah 10 tahun lebih tidak bergeser dan steady as she goes di jabatannya.

Disinilah letak nikmatnya menjadi pengurus KPI, sampai sampai mereka tidak pernah muncul dan ada disamping pelaut yang sedang membutuhkan.

Dan kesalahan fundamental KPI yang selalu terulang dan didiamkan oleh pembina nya (Dirkapel) adalah KPI tidak pernah punya figur pemimpin yang memiliki sifat dan sikap Nakhoda yang gagah, pandai, memimpin dan berdiri didepan awak kapalnya atau bahkan selalu berani mengorbankan kepentingannya diatas kepentingan ABK,  termasuk nyawanya.

Harus dipahami hubungan hierarchy diatas kapal sangat baku, dimana Nakhoda adalah pemimpin tunggal yang dilindungi undang undang dan aturan lainnya secara nasional dan internasional. Semua awak kapal akan tunduk dan bekerja atas perintah dan arahan nakhoda.

Lalu apabila organisasi pelaut dipimpin dan diurus oleh orang yang bukan berasal dari golongan tersebut, apa jadinya?

Untuk berdiri sama tinggi dan berdikusi soal permasalahan pendidikan pelaut, kesejahtraan pelaut, dan keselamatan pelaut pun akan ada gap pemahaman yang besar dengan dunia luar.
Akhirnyaya alih alih membawa KPI berbaur dengan organisasi lain,  mereka lebih cenderung menutup KPI karena kurangnya pengetahuan menyeluruh mengenai masalah pelaut, maka jadilah KPI sebagai organisasi yang minder dan rendah diri.

Apabila sudah seperti ini,  bisakah diharap sekelompok Nakhoda, KKM atau perwira yang lebih muda datang dan mau menjadi anggota KPI untuk memperbaiki citra dan kinerja mereka demi kemajuan dunia kepelautan Indonesia? Tidak mungkin.

Silahkan periksa data anggota KPI, dan kenapa muncul organisasi lain seperti Ikatan Nakhoda Niaga Indonesia (INNI),  Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI), Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) atau yang lebih spesifik lagi Organisasi Profesi Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI).

Semua ada karena aspirasi ingin memajukan dunia Kepelautan Indonesia, dan KPI sebagai organisasi tertua dirasa mandek serta lama dipimpin oleh Nakhoda abal-abal, sehingha tidak bisa dijadikan andalan.

Maka sebaiknya Dirkapel merombak seluruh pengurus KPI dengan meminta masukan dari tetua dunia kepelautan demi majunya anak bangsa. (Capt. Zaenal Arifin Hasibuan)