Ribuan Karyawan PT.Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Mogok Kerja -->

Iklan Semua Halaman

Ribuan Karyawan PT.Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Mogok Kerja

Pulo Lasman Simanjuntak
23 Januari 2015
Jakarta,eMaritim.Com,- Hujan mengguyur kawasan Cilincing, Jakarta Utara, Senin (19/1/2015) pagi. Cuaca yang membuat malas untuk beranjak ini tak menghalangi ribuan karyawan PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari untuk menggelar unjuk rasa dan mogok kerja. Penuh semangat, mereka memperjuangkan hak-hak yang belum dipenuhi perusahaan.

Puluhan spanduk berbagai ukuran terpasang rapi di sekeliling pagar perusahaan milik negara yang bergerak di bidang pembuatan dan perbaikan kapal ini. Tidak hanya spanduk, pengeras suara dan alat musik juga telah terpasang. Aksi segera dimulai.

Silih berganti karyawan berorasi di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Akibat aksi mogok ini, proses pekerjaan di perusahaan ini terhenti untuk sementara. Aksi mereka dikawal sekitar 30 personel kepolisian dari Polres Jakarta Utara.

”Kami hanya menuntut kesejahteraan sesuai aturan yang berlaku. Uang kesehatan, uang pensiun, belum diberikan. Gaji dan uang lembur selalu terlambat. Bahkan untuk nge-print di kantor kami harus beli kertas sendiri,” kata Eriek Prasetyo, Sekretaris Umum Serikat Pekerja (SP) PT PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (DKB) Grup. Eriek merupakan kepala bidang dari perusahaan negara yang memiliki dua anak perusahaan ini.

Menurut Eriek, total tunggakan yang harus dibayar senilai Rp 90 miliar. Nilai itu diperoleh dari tunggakan uang kesehatan dan jamsostek, uang pensiun pegawai, serta uang pengabdian masa kerja. Itu belum termasuk uang perusahaan katering yang juga belum dibayarkan.

Padahal, kata Eriek, perusahaan telah menjual aset perusahaan pada 2012 lalu, yang salah satu kesepakatannya untuk membayar semua tunggakan. Aset itu berupa salah satu galangan, yaitu galangan III yang dijual kepada perusahaan negara lainnya dengan harga Rp 389,5 miliar.

”Tapi, dananya entah digunakan untuk apa. Sebab, yang baru dibayarkan hanya sepersekian persen,” ujar Eriek seperti dikutip dari www.kompas.com di Jakarta, Jumat (23/1/2015).



Yos Safril (57), pensiunan PT DKB, menyempatkan datang dalam aksi ini. Sebab, meski berstatus sebagai mantan manager, ia belum mendapatkan hak yang seharusnya dibayarkan perusahaan.

”Kita semua berkumpul di sini agar semua hak-hak kita terpenuhi. Juga menginginkan agar perusahaan terus berkembang, tidak malah semakin menurun. Bukankah bangkitnya dunia maritim sesuai cita-cita pemerintahan saat ini?” kata Yos dalam orasinya.

Hal ini diamini Untung (57), pensiunan lainnya. Untung, Yos, dan 40-an orang lainnya belum mendapatkan dana pensiun dan pengabdian kerja. Mereka pensiun dalam kurun lima bulan terakhir.

Maryo (45), karyawan perusahaan, mengaku sangat waswas dengan kondisi perusahaan yang seperti ini. Sebab, masa depan karyawan menjadi tidak jelas akibat perusahaan yang seakan tidak mau bertanggung jawab.

”Kalau begini, masa depan kami tidak tentu arah dan membingungkan. Kami juga punya anak dan istri yang perlu dipenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kalau perusahaan mau dirampingkan, sekalian saja kami di-PHK massal. Jadi, pesangonnya bisa memadai,” kata Maryo.

Aksi mogok kerja itu berlangsung hingga sore hari. Pertemuan perwakilan karyawan dengan pihak perusahaan tidak membuahkan hasil berarti.

Ketua Serikat Pekerja PT DKB Wahyu Hagono mengungkapkan, keputusan tidak dapat diambil karena direksi perusahaan tak hadir. Pihak perusahaan hanya memberikan penjelasan yang tak menyeluruh.

”Belum ada sikap perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi lemah. Padahal, ada penjualan aset yang dananya tidak tahu ke mana,” kata Wahyu, yang juga Dirut PT Kodja Teramarine, anak perusahaan dari PT DKB.

Selain itu, lanjut Wahyu, kondisi perusahaan semakin memburuk karena adanya wacana relokasi perusahaan. Relokasi yang dimaksud adalah relokasi kantor pusat, galangan II yang dimiliki, serta anak perusahaan yang dimiliki, yaitu PT Airin.

Apabila merelokasi kantor-kantor itu, kata Wahyu, lalu pegawainya mau ditempatkan di kantor yang mana. Sebab, saat ini saja karyawan bertumpuk akibat adanya pemindahalihan aset.

”Masalah tidak hanya itu karena ada puluhan karyawan yang masih berstatus honorer dengan masa kerja di atas 10 tahun. Atau, masalah lainnya seperti macetnya proyek kapal alat utama sistem persenjataan TNI yang sedang dikerjakan. Oleh sebab itu, kami akan melanjutkan aksi ini ke Kementerian BUMN pada 22 Januari mendatang,” tuturnya.

Pihak perusahaan yang hendak dikonfirmasi tidak memberikan waktu untuk hal ini. Sementara direksi tidak berada di tempat. Salah seorang staf HRD PT DBK, Budi Utama, mengungkapkan, kondisi perusahaan memang dalam kondisi yang tak sehat. Sementara karyawan menginginkan perusahaan memenuhi keinginannya.

Tuntutan karyawan yang telah melaksanakan tugasnya merupakan sesuatu yang wajar. Sebab, mereka telah mengeluarkan keringat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari di tengah gejolak ekonomi yang tak menentu. (pulo lasman simanjuntak)