TKI Pelaut Diminta Pahami Dokumen Perjanjian Kerja Laut -->

Iklan Semua Halaman

TKI Pelaut Diminta Pahami Dokumen Perjanjian Kerja Laut

Pulo Lasman Simanjuntak
18 Januari 2015
Jakarta, eMaritim.Com,– Dokumen Perjanjian Kerja Laut (PKL) kerja ke luar negeri bagi Calon TKI/ TKI Pelaut yang akan bekerja ke luar negeri penting untuk dipahami. Dokumen yang didalamnya berisi tentang hak-hak pekerja dan kewajibannya ini merupakan instrumen yang menentukan kesejahteraan sekaligus perlindungan TKI selama bekerja di luar negeri.

Pernyataan Direktur Penyiapan, Pembekalan dan Pemberangkatan Kedeputian Penempatan BNP2TKI, Ir. Wisantoro itu disampaikan di ruang kerjanya di Jakarta, Kamis (15/1/2015 seperti dikutip dari media online BNP2TKI , ketika membahas 4 kasus Anak Buah Kapal (ABK) asal Indramayu, Jawa Barat atas nama Ahmad Sidik, Warlih, Nuridi dan Wastono yang dilaporkan oleh kuasa hukumnya, Toni, ke Crisis Center BNP2TKI pada Selasa (12/1/2015) lalu.

Keempat TKI ini bekerja pada perusahaan Taiwan yaitu Kapal Dong Yu 1505 dan gajinya belum dibayar penuh. Kepada petugas CC, Toni, SH, meminta BNP2TKI memfasilitasi pencairan seluruh gaji TKI yang di dalam hitungannya berhak mendapatkan masing-masing sebesar USD 8.080 yang dijanjikan perusahaan penempatan di dalam negeri yaitu PT. Beringin Wijaya di Jakarta.

Menurut Wisantoro, umumnya pemahaman para TKI Pelaut yang akan bekerja pada kapal penangkap ikan berbendera asing ini masih lemah. Diakuinya, meski dokumen Perjanjian Kerja ini masih terus disempurnakan isinya oleh Kementerian Perhubungan dan instansi terkait lainnya, namun setidak-tidaknya, dokumen itu harus berisi klausul-klausul yang menjamin hak-hak TKI secara umum.

Wisantoro menjelaskan, isi PKL setidak-tidaknya mencakup tentang identitas pengguna (users) dan identitas TKI. TKI harus paham dia bekerja pada siapa, tempat kerjanya dimana, jam kerja, upah lembur, fasilitas kerja, jaminan asuransi dan biaya kesehatan yang ditanggung jika sakit. PKL juga harus mengatur jika terjadi konflik dalam hubungan kerja harus ada lembaga arbitrase yang menyelesaikannya, bagaimana penyelesaian kasusnya dan pengadilan setempat mana yang akan memutuskan perkaranya.

Syarat sah PKL, katanya, harus dibuat dalam keadaan sadar dan tidak dalam paksaan hukum ketika menandatanganinya.  Jika TKI bekerja pada pemilik kapal, maka yang yang menandatangani kontraknya adalan kapten kapal. Meski bisa juga kapten kapal ini memberikan kuasa kepada authorization agency untuk menandatangani PKL seperti lazimnya berlaku saat ini.

Wisantoro menegaskan, yang lebih penting lagi, PKL itu harus diketahui oleh syah bandar di Indonesia sebelum berangkat kerja ke luar negeri.

Menanggapi dokumen PKL Beringin Wijaya, Wisantoro mengatakan ada banyak kejanggalan pada isi didalamnya. Dia mencontohkan, dokumen itu tidak memuat dengan jelas tentang mekanisme penyelesaian konflik, tidak ada kepastian jam kerja dan besaran lembur, tidak ada jaminan pemeriksaan kesehatan jika TKI sakit dan yang lebih penting lagi dokumen PKL itu tidak ada tandatangan dari Syah Bandar di Tanjungpriok, Jakarta.

“Patut diduga dokumen PKL PT Beringin Wijaya ini cacat hukum,” tegasnya seraya menambahakan PT Beringin Wijaya terancam ditunda pelayanannya di BNP2TKI sebelum menyelesaikan kasus keempat ABK-nya yang dilaporkan kuasa hukumnya, Toni.

Kasubdit Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) BNP2TKI, Ahnas, S.Ag, M.Si ditemui terpisah menambahkan, terkait dokumen PKL, sudah ada hasil dari Focus Group Discussion tentang Penyempurnaan Tata Kelola Penempatan ABK Indonesia di Kapal Penangkap Ikan Asing di Luar Negeri yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri di Yogjakarta pada 22 - 23 Oktober 2014.

Ahnas menjelaskan, ada 4 hasil rekomendasi yang dicapai dari FGD. Pertama, isu pembagian kewenangan dan fungsi yang jelas dalam seluruh tahap perekrutan dan penempatan ABK dengan Direktorat Perkapalan dan Kepelautan, Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan sebagai person in charge (PIC). Kedua, isu terminologi yang jelas terkait orang bekerja di atas kapal penangkap ikan yang disepakati oleh seluruh instansi terkait. Ketiga, isu Perjanjian Kerja bersama (PKB) dan Perjanjan Kerja Laut (PKL) yang sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional dengan Direktorat Perkapalan dan Kepelautan, Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan sebagai PIC. Keempat, sinkronisasi database pelaut antara Kementerian Perhubungan dengan BNP2TKI; Dalam hal ini, BNP2TKI disepakati sebagai PIC. (jhonnie castro)