Jakarta, eMaritim.Com - Dalam menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran di
seluruh perairan Indonesia, mulai tanggal 1 Maret 2015 Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menginstruksikan kepada seluruh
pemilik kapal dengan ukuran 35 gross ton (GT) atau lebih, wajib untuk
mengasuransikan kapalnya dengan asuransi penyingkiran kerangka kapal atau
perlindungan ganti rugi.
Ketentuan tersebut berdasarkan Surat
Edaran Menteri Perhubungan Nomor. AL.801/1/2 Phb 2014 tanggal 8 Desember 2014
perihal kewajiban mengasuransikan kapal dengan asuransi penyingkiran kerangka
kapal atau perlindungan ganti rugi.
Siaran pers (press release) yang disampaikan Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan kepada redaksi eMaritim.Com di Jakarta, Rabu (25/2/2015) menyebutkan dalam surat edaran menteri perhubungan
tersebut, apabila pemilik kapal tidak mematuhi ketentuan ini maka akan
dikenakan sanksi adminsitratif berupa peringatan, pembekuan izin atau
pencabutan izin.
Namun, kewajiban tersebut dikecualikan bagi kapal perang,
kapal negara yang digunakan untuk melakukan tugas pemerintahan, serta kapal
layar dan kapal layar motor, atau kapal motor dengan tonase kotor kurang dari
35 GT.
Kewajiban asuransi penyingkiran tersebut
sudah diatur di dalam undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran
pada pasal 203. Kewajiban itu juga diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2010 tentang
kenavigasian, peraturan menteri (permen) perhubungan nomor 71 tahun 2013
tentang Salvage atau pekerjaan bawah air.
Untuk melaksanakan peraturan menteri
perhubungan tersebut, direktur jenderal perhubungan laut telah mengeluarkan
peraturan dengan Nomor HK.103/2/20/DJPL-14 tentang tata cara pengenaan sanksi
tidak Diberikan pelayanan operasional kapal.
Dalam pasal 203 UU nomor 17 Tahun
2008 tentang pelayaran, pemerintah mewajibkan kepada para pemilik kapal untuk
menyingkirkan kerangka kapal atau muatannya maksimal 180 hari sejak kapal
tenggelam. Untuk menjamin tanggung jawab pemilik kapal menyingkirkan kerangka
kapalnya seperti di atas, pemilik wajib mengasuransikan kapalnya.
Pemerintah menyadari, apabila kapal
mengalami musibah dan tenggelam tentunya diperlukan upaya tindak lanjut untuk
segera melakukan penyingkiran dalam rangka menghilangkan hambatan dan menjaga
kelancaran operasional kapal lainnya terkait aspek keselamatan dan keamanan
pelayaran pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan.
Untuk melakukan kegiatan
tersebut tentunya membutuhkan pembiayaan cukup besar yang dapat memberatkan
para pemilik kapal.(sonny listyanto)