Jakarta,eMaritim.Com,-Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap sebagai upaya pengendalian atas maraknya penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal eks asing di
wilayah
perairan Indonesia.
Pasca dikeluarkannya peraturan tersebut, kini pemerintah telah
siap melakukan analisis dan evaluasi (Anev) atau audit kepatuhan kapal-kapal
perikanan
yang pembangunannya dilakukan di luar negeri atau kapal eks asing yang berkapasitas
diatas 30 GT.
Hal itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
pada konferensi pers yang digelar di kantor pusat KKP Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Susi, Anev ini dilakukan
untuk menertibkan perizinan penangkapan ikan oleh kapal eks asing selama masa moratorium
diterapkan, yakni 3 November 2014 hingga 30 April 2015. Perizinan tersebut mencakup Surat Izin Usaha
Penangkapan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) atau Surat Izin Kapal Pengangkut
Ikan (SIKPI). Anev dilakukan tidak hanya untuk kapal penangka ikan tetapi juga jenis kapal
pengangkut ikan eks asing.
“Audit kepatuhan ini akan dilakukan terhadap 187 pemilik kapal perikanan
dan 1.132 kapal eks asing”, ungkap Susi.
Susi juga mengungkapkan, audit
kepatuhan semacam ini diperlukan karena salah satu modus Illegal, Unreported, and Unregulated
(IUU) Fishing yang marak terjadi adalah
kapal-kapal menangkap ikan lalu hasil
tangkapannya diangkut keluar Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI).
Selain
hasil tangkapan ikan dibawa ke negara lain, kapal-kapal tersebut juga diketahui melakukan
penukaran bendera ketika melintas di wilayah perbatasan. Kapal
yang diperiksa mencakup kapal yang
beroperasi di WPP NRI menurut SIPI/SIKPI yang dikeluarkan
KKP dan berlaku setidaknya sampai
dengan 3 November 2014.
Terkait hal itu Susi telah membentuk
Tim Analisis dan Evaluasi (Tim Anev Kapal Eks Asing) dengan menerbitkan Surat Keputusan MenKP
Nomor 4 Tahun 2015, sebagai tindak lanjut atas peratura moratorium kapal eks asing.
Perangkatnya gabungan dari internal teknis dan pengawasan KKP dengan didukung oleh Tim Satuan
Tugas Pencegahan danPemberantasan
IUU Fishing
. Selain itu
juga melibatkan pakar perikanan dan
akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Sekolah Tinggi
Perikanan (STP), dan Unversitas
Indonesia. Saat ini tim telah menyiapkan kerangka metodologi
untuk melaksanakan analisis dan
evaluasi terhadap kapal eks asing dengan masukan dari pihak-
pihak internal KKP maupun berbagai
pakar dan narasumber.
Susi menjelaskan, Anev dilakukan
terutama untuk melihat kepemilikan kapal-kapal perikanan
pemegang SIPI dan SIKPI yang telah
beroperasi selama ini. Apakah dimiliki oleh perorangan WNI
atau badan hukum Indonesia,
sebagaimana disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. Kapal
tidak hanya di analisis dan di
evaluasi secara formil namun juga secara materiil. Selain itu, esensi
lainnya yaitu untuk mengetahui
tingkat kepatuhan kapal-kapal penangkap/pengangkut ikan eks
asing selama dua tahun sebelum
moratorium atau sejak November 2012 sampai 3 November 2014.
Adapun aspek-aspek yang akan
diperiksa adalah aspek legalitas subyek hukum pemilik kapal, aspek
perizinan dan kewajiban terkait
operasional kapal, serta aspek kepatuhan pemilik kapal dalam
membayar kewajiban Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) dan pajak. Dalam melaksanakan
audit kepatuhan tersebut, Tim Anev
melakukan verifikasi terhadap dokumen-dokumen dan data
sekunder sekaligus secara paralel
melakukan verifikasi lapangan ke berbagai pelabuhan. “Kami
sudah mengirim permintaan kepada
para pemilik kapal untuk melengkapi beberapa dokumen,
dengan tenggat waktu sampai dengan
18 Maret 2015. Apabila pemilik kapal tidak menyampaikan
dokumen, maka dia telah melepaskan
haknya untuk di audit”, tegas Susi.
Dalam pelaksanaannya, Tim juga
didukung oleh data-data pengawasan dari database internal KKP
yang menunjukkan
track record
pemilik kapal dan juga hasil
verifikasi terhadap 20 perusahaan
perikanan yang telah dimulai oleh
tim lintas Direktorat Jenderal di KKP. Pelaksanaan Anev juga
tidak terlepas dari dukungan
instansi lain, seperti Ditjen Pajak untuk memverifikasi keabsahan
NPWP pemilik kapal. Kemudian,
dukungan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU-Kemenkumham)
untuk menverifikasi keansahan
perseroan terbatas, serta Kementerian Perhubungan dan
Kementerian Luar Negeri untuk
memverifikasi keabsahan
Deletion Certification
kapal eks asing.
Untuk tahap pertama, pemilik kapal
yang ditemukan melakukan pelanggaran tertentu (“Pelanggaran
yang Memenuhi Syarat Gugur”) akan
langsung gugur/dikeluarkan dari Anev. Jika pemilik kapal atau
kapal lolos tahapan pertama di atas,
tahapan berikutnya adalah pemeriksaan tingkat kepatuhan,
mencakup kewajiban-kewajiban
Operasional Kapal dan kewajiban pembayaran pajak dan PNBP.
Lebih lanjut menurut Susi, audit
yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan beberapa
rekomendasi sebagai masukan pada akhir
masa moratorium. Rekomendasi yang pertama yakni
terkait langkah-langkah penertiban
perusahaan yang tidak absah keberadaannya (secara formil
maupun materil), sehingga SIUP dan
SIPI/SIKPI dapat dicabut. Kedua, rekomendasi langkah-
langkah penertiban perizinan
masing-masing kapal perikanan eks asing yang tergolong Memenuhi
Tingkat Minimum Kepatuhan dan Tidak
Memenuhi Tingkat Minimum Kepatuhan. Ketiga,
rekomendasi penjatuhan sanksi
administratif ataupun pidana untuk kapal atau pemilik kapal sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, analisis dan
evaluasi juga akan menghasilkan
rekomendasi perbaikan sistem perizinan kapal perikanan yang
pembangunannya di luar negeri
ataupun perbaikan sistem secara umum untuk pencegahan kegiatan
dan pemberantasan IUU
Fishing
.
Kendati demikian menurut Susi, hasil
Anev harus dikeluarkan bersamaan dengan kebijakan
penerbitan izin yang wajib
memperhatikan potensi sumber daya ikan
(Maximum Sustainable Yield-
MSY)
dan alokasi/kuota tangkapan yang
dibolehkan. Kedepan, kebijakan tersebut perlu dibarengi
dengan penguatan pemantauan
kepatuhan pelaku usaha perikanan serta penguatan kerjasama
dengan Kementerian/Lembaga
pemerintahan lainnya. Terakhir Susi juga mengharapkan agar
perbaikan sistem dan penguatan
kerjasama dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
IUU
ini perlu dilakukan secara
berkelanjutan dan terintegrasi melibatkan Kementerian/Lembaga
yang terkait. Pemerintah berencana
untuk menerbitkan suatu payung hukum guna memastikan dan
meningkatkan efektivitas pencegahan
dan pemberantasan
IUU Fishing
, “Harapannya
sustainable
fisheries management
akan terwujud dan sumber daya ikan
akan terpulihkan”, pungkas Susi.(press release/lasman simanjuntak)