Jakarta,eMaritim.Com,
Produksi minyak Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Irak meningkat pada
bulan lalu. Kondisi itu berpotensi membuat pasokan minyak makin
melimpah, apalagi produksi Amerika Serikat terus meningkat sejak 2012.
Analis Again Capital LLC, John Kilduff
mengatakan Arab Saudi masih berusaha menjaga pangsa pasarnya. Itu
komitmen yang telah diucapkannya saat pertemuan Organization of the Petroleum Exporting Countries
(OPEC) pada akhir tahun lalu.
“Harga minyak masih mungkin berpotensi
tertekan karena tidak ada bukti nyata penurunan produksi di
negara-negara produsen minyak dan Amerika Serikat,” ujar John, seperti
dikutip dalam Bisnis.com, Minggu (1/3/2015).
Pada bulan lalu, produksi minyak Arab
Saudi naik 1,33% menjadi 9,85 juta barel per hari dibandingkan dengan
bulan sebelumnya, sedangkan Uni Emirat Arab (UEA) dan Irak masing-masing
naik sebesar 3,7% dan 1,47% menjadi 2,8 juta barel per hari dan 3,45
juta barel per hari.
Harga Minyak Dunia Berbalik
Sementara itu, produksi Libia terus turun 26,66% menjadi 220.000 barel per hari. Gejolak di Libia membuat produksi minyak negara itu terus turun sejak 2011. Pada perdagangan akhir pekan lalu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 3,3% menjadi US$ 49,76 per barel, sedangkan harga minyak Brent melonjak 4,21% menjadi US$ 62,58 per barel.
- Harga minyak dunia berbalik naik pada Sabtu, karena para pedagang mempertimbangkan pasokan global yang berlimpah dan pertumbuhan lambat dalam perekonomian dunia.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April, naik US$1,59 menjadi ditutup pada US$49,76 per barel di New York Mercantile Exchange, sehari setelah WTI jatuh hampir US$3.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April, patokan global, melonjak menjadi menetap di US$62,58 per barel, naik tajam US$2,53 dari tingkat penutupan Kamis.
WTI, setelah jatuh pada awal 2015 ke tingkat terendah dalam enam tahun, telah berayun liar pada Februari, tetapi akhirnya mengakhir bulan lalu dengan sekitar US$1,5 lebih tinggi. Sebaliknya, Brent telah naik sekitar US$12.
Minyak mentah telah kehilangan sekitar 50 persen nilainya sejak Juni tahun lalu.
"Kami sudah semacam mencapai bagian terbawah dan harga hanya menari-nari," kata Michael Lynch dari Strategic Energy & Economic Research, mengacu pada pasar minyak New York, seperti dikutip AFP.
Dalam sesi perdagangan Jumat, Lynch mengatakan, "dampak terbesar adalah dari penurunan data operasional rig AS, yang menunjukkan kita akan melihat produksi "shale" (serpih) lebih rendah daripada yang diantisipasi, dan komentar dari Arab Saudi bahwa pasar mungkin akan kembali seimbang."
Lynch mencatat bahwa jumlah rig pengeboran minyak mentah AS yang beroperasi menurut data perusahaan jasa minyak Baker Hughes AS, turun 33 rig pada pekan ini, menandai penurunan lebih lambat dari yang terlihat baru-baru ini, yang telah mencapai sekitar 90 rig per minggu.(pulo lasman simanjuntak)
Sementara itu, produksi Libia terus turun 26,66% menjadi 220.000 barel per hari. Gejolak di Libia membuat produksi minyak negara itu terus turun sejak 2011. Pada perdagangan akhir pekan lalu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 3,3% menjadi US$ 49,76 per barel, sedangkan harga minyak Brent melonjak 4,21% menjadi US$ 62,58 per barel.
- Harga minyak dunia berbalik naik pada Sabtu, karena para pedagang mempertimbangkan pasokan global yang berlimpah dan pertumbuhan lambat dalam perekonomian dunia.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April, naik US$1,59 menjadi ditutup pada US$49,76 per barel di New York Mercantile Exchange, sehari setelah WTI jatuh hampir US$3.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April, patokan global, melonjak menjadi menetap di US$62,58 per barel, naik tajam US$2,53 dari tingkat penutupan Kamis.
WTI, setelah jatuh pada awal 2015 ke tingkat terendah dalam enam tahun, telah berayun liar pada Februari, tetapi akhirnya mengakhir bulan lalu dengan sekitar US$1,5 lebih tinggi. Sebaliknya, Brent telah naik sekitar US$12.
Minyak mentah telah kehilangan sekitar 50 persen nilainya sejak Juni tahun lalu.
"Kami sudah semacam mencapai bagian terbawah dan harga hanya menari-nari," kata Michael Lynch dari Strategic Energy & Economic Research, mengacu pada pasar minyak New York, seperti dikutip AFP.
Dalam sesi perdagangan Jumat, Lynch mengatakan, "dampak terbesar adalah dari penurunan data operasional rig AS, yang menunjukkan kita akan melihat produksi "shale" (serpih) lebih rendah daripada yang diantisipasi, dan komentar dari Arab Saudi bahwa pasar mungkin akan kembali seimbang."
Lynch mencatat bahwa jumlah rig pengeboran minyak mentah AS yang beroperasi menurut data perusahaan jasa minyak Baker Hughes AS, turun 33 rig pada pekan ini, menandai penurunan lebih lambat dari yang terlihat baru-baru ini, yang telah mencapai sekitar 90 rig per minggu.(pulo lasman simanjuntak)